PROLOG

5K 231 1
                                    

Daffi baru saja pulang ke rumah setelah tiga hari bertugas membawa penumpang ke beberapa kota. Ia masuk ke dalam rumah dengan langkah hati-hati. Ia ingin memberi kejutan untuk istri dan anak gadisnya. Karena untuk pertama kalinya ia diperbolehkan pulang cepat.

Kedua tangannya memegang kue ulang tahun berukuran sedang. Di atas kue tersebut bertuliskan 'selamat ulang tahun istriku'. Ia mengintip dari lubang kunci kamar istrinya. Senyumnya seketika mengembang, ia melihat istri dan anaknya sedang nonton tv bersama.

Daffi langsung saja masuk dan berteriak heboh, tak lupa menyanyikan lagu selamat ulang tahun.

Qian dan anaknya kaget sekaligus bahagia.

"Selamat ulang tahun, istriku." ucap Daffi seraya mencium kening Qian.

Qian tersenyum manis, "Makasih, ihhh kamu kok pulang gak bilang-bilang sih?"

"Sengaja, kejutan kecil hehehe." kekeh Daffi. Ia menatap anak gadisnya yang sudah merentangkan tangannya lebar-lebar. Daffi tersenyum kecil lalu meletakkan kuenya di meja. Kue itu sengaja dibuat tidak ada lilinnya jadi ya tidak ada acara tiup meniup.

"Razita?" panggil Daffi pada anak gadisnya. Lengkapnya Razita Blyss.

Yang dipanggil pun langsung berhambur ke pelukan ayahnya.

"Ayah, Zita kangen!!!" gumamnya. Ya, walaupun keluarga kecil ini tinggal di Amerika. Qian selalu mengajarkan Zita berbahasa Indonesia. Jadi, Zita hanya memakai bahasa Inggris jika berada di sekolah saja.

"Ayah juga kangen Zita." balas Daffi.

Zita melepaskan pelukannya, ia menatap ayahnya.

"Ayah, aku pengin pindah ke Indonesia." ucapnya tanpa berbasa-basi. Inilah Zita, tak suka bertele-tele.

"Kok mendadak?" tanya Daffi heran.

Qian berdeham, "Sebenernya udah lama dia pengin pindah. Cuma kamu kan baru ada waktu buat ngobrolnya sekarang." ujarnya.

Daffi menghela napasnya, "Tapi kamu kan lagi hamil, perjalanan ke sana juga jauh. Aku gak mau kamu kecapek-an." balasnya.

Zita mendengus, "Bunda baru hamil tiga minggu, Yah. Gak apa-apa kali naik pesawat juga." ucapnya keukeuh.

Daffi berpikir sejenak, lalu ia mengangguk.

"Ayah juga mau berhenti jadi pilot." kalimat Daffi yang baru saja dilontarkan membuat kedua wanita itu membelalakkan matanya.

"Maksud kamu apa?" tanya Qian.

"Iya aku mau berhenti, aku mau ngurus perusahaan ayah aja di Indonesia. Aku jarang ada waktu buat kalian selama belasan tahun ini." lirih Daffi.

Ya, memang benar. Selama belasan tahun ini Daffi sangat jarang di rumah. Bahkan saat Qian melahirkan Zita, Daffi tak ada di sampingnya karena tugas.

"Beneran gakpapa, Yah? Maafin aku ya banyak maunya." ucap Zita.

Daffi mengacak gemas rambut anaknya, "Ayah gak mau menyesal lagi kali ini. Ayah harus ada di samping Bunda saat dia lahiran adik kamu. Pokoknya ayah mau kita sering-sering kumpul gini."

Qian dan Zita memeluk Daffi. Kepala keluarga itu selalu menuruti maunya mereka. Daffi lebih mementingkan kebahagiaan keluarganya dibandingkan apapun.

Sebenarnya Daffi tahu betul apa alasannya Zita ingin pindah. Namun, Zita tak mau menceritakannya pada kedua orang tuanya. Daffi tak ambil pusing dengan itu semua.

"Sayang, kamu beneran mau sekolah di Indonesia?" tanya Daffi lagi.

Zita melepas peluknya, ia mengangguk semangat.

"Berarti kamu disana kelas 11." ucap Daffi.

"Aku udah tau, Bunda yang cerita."

"Mau kapan pindahnya?"

"Ini bulan Juni, tahun ajaran biasanya bulan Juli atau Agustus. Berarti kamu ada waktu sebulan untuk beradaptasi di lingkungan baru sana. Semoga kamu betah ya disana." jelas Qian mengelus puncak kepala anaknya.

Zita mengangguk, "Bun, disana orangnya baik-baik gak?"

"Baik kalo kamunya juga baik." sahutnya.

"Seminggu lagi kita berangkat. Ayah mau ngurusin semuanya dulu."

"Beneran Yah?"

"Iya."

"YESSS! MAKASIH AYAH, BUNDA. AKU SAYANG KALIAN. MMMUACCH."

Daffi dan Qian hanya mampu menggeleng-gelengkan kepalanya. Zita keluar dari kamar orang tuanya dan pergi ke kamarnya untuk membereskan barang-barang.

"Aku gak nyangka, temen-temennya jahat banget sama dia." ucap Qian tiba-tiba.

Daffi menoleh, "Mereka iri karena Zita kemarin menang lomba cerdas cermat IPA. Jadinya Zita dijahilin biar gak betah."

"Ya iri sih iri, tuh liat anak kita badannya lebam semua."

"Mereka udah di keluarin kok dari sekolah itu. Seengganya gak bakal ada yang ngalamin kejadian yang Zita alami."

Qian menghembuskan napasnya lega. Ia sungguh benci dengan yang namanya 'pembully-an'. Dan sialnya, anaknya yang menjadi korban.

Ia hanya berharap, Zita bisa membuka lembaran baru di tempat yang baru. Indonesia.

--------------------------------------------

I wanna be yours after marriage life :v

Cerita ini aku fokuskan ke Razita. Anak Daffi dan Qian.

Jangan lupa vote dan komentarnya :)

FIRST (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang