25

11.5K 1.8K 158
                                    

BRAAAAK!

"Mana si Renjun?"

Seisi kelas bergidik ngeri saat Jeno tiba-tiba membanting pintu dan muncul dari sana dengan mata mengkilat seolah sedang mencari mangsanya.

"Aku tanya, MANA SI RENJUN?" Jeno sedikit meninggikan nada bicaranya.

Jarang sekali ketua OSIS ini bisa marah, batin semua teman sekelasnya yang lebih sering melihat sisi pemalas Jeno. Mereka pikir, pemuda bermarga Lee itu terlalu malas untuk marah.

Tak ada jawaban, Jeno pun merasa kesal. Ia segera mendatangi meja salah satu temannya, Yoon Sanha, yang sangat pemalu dan saat ini jutru semakin menundukkan kepalanya karena takut akan amarah ketua OSIS-nya yang luar biasa menakutkan.

"Sanha-ssi."

Suara yang keluar dari mulut tipis Jeno sangatlah dingin---menandakan pemuda itu sedang terbawa emosi.

"Ya... Jeno?" Sanha pun menjawab dengan takut-takut.

"Apakah kau lihat dimana si brengsek Huang Renjun?"

Perlahan tapi pasti, bocah ber-rambut keriting yang menunduk itu segera mendongak dan menggeleng. "T-tidak, aku t-tidak lihat, J-Jeno-ssi," jawab Sanha dengan suara yang bergetar dan air mata yang hampir mengucur keluar dari kelopaknya.

Melihat hal itu, Jeno pun tertawa.

"Aku tidak marah padamu, jadi santai saja," Jeno berujar dengan suara yang lembut. Ia tahu jika Sanha mudah takut---dan pasti ia salah mengira jika Jeno marah pada semua orang.

"Kalau begitu, terima kasih Sanha-ssi," Jeno menundukkan kepalanya sebentar untuk pamit, lalu pergi dari hadapan Sanha---meninggalkan ribuan kupu-kupu yang tinggal di perut bocah itu.

"I-iya... sama-s-sama."

Sanha menjawab begitu lambat sehingga tentu saja, Jeno tidak dapat mendengarnya.

Pemuda bermarga Lee itu telah menghilang dari kelasnya dan pergi ke beberapa kelas lain guna mencari orang yang sama---Huang Renjun sialan itu.

"Ah," Jeno membulatkan matanya saat ia melihat seseorang. "ZHONG CHENLE!"

"Ya, sunbaenim?"

Chenle tersenyum sumringah dengan gigi gingsulnya yang ia tonjolkan. Sementara itu, matanya menyipit karena terkena paparan sinar matahari yang menyengat.

"Kau lihat saudaramu tidak?"

Bocah yang lebih muda satu tahun itu mengernyit. Kemudian, ia berujar dengan suara ultrasoniknya.

"TIDAK. AKU TIDAK LIHAT," serunya lantang. "Memang kenapa si tampan itu? Renjun 'kan yang kau maksud?"

Dasar incest, batin Jeno sambil menghela nafas. Kemana sih bocah Tiongkok itu? Kenapa tidak terlihat secuil saja batang hidungnya dimana-mana? Mungkinkah dia bersembunyi karena takut?

"Ya sudah, kalau begitu aku pergi dulu ya," ujar Jeno sambil melambaikan tangannya. Namun, tidak ada satu menit, pemuda itu membalikkan badannya lagi.

"Kenapa lagi, sunbae?"

"Nana baik-baik saja, 'kan?"

Oh, khawatir toh, gumam Chenle terkekeh. Ia suka sekali dengan pasangan itu---maksudnya, Jeno dan Jaemin. Katanya, mereka sangat serasi dan terlihat cocok satu sama lain.

"Iyaaa, sunbae. Nana-mu itu baik-baik saja. Dia justru---"

"Ya sudah, thank you," seru Jeno yang kali ini benar-benar pergi dari hadapan Chenle guna mencari wakil ketua OSIS-nya yang brengsek.

Your Blood • Nomin ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang