Jeno tidak pernah menyangka bahwa Jaemin itu ceroboh.
Buktinya? Beberapa saat yang lalu, bocah bersurai hitam itu baru saja membeli sebotol kaca margarita dengan kandungan tequilla yang tak bisa dibilang sedikit. Jaemin salah sangka bahwa isi botol tersebut merupakan jus apel karena—memang sih—warnanya serupa. Namun, bocah itu pasti tidak membaca label botol itu terlebih dahulu.
Dan satu hal lagi yang Jeno ketahui dari seorang Na Jaemin—yup, bocah itu memiliki toleransi yang rendah terhadap alkohol.
Sudah dua belas menit mereka berjalan dari kedai langganan Jeno menuju gedung tempat mobilnya diparkir dan selama dua belas menit tersebut, Jaemin sama sekali tidak sadarkan diri. Bocah itu malah berbuat yang aneh-aneh hingga Jeno mengerutkan alisnya.
"Nono-ya, aku—hik—manis b-bukan—hik?"
Kalimat tersebut merupakan salah satu dari seratus hal unik yang dilontarkan oleh Jaemin yang sedang dalam kondisi mabuk. Apa-apaan itu—Nono-ya?, batin Jeno berusaha mencerna karena pasalnya, sedari tadi Jaemin selalu memanggilnya begitu.
Sementara di lain sisi, bocah yang masih setia bergelayut manja di lengan seniornya itu mendengus dan menginjak sepatu Jeno kala merasa dicueki. "Nono-ya!—hik—jawab aku!" serunya dengan wajah yang merona dahsyat karena pengaruh alcohol.
Jeno pun berhenti berjalan dan menatap Jaemin—yang sedang mabuk—dengan kedua matanya yang tampak seperti bulan sabit. Kemudian, kedua tangannya ia gunakan untuk menangkup pipi gembil sekretarisnya itu hingga berbentuk lucu. Alih-alih tertawa, Jeno malah mengecup singkat bibir Jaemin dan menggandeng tangan bocah manis itu lagi. Oh sungguh, ia tidak peduli dengan pandangan aneh yang dilemparkan oleh orang lain yang melihat mereka.
Setelah dicium di depan publik seperti itu, wajah Jaemin semakin memerah. Tangannya memegang bibir yang baru saja dikecup Jeno tersebut. Di sisi lain, si pelaku malah tertawa kecil.
"Nono-ya~ j-jawab—hik—dulu pertanyaan ku," tampaknya Jaemin masih bersikeras untuk menanyakan hal yang sama pada makhluk di sampingnya tersebut. Pipinya menggembung dan wajahnya seperti anak kecil yang merajuk ingin dibelikan permen di sebuah swalayan. Melihat hal itu, Jeno jadi ingin memeluknya dan memakan bocah itu lagi—tapi tentu saja, ia sadar bahwa mereka berada di publik.
Karena itu, Jeno hanya menghentikan langkahnya dan tersenyum. "Jika kau tidak manis, maka aku tidak akan menciummu tadi," ujarnya sambil mencubit pipi Jaemin hingga membuat empunya meringis. Dasar Jeno—tak tahu saja dia bahwa tenaga vampire sama seperti tenaga werewolf.
Setelahnya, pemuda bermarga Lee tersebut tidak begitu peduli lagi dengan kata-kata yang dilontarkan Jaemin selama bocah itu mabuk. Segala sesuatu yang melintas di kepalanya pasti dikatakan begitu saja dan hal itu membuat Jeno sedikit sebal. Contoh saja, saat keduanya melewati sebuah tempat sampah abu-abu yang memang terpisah dari yang lainnya, Jaemin berkata sambil bersungut-sungut, "Uh! Kasihan sekali tong sampah itu!—hik—sendirian, tidak ada yang menemani."
Untung saja Jeno berhasil menyeret sekretarisnya tersebut yang tadinya berniat menemani eksistensi tempat sampah itu dengan duduk bersamanya. Jika Jaemin mengetahui hal itu saat ia kembali sadar, pasti bocah bersurai hitam itu akan malu seratus persen—Jeno sangat yakin.
Piip—suara mobil sport milik Jeno yang kuncinya terbuka berkat kendali jarak jauh.
Pemuda itu membiarkan Jaemin masuk terlebih dahulu. Awalnya, bocah bersurai hitam itu menolak dan malah menarik-narik lengan Jeno hingga seniornya itu mencebikkan bibirnya. Tetapi, Jaemin kembali menurut setelah Jeno mencium pipinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Your Blood • Nomin ✓
FanficIn which Jeno couldn't get enough of his secretary's blood. © Rayevanth, 2018