Jaemin meringis.
Bukan. Bukan karena maag-nya yang kambuh lagi saat ini. Melainkan karena tindakan kasar yang baru saja Jeno lakukan padanya beberapa saat yang lalu. Sialan. Ceruk perpotongan lehernya menjadi sakit kembali.
Sudah lama juga dia tidak melakukan ini, batin Jaemin sambil meraba lukanya dan mendesis.
"Sakit?" Jeno bertanya seolah ia tidak tahu jawaban atas pertanyaannya sendiri. Sementara itu, Jaemin hanya mengangguk mengiyakan. Jeno juga sempat me-'makan' bibirnya sehingga ia agak senggan membuka mulut.
Tahu apa yang kekasih barunya itu rasakan, Jeno pun menepuk pelan kepala Jaemin. "Mianhae. Maaf, kelampiasan."
Jaemin mengernyitkan dahinya. Terkadang, ia heran dengan kelakuan seniornya tersebut. "Kelampiasan katamu?" Tanyanya sarkastik sambil mengangkat alis. "Bilang saja kalau kau lapar, bodoh."
"Nana, berapa kali aku harus mengingatkanmu kalau aku seniormu? Sopanlah sedikit."
Lagi-lagi tentang hal ini.
Jaemin memutar bola matanya dan meringis kala ia merasakan sakit lagi pada ceruk lehernya. "Masa bodoh, lah. Aku tidak mau memanggilmu sunbae. Lebih enak memanggilmu 'Jeno', tahu," jawabnya masih sambil meringis dan menahan darah agar tidak keluar dari liang luka tersebut.
"Panggil saja aku chagiya kalau begitu," Jeno terkekeh kecil saat ia menemukan rona merah menjalar di wajah manis milik Jaemin. "Kau tahu? Saat kau mabuk, kau memanggilku---"
"YAK, JANGAN BAHAS SAAT AKU MABUK!" Seru Jaemin sambil memelototi ketua OSIS-nya itu.
Melihat reaksi dari bocah bermarga Na itu, Jeno tertawa lagi. "Seandainya kau mabuk lagi---"
"TIDAK AKAN PERNAH!"
Usai dengan acara jerit-menjeritnya, Jaemin pun merebahkan badannya lagi di ranjang unit kesehatan sekolah. Ruangan ini bukanlah tempat yang menyenangkan karena penuh dengan wangi obat-obatan jika dipikir-pikir.
Bunyi dering bel penanda jam pelajaran berikutnya akan dimulai pun berkumandang hingga ruang tersebut. Jeno menatap Jaemin yang masih memegangi ceruk lehernya sambil meluruskan kaki. Sementara itu, bocah yang lebih muda satu tahun dari padanya itu menutup mata. Berniat untuk tidur? Tidak, kok. Hanya lelah saja.
"Kau tidak mau bangun?" Jeno mencubit pelan lengan tan milik Jaemin. "Yak, jam pelajaran sudah dimulai, lho."
Di luar dugaan, Jaemin justru merengek dan menarik selimut putih yang terletak di dekatnya. "Ngg, tidak mau. Kau saja yang pergi sana kalau mau belajar. Aku mau tidur saja. Lagi pula, ceruk leher ku sakit karena ulah mu, bodoh!"
Jeno bersedekap. Aneh sekali Jaemin hari ini. Tidak seperti biasanya, bocah bersurai hitam itu malah ingin bersantai di UKS. Padahal jika ia normal, Jaemin akan bergerak menuju kelas dengan sendirinya saat bel berdering---seolah suara berisik tersebut merupakan alarm yang harus ia patuhi setiap saat berbunyi.
"Seriously?" Jaemin mengangguk, membuat Jeno melongo. "... heol."
Merasa sebal diperlakukan seperti itu, Jaemin mendecih dan menendang tubuh Jeno sedikit. Omong-omong, pemuda bermarga Lee itu duduk di tepi ranjang sementara kekasihnya terbaring dengan selimut yang berantakan di atasnya.
"Berhenti bersikap tsundere seperti itu, sayang," Jeno menatap Jaemin datar. Terkadang ia lelah dengan sikap malu-malu-tapi-mau yang selalu ditunjukkan Jaemin padanya.
"Itu memang sifatku," Jaemin menyembulkan kepalanya sedikit dari selimut yang ia kenakan. "Tidak bisa diganggu-gugat lagi."
"Ya, ya. Terserah kau saja," Jeno kembali menyeringai. "Setidaknya aku tahu jika kau selalu menikmati setiap permainan yang aku lakukan padamu, Na."
KAMU SEDANG MEMBACA
Your Blood • Nomin ✓
FanficIn which Jeno couldn't get enough of his secretary's blood. © Rayevanth, 2018