Entahlah apa yang terjadi pada otak seorang Na Jaemin.
Bocah manis tersebut benci untuk mengakuinya—tapi siang ini, ia menurut saja pada sang ketua OSIS untuk diantar jemput menuju kediaman Na yang cukup mewah itu.
Jeno memang mengantarnya pulang. Tapi kali ini, tidak berdasarkan titah siapapun. Entah angin apa yang menyambetnya sehingga Jeno menjadi sebegini inginnya berdekatan dengan hoobae yang merepotkan itu. Bahkan, senyumnya tak kunjung hilang kala mendapati Jaemin yang duduk di bangku penumpang.
"Jeno-ya!" Panggil Jaemin tiba-tiba sambil merutuki dirinya sendiri. Untuk seketika, ia menyesal karena sudah menuruti perintah Jeno untuk pulang bersama seniornya itu. Oh, bagaimana tidak? Jaemin merasa dirinya sudah menjadi anak aneh setelah memergoki adegan delapan belas tahun yang dilakukan oleh kedua seniornya yang memegang jabatan tertinggi di organisasi tempat ia bernaung.
Alih-alih membalas panggilan Jaemin, Jeno malah tersenyum dan memandang juniornya yang manis itu. Kali ini, bocah bersurai hitam yang duduk bersebelahan dengannya itu berusaha untuk bersikap normal. Ia bahkan tidak balas memandang Jeno.
Pada akhirnya, Jeno juga yang membuka mulut karena ia tahu bahwa Jaemin tidak akan melanjutkan omongannya sebelum lelaki itu menyahut. Mwoya?
"Kau... hafal arah menuju rumah ku bukan?"
Pertanyaan Jaemin terdengar begitu konyol di telinga Jeno sehingga membuat pemuda tersebut melepaskan tawanya. Jika boleh jujur, Jaemin memang takut jika Jeno salah arah dan tersesat mengenaskan. Tetapi, tidakkah ia ingat akan suatu kenyataan bahwa Jeno adalah sahabat Minhyung yang sering datang bermain ke kediaman Na?
Tapi, memang sih.
Jika Jeno datang ke rumah kakak beradik itu, ia tidak pernah menjumpai Jaemin. Kali pertama bagi Jeno melihatnya di rumah adalah ketika ia mencicipi darah bocah manis tersebut beberapa malam yang lalu. Jadi, Jeno tidak begitu heran kalau Jaemin bertanya seperti tadi.
"Jika aku tidak hafal bagaimana, hm?" tanya Jeno dengan nada bercanda, tetapi ditanggapi dengan serius oleh Jaemin.
"Kalau begitu, jangan harap kau bisa bersahabat dengan hyung-ku lagi!" seru bocah bersurai hitam itu sambil melayangkan sebuah pukulan di pundak Jeno. Sudah dibilang, tenaga Jaemin—yang notabenenya adalah manusia—tidak seberapa jika dibandingkan dengan pukulan Lucas yang lebih pantas disebut dengan pukulan sekepal tangan Kingkong. Jadi, apa boleh buat jika Jeno tidak merasa kesakitan.
"Sahabat ku ada banyak", ujar Jeno santai sambil kembali mengemudikan mobil sport-nya. "Masa bodoh jika aku tidak bisa bersahabat dengannya lagi. Aku masih punya banyak teman di samping ku."
Jaemin tiba-tiba menepuk keningnya sendiri seolah teringat akan sesuatu. "Ah, mengenai teman—tadi angkatan mu kedatangan murid baru bukan? Siapa namanya? Wong Kulkas? Aku bertemu dengannya di kantin", ujarnya sedikit bersemangat, berbeda dengan Jeno yang mengerutkan dahinya. Wong Kulkas?
"Maksudmu... Wong Lucas?" tanya Jeno yang segera membelalakkan matanya. Bukankah kemarin Jaemin telah berjanji padanya untuk menjauhi pemuda tersebut?
"Iya! Dia aneh, tapi baik", Jaemin tidak menyadari perubahan sifat Jeno yang mulai memancarkan aura gelap di sekitarnya. Bagaikan kereta tak bertuas, Jaemin masih saja asyik menyerocos mengenai pertemuannya dengan Lucas. "Aku bertemu dengannya saat menunggu Donghyuck selesai membeli makanan. Lalu, Lucas-sunbae—"
Jeno mengernyitkan alisnya. Apa tadi?—Sunbae? Curang! Ia kan juga ingin dipanggil seperti itu oleh Jaemin yang merupakan juniornya.
"Lucas-sunbae mengajak ku berkenalan. Lalu dengan tidak manusiawi, ia berlari dari ku setelah melihat Renjun-sunbae. Konyol sekali dia itu. Ingin ku hujat rasanya. Kemudian—"
![](https://img.wattpad.com/cover/150886374-288-k711718.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Your Blood • Nomin ✓
Hayran KurguIn which Jeno couldn't get enough of his secretary's blood. © Rayevanth, 2018