Suara ketukan pintu mengusik tidur nyenyak Zita. Terpaksa ia bangun dan membukakan pintu kamarnya.
"Pagi Non Zita, sarapan dulu yuk." Ajak Ina, Bibi pembantu rumah ini.
Zita tersenyum, "Iya tapi aku mandi dulu, Bi." sahutnya.
Bibi Ina pun mengangguk dan menutup kembali kamar anak majikannya. Zita membuka balkon kamarnya, kebiasaannya 11 12 dengan Qian. Menghirup udara segar di pagi hari seraya merentangkan tangannya.
Setelah puas menghirup udara, ia langsung bergegas mandi.
Lima belas menit kemudian....
Zita sudah rapi dengan pakaian serba hitam, ia berniat akan berziarah ke makam kakeknya. Papah Qian.
Ia melangkahkan kakinya menuju dapur, ia langsung memakan makanan yang telah disajikan. Ia berniat untuk menanyakan alamat pemakamannya pada bibi Ina.
Tak butuh waktu lama untuk menghabiskan makanannya. Zita menghampiri bibi Ina yang sedang menata letak vas bunga.
"Bi, where---emm sorry. Dimana pemakaman kakekku? Bisa kasih tau alamatnya?" tanya Zita susah payah, walaupun ia bisa berbahasa Indonesia, tetap saja belum terlalu fasih.
Bibi itu pun tersenyum memaklumi, "Sebentar ya bibi tulisin dulu di kertas." Ujarnya seraya mengambil secarik kertas di atas meja.
Bibi Ina menulis alamatnya secara detail.
"Oh ya Non, apa mau bibi antar?" tawarnya. Zita menggeleng.
"Aku sekalian mau jalan-jalan, Bi. Aku mau melihat Monumen Nasional di Jakarta Bi." ucapnya.
"Ohh, mau ke Monas."
"Hah? Monas?"
"Iya, kalo kamu mau kesana. Naik taksi aja biar gak nyasar, jangan naik mobil ya."
"Iya lagipula ayah belum mengizinkan aku untuk naik mobil, Bi. Ya udah aku pergi dulu ya, Bi. Dadah."
Zita melangkahkan kakinya keluar rumah, tak lupa ia menyapa satpam paruh baya yang membukakan gerbang.
"Good morning..." sapa Zita ramah.
Satpam itu hanya menganggukkan kepalanya.
"Aduh neng, mamang teh teu ngarti." (Aduh neng, mamang tuh gak ngerti)
Zita terkekeh, "Selamat pagi, Pak."
"Ya pagi juga, Neng. Panggil mamang aja, mang Rahmat." ujar Satpam itu.
"Mamang?" Zita mengernyit, lalu ia tersenyum dan berpamitan.
Beberapa menit menunggu, akhirnya ada taksi yang lewat. Ia segera menyetop taksinya dan memberikan alamatnya.
"Ke pemakaman?" tanya supir itu.
Zita mengangguk.
**********
Setelah merapalkan doa untuk almarhum sang kakek, Zita bangkit dan segera pergi. Baru saja berjalan dua langkah, matanya menangkap sosok yang tak pernah pergi dari pikirannya sejak semalam.
Ia menyipitkan matanya untuk memastikan. Ia pun memutuskan untuk menghampiri cowok itu.
"IBU! KENAPA IBU PERGI SAAT AKU LAGI GAK ADA DISINI?! KENAPA BU?!" teriak cowok itu frustasi. Zita terkesiap saat mendengar teriakan dengan suara serak itu.
"AKU PENGEN NYUSUL IBU! BUAT APA AKU HIDUP KALO DISINI CUMA SENDIRI?! AKU SENDIRI BU, INI SEMUA GARA-GARA AYAH!!! AKU BENCI SAMA AYAH."
Zita memandang lekat cowok itu, ia ikut meneteskan air matanya. Ia bisa melihat jelas sorot mata cowok itu. Terluka.
"Wikan kesepian, Bu. Wikan sendirian disini." lirih cowok itu. Zita sekarang tahu nama cowok blasteran itu. Wikan.
Ia tak tahan lagi, Zita pun ikut berjongkok di sebelah cowok itu.
"Kamu gak sendirian." ucap Zita yang membuat cowok itu menoleh.
"Aku yang kemarin duduk di sebelah kamu." lanjutnya.
Cowok itu menghapus kasar wajahnya, ia mengabaikan Zita.
"Terkadang kehilangan seseorang yang sangat berarti itu memang menyakitkan. Tapi, semua ini takdir Tuhan. Kita manusia biasa, gak bisa nyegah yang namanya takdir Tuhan. Apalagi menyangkut nyawa. Harusnya kamu berdoa untuk ibu kamu, bukan malah berniat menyusulnya. Ibu kamu bakal sedih kalo liat anak tampannya nangis, kan jadi jelek tuh muka kamu." ucap Zita panjang lebar. Ia terkekeh di akhir kalimatnya.
Cowok itu menyerap baik-baik perkataan Zita, ia mengelus nisan ibunya. Lalu ia bergumam seraya menoleh ke arah Zita.
"Terima kasih." balas cowok itu dengan senyum tipisnya.
Zita mengangguk, ia menepuk pundak cowok itu untuk memberinya kekuatan.
"Salam kenal, Wikan. Aku Zita. Takdir Tuhan itu indah, buktinya kita dipertemukan lagi. So, jangan menyesal dengan apa yang telah terjadi. Kamu lihat langit, ibumu sudah bahagia disana dengan segala kedamaiannya." Senyum Zita tak pernah luntur dari wajahnya. Ia berdiri dan sekali lagi menepuk pundak cowok itu.
"Semoga kita bisa bertemu lagi." ujar Zita lalu pergi meninggalkan area pemakaman.
Wikan menatap Zita dari kejauhan, "Ya semoga." gumamnya.
---------------------------------------
Cuma 700words hehe maaf ya aku lagi di kampung soalnya jadi susah nyari waktu buat nulis.
Dukung ubby terus okay :)
Jangan lupa vote dan commentnya :)
