Jaemin menatap heran ke arah Jeno.
Kenapa pemuda sipit ini tiba-tiba datang ke rumahnya pagi-pagi buta? Kenapa ia terlihat sangat acak-acakan? Kenapa sedari tadi ia tampak uring-uringan? Oh ayolah---terlalu banyak pertanyaan dalam benak Jaemin saat ini.
"Apakah kau bisu?" Jaemin bertanya dengan nada sarkastik. Ia mulai merasa sebal dengan atmosfer canggung di dalam mobil milik pemuda bermarga Lee tersebut.
"Tidak."
Mendengar jawaban singkat dari sang kekasih, Jaemin hanya bisa memutar bola matanya.
"Kalau begitu, jawab pertanyaan ku!" Ia sedikit berseru, asal kau tahu. "Apa yang terjadi padamu, sih, Lee Jeno?"
Kini, Jeno juga menatap Jaemin dengan pandangan heran.
"Kau sungguh tidak tahu alasan ku, huh?" Jeno mengetuk-ngetukkan jarinya di atas dashboard. Jujur saja, ia menunggu jawaban dari Jaemin---tetapi, ia juga takut akan hal itu.
"Aniya," jawab Jaemin. "Aku tidak tahu. Karena itu, aku bertanya padamu wahai kekasih ku."
Jika saja keadaannya tidak genting, Jeno akan balas merayu Jaemin dengan seribu satu gombalannya yang tiada tara. Tidak seperti bocah yang lebih muda setahun tersebut, Jeno lebih bisa mengontrol rona merah di wajahnya.
"Jangan sok drama," ujar Jeno sedikit ketus. "Aku serius. Kau tidak tahu akar permasalahannya?"
"Tidaaaaaaak!" Seru Jaemin seraya menurunkan sandaran bangkunya hingga turun sekali. Sungguh---debat di pagi hari membuatnya sedikit mengantuk kalau boleh jujur. "Jika aku tahu, untuk apa aku bertanya, ish!"
Jeno pun mulai percaya jika bocah bermarga Na itu mengucapkan yang sesungguhnya. Karena itu, dengan seenak jidat, ia meraih ponsel Jaemin yang diletakkan begitu saja di atas dashboard dan memberikannya pada sang pemilik yang malah bersantai-santai di atas bangku.
"Nih."
"Apa? Ponsel ku?"
"Bukan. Ponselnya Dora."
"Ish, tidak lucu tahu," Jaemin pun meraih ponselnya sendiri dan menatap Jeno heran. "Apa sih yang kau mau? Nih, sudah ku ambil ponsel ku dari mu."
"Buka aplikasi WhatsApp," perintah Jeno yang segera dituruti oleh Jaemin yang masih mengernyit bingung. Karena tidak begitu sering bermain ponsel, ia jadi kagok jika diminta untuk bertindak cepat.
"Sudah belum?" Jeno kembali mengetuk-ngetukkan jemarinya di atas kemudi setir karena lampu merah yang cukup lama.
"Belum. Aku 'kan jarang bermain ponsel. Jadi jangan suruh aku cepat-cepat," Jaemin berujar santai sambil bersiul. Ia masih mencari aplikasi berlogo hijau itu. Pasalnya, ia lupa menaruh dimana sehingga ia harus mencari di menu.
"Kakak adik sama saja---sama-sama gaptek," Jeno berujar pelan, namun masih bisa tertangkap oleh indera pendengaran Jaemin.
"HEH. BILANG APA TADI?!" Seru bocah bermarga Na itu. "Aku tidak gaptek! Yang gaptek hanya Minhyung-hyung---aku tidak! Buktinya, aku bisa berkirim pesan dan hyung tidak. Ish, jangan bandingkan aku dengan si titisan siput itu lah."
"Iya, iya. Hanya bercanda."
Sambil berdecak, Jaemin menyodorkan ponselnya pada Jeno---tetapi pemuda sipit itu kembali menyerahkan ponsel kekasihnya kepada si pemilik. "Mwo? Tadi kau menyuruh ku membuka WhatsApp dan sudah ku bukakan! Kau mau memeriksa riwayat chat ku karena---"
"Tidak, aku tidak seperti yang ada di bayanganmu," Jeno menghela nafas. "Aku tidak secemburu itu sampai-sampai berniat memeriksa riwayat chat-mu setiap hari."
![](https://img.wattpad.com/cover/150886374-288-k711718.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Your Blood • Nomin ✓
FanficIn which Jeno couldn't get enough of his secretary's blood. © Rayevanth, 2018