"Dasar bongsor."
Renjun memelototi Lucas yang sedang sibuk mengusap-usapi perutnya yang menggembung sedikit akibat terlalu banyak makan tadi.
Kau tahu? Tadi ia sudah membeli sepiring nasi goreng. Kemudian, ia menyuruh Renjun untuk membelikannya chicken noodles. Belum lagi, ia membeli satu cup pudding dengan rasa strawberry yang menyengat. Setelahnya, ia juga membeli satu kaleng susu putih dari dalam vending machine.
Coba saja kalau otaknya sebesar perutnya saat ini, gumam Renjun sinis sambil bersedekap ria.
"Omong-omong," Lucas angkat bicara secara tiba-tiba. "Kau tidak memakan bekal atau membeli makan siang di kantin, huh? Tidakkah kau lapar?"
Sebagai jawaban, Renjun hanya menggeleng. "Tidak, aku tidak lapar. Perut ku jauh lebih kecil dari pada milikmu yang sebesar gentong," jawabnya sinis. Ia tidak suka jika harus berhadapan dengan jenis orang yang banyak bertanya seperti Wong Lucas ini.
Tetapi, seperti biasa, Lucas memilih untuk menertawakan jawaban sinis Renjun ketimbang menumpahkan amarah atau kekesalannya pada ketidaksoapanan pemuda bermarga Huang tersehur. "Kau tahu? Kau harus makan yang banyak agar tubuhmu bisa setinggi aku dan daya tarikmu bisa melangkahi aku, HAHAHAHA!"
Mana sudi, gumam pemuda Tiongkok itu lagi sambil mencibir.
Langkah kaki keduanya membawa Lucas dan Renjun menghindar dari kerumunan murid yang akan berjalan kembali menuju ruang kelas mereka masing-masing. Kedua murid kelas sebelas itu lebih suka melewati koridor area Timur yang jauh lebih sepi. Terdapat berita menyeramkan yang tersebar di kalangan para murid---namun Lucas dan Renjun memilih untuk mengabaikan hal tersebut.
Saat berjalan menaiki tangga melingkar, Renjun tanpa sadar menarik ujung kemeja milik pemuda yang berjalan mendahuluinya itu.
"Kau serius ingin lewat sini...?" Tanyanya gemetar.
Lucas pun tertawa lebar, heran dengan kelakuan Renjun yang mendadak berubah. Tadi, pemuda itu sama liarnya dengan hyena tak bertuan. Tetapi sekarang, Renjun menjadi sama manisnya dengan marshmallow berbentuk kelinci yang sering Lucas beli di supermarket hanya karena sedang ada diskon super meriah.
"Tentu saja aku serius," Lucas menjawab pertanyaan Renjun sambil tersenyum. "Kenapa? Kau takut, manis?"
Dipanggil dengan sebutan seperti itu, wajah Renjun memerah. Kemudian, ia menyembunyikan wajahnya tersebut dengan menundukkan kepala---berharap agar Lucas tidak melihatnya. Entah kenapa, darah berdesir cepat merambati tubuh mungilnya saat Lucas memanggilnya begitu.
Tetapi, Renjun bukanlah Renjun jika menuruti apa kata hatinya.
Pemuda bermarga Huang itu lebih memilih untuk mendahului Lucas dengan sok berani. Ia menepakkan kakinya di seluruh anak tangga sambil mendengus sebal---seperti merasa kalah. Di belakangnya, Lucas terkekeh ria. Tampaknya, ia sudah berhasil selangkah.
Untuk apa? Tentu saja---untuk mendapatkan hati Huang Renjun.
Saat tiba di lantai dua, Renjun sedikit berlari meninggalkan Lucas yang mulai lelah dengan perilaku pemuda tersebut. "Yak, Renjun-ah!" Panggilnya lantang. "Jangan tinggal---"
"Aah, Jeno!"
"---kan... aku?"
Lucas terpaksa memotong kalimatnya saat ia dan Renjun mendengar sebuah suara erangan entah dari mana.
Mata keduanya terbelalak saat suara yang sama terdengar untuk kedua kalinya. Saat ini, Lucas mengandalkan indera pendengarannya guna mencari tahu ruangan mana yang pasangan itu pakai untuk bermesraan--lumayanlah, rekomendasi bagi Wong Lucas yang mengalami kondisi mesum tingkat dewa.
"J-Jeno!"
Lucas sempat mendengar nama temannya disebut---yang berarti hanya ada satu kemungkinan siapa dengan siapa sedang melakukan apa dan mereka melakukannya dimana.
Ia menyeret tangan Renjun agar mendekat menuju sumber suara---sebuah unit kesehatan sekolah yang sudah tidak begitu sering terpakai karena terdapat ruangan UKS baru yang lebih elit dan mewah di lantai pertama. "Ada apa sih---"
Baru saja Renjun ingin bertanya, Lucas sudah lebih dahulu mendorong pemuda itu agar semakin mendekat ke arah lobang pintu.
Sialan.
Dari sana, Renjun dapat melihat jika---seolah-olah---Jeno sedang melakukan hal tidak senonoh terhadap Jaemin di atas ranjang. Desahan yang ia dengar tak lain dan tak bukan merupakan milik pemuda bermarga Na tersebut. Peluh pun mulai membasahi kening Renjun saat ini.
Ia tahu---ia tahu jika Jeno tidak melakukan hal itu dengan Jaemin.
Kalaupun mereka mau melakukannya, mereka cukup tahu tempat untuk tidak menggunakan unit kesehatan sekolah sebagai tempat mereka melakukannya. Jeno adalah seseorang dari keluarga yang cukup elit, begitu pula dengan Jaemin---atau tepatnya, MinMin bersaudara. Renjun tahu benar itu.
Mengapa? Karena ia yakin benar jika apa yang Jeno lakukan terhadap Jaemin saat itu adalah---
"Oh, sedang 'makan' Jaemin ya?"
Renjun menatap Lucas dengan pandangan terkejut. Bagaimana dia... tahu?---seperti itulah arti tatapan matanya yang langsung dipahami Lucas begitu saja.
"Ah, Jeno adalah teman ku sejak kecil. Jadi aku tahu benar siapa dia---termasuk yang ia lakukan saat ini," jawab Lucas enteng sambil tersenyum kecut. Sungguh, ia tidak tertarik dengan pemandangan Jeno yang sedang mengambil darah Jaemin di ruangan berbau obat itu. Ia sudah terbiasa mengintip Jeno saat pemuda itu sedang meminum darah.
"Ah, jadi kau tahu kalau...?"
"Kalau Jeno itu vampire? Tentu saja aku tahu," lagi-lagi Lucas menjawab enteng. "Dan kau---Huang Renjun---dilihat dari segi manapun, kau ini jauh cinta pada pacar Na Jaemin itu, bukan?"
Wajah Renjun lagi-lagi memerah. Tebakan Lucas selalu benar! Tak tahu saja Renjun jika indera Lucas jauh lebih tajam dari pada manusia biasa---karena ia adalah werewolf.
"Kau... mau bantu aku?" Renjun memberanikan diri untuk bertanya pada Lucas yang saat ini menatapnya bingung.
"Bantu apa, huh?"
"Aku ingin melaporkan mereka berdua sehingga, entahlah, mereka putus... begitu," terang Renjun sedikit tidak jelas. "Aku benar-benar ingin menjalin hubungan dengan pemuda bermarga Lee itu! Ku mohon, Wong Lucas. Setelah ini, aku akan menuruti segala perkataanmu!"
Renjun benar-benar memelas pada pemuda di hadapannya tersebut. Sementara di lain sisi, Lucas tampak menimang-nimang jawabannya.
Ia sudah berjanji pada Jeno jika ia tidak akan mencampuri urusan hidup vampire mesum itu lagi. Tetapi, ia juga ingin membantu pujaan hatinya yang sedang jatuh cinta itu. Menurut Lucas yang bodoh, setidaknya... melihat Renjun bahagia itu sudah menjadi suatu kebahagiaan tersendiri bagi Lucas. Karenanya---
"Baiklah, apa yang bisa ku bantu?"
Renjun pun mengeluarkan ponselnya dan menyerahkan benda berbentuk balok itu pada Lucas yang bermandikan peluh.
"Apa ini...?" Pemuda bertinggi lebih dari seratus delapan puluh itu mengernyit.
"Kau tolol ya?! Tentu saja---rekam keduanya dengan ponsel itu!" []
.
.
.
—tbc.
vomment yaaaa hehe♡♡
Ayyey~~ double update ^^
KAMU SEDANG MEMBACA
Your Blood • Nomin ✓
FanfictionIn which Jeno couldn't get enough of his secretary's blood. © Rayevanth, 2018