AN EPILOGUE #2

17K 1.6K 88
                                    

"Sayang..."

"Sayang-sayang, kepalamu peyang, ha?"

Renjun mengernyit tidak suka saat Lucas memanggilnya seperti itu. Omong-omong, keduanya sedang menikmati makan siang bersama di taman sekolah. Yang satu membawa bekal, yang satu lagi baru saja membeli nasi goreng miliknya di kantin.

Mendengar balasan dari wakil ketua OSIS yang duduk di sebelahnya itu, Lucas berdecih pelan.

"Ih, itu 'kan normal," ujarnya.

"Tapi itu menyebalkan!" Renjun menaikkan nada bicaranya sehingga terdengar memerintah di telinga Lucas. Oh sungguh---apakah posisi uke dan seme mereka terbalik?

"Tapi, itu 'kan normal, Jun."

Bocah Tiongkok yang lebih muda beberapa bulan itu menghela nafas. "Coba katakan kepada ku apa yang membuat panggilan itu normal," katanya mengalah. Kemudian, Lucas menyeringai lebar dan membuat dirinya terlihat konyol seperti biasa.









"Tentu saja---karena kau pacar-ku."








Wajah Renjun merah padam saat mendengar kalimat itu keluar dari mulut Lucas yang hampir tidak pernah seromantis ini padanya.

"Aih," pemuda tertinggi di kelasnya itu pun terkekeh melihat reaksi yang ia dapatkan. "Jangan malu-malu kucing seperti itu lah---"

"F*CK YOU, WONG LUCAS!" umpat Renjun sambil memukul dada bidang milik kekasihnya itu dengan tenaga ekstra. Untung saja Lucas adalah seekor werewolf---alias manusia jadi-jadian. Karenanya, ia tak akan merasa sakit sedikitpun walau Renjun (yang lemah) memukulnya dengan tenaga ekstra sekalipun.

Karena bagi Lucas, pukulan Renjun hanya terasa seperti gigitan nyamuk.

"Kau... sungguh deh, ini tidak sakit tahu," ia pun tertawa karena ulah pacar barunya yang akan bertingkah tak biasa jika ia malu atau tersipu dengan apa yang pemuda Wong itu katakan.

"Masa bodoh!" Renjun memukul lengan Lucas sekali lagi---berharap pemuda itu jera.

Tetapi, tampaknya cara itu cukup efektif karena setelahnya, keduanya kembali menikmati makanan mereka seperti sedia kala. Lucas memakan nasi goreng seafood-nya sementara Renjun memakan bekal yang mamanya buat dari rumah. Yang satu memiliki nafsu makan besar sehingga piringnya sudah mau habis, sementara yang lebih pendek harus menghabiskan sekitar lima belas menit untik membabat habis semua yang ada di dalam kotak bekalnya.

"Yak, Renjun-ah," panggil Lucas tiba-tiba, yang hanya dibalas dengan delikan Renjun. Ya... bagaimana ya. Renjun 'kan sedang mengunyah nasinya---mana bisa ia menjawab dengan mulut penuh?

"Kau tadi bilang apa saat kau tersipu?" Pemuda yang mengaku sebagai teman masa kecil Lee Jeno itu pun terkekeh sambil mengeluarkan smirk-nya.

Sementara itu di sisi lain, Renjun masih asyik mengunyah nasinya sehingga ia menjulurkan tangannya guna memberikan isyarat tunggu sebentar pada pemuda yang lebih tinggi itu.

"Oke, aku tunggu."



... Satu detik, lima detik, setengah menit.



"Astaga, kau lama sekali mengunyahnya!" Lucas berujar sedikit tidak senang karena, heol, menunggu Renjun selesai mengunyah itu sama saja dengan menunggu gurumu mengoreksi nilai ujian---lama dan tidak memuaskan!

"Mianhae," ujar bocah Tiongkok itu setelah nasinya hilang dari mulut. "Kata mamaku, nasi harus dikunyah kurang lebih dua puluh kali."

Oh, pantas saja, batin Lucas yang baru menemukan sisi baru dari kekasihnya itu hari ini.

"Tadi... kau bertanya apa?"

"Saat kau tersipu beberapa saat yang lalu, kau bilang apa padaku?" Lucas kembali menyeringai---berharap bocah di hadapannya itu mengerti maksud yang ia harapkan.

"F*ck you...?"

"Nah," Lucas mendekatkan dirinya pada wakil ketua OSIS yang duduk di sebelahnya itu dan sukses membuat Renjun merinding.

"Why don't you say 'f*ck me'? 'Cause I'll do it if you want me to."

Wajah Renjun benar-benar merah sekarang. Sialan. Kenapa orang di hadapannya ini begitu mesum? Jika saja ia memiliki kekasih seperti Lee Jeno yang---AH, dia juga sama saja! Bisakah pemuda yang bermesraan bersama kekasihnya saat sedang diselenggarakan camp untuk anggota OSIS itu disebut sebagai orang yang tidak mesum?!

"KAU... MINGGIRLAH! KAU TERLALU MESUM!" cerca Renjun sambil benar-benar menyingkir dari posisi sebelumnya.

"HAHAHAHA, I was kidding," ujar Lucas sambil tertawa lantang dan membuat Renjun menutup kedua telinganya. "Chill, bro. Aku tidak akan berbuat hal tidak senonoh seperti Lee Jeno yang gossipnya melakukan itu dengan Na Jaemin saat kalian mengadakan camp minggu lalu."

Aduh, itu bukan gossip, Lucas, batin Renjun tersenyum miris. Tapi itu memang kenyataan.

Karena bocah yang lebih muda beberapa bulan itu kembali mengunyah---which means, akan membutuhkan waktu yang lama, Lucas pun mengusak surai lembut milik wakil ketua OSIS itu.

"Tenang saja," ia berujar sambil tersenyum. "Aku akan melakukannya saat kau sudah siap nanti---aku bukanlah cowok bejat seperti Lee Jeno."

Renjun tersenyum sekilas. Namun, sedetik kemudian, ia kembali berwajah datar lagi.

"Kau... tersenyum?" Tanya Lucas seolah kagum dengan apa yang baru saja ia saksikan---sebuah fenomena langka yang mungkin hanya akan terjadi sekali seumur hidup. "JINJJAYO?! RENJUN TERSENYUM?!"

Bocah yang sudah selesai mengunyah nasi itu pun segera menenggelamkan kepalanya di atas kedua tangannya dan merutuki apa yang ia telah lakukan.

Sepertinya aku harus mulai terbiasa dengannya, batin Renjun.

"---AH OMONG-OMONG," Lucas berseru lantang seperti biasa. "Aku penasaran akan sesuatu."

"... apa lagi?"

Renjun tampak mengantisipasi segala sesuatu yang akan Lucas tanyakan atau pemuda itu katakan lagi. Sebab, hal itu akan membuat wajahnya semakin memerah atau bahkan membust bulu kuduknya berdiri semua.

"Kau... kenapa kau menerimaku?" Tanya Lucas sambil menyuap sesendok nasi goreng terakhirnya. "Dulu kau tidak menyukaiku---aku masih ingat itu."

"Heh? Kenapa aku menerimamu?"

Lucas mengangguk mengiyakan---termakan rasa penasaran yang sejak seminggu yang lalu menghantuinya.

"Ku balik pertanyaannya---apa yang membuatmu me-nembak ku?"

"Ng, karena aku tertarik padamu."

"Kenapa kau tertarik?"

"Karena aku cinta padamu."

"Kenapa kau cinta?"

"Cinta itu tak butuh alasan, wahai kekasihku yang manis, baik, dan selalu membuat batas kesabaranku bertambah tiap harinya."

Renjun tersenyum lebar sambil menunjukkan deretan gigi putihnya yang ia sikat setiap jam.

"Hehe, I love you."

Dan sebuah kecupan singkat yang dimulai oleh bocah yang lebih muda itu pun sukses mengenai bibir Wong Lucas dan membuat keduanya diam seribu bahasa dengan pipi yang merona. []


.

.

.

Y O U R   B L O O D
[ an epilogue #2 / FIN ]
(c) Rayevanth, 2018.

Your Blood • Nomin ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang