1

3.2K 227 6
                                    

Zita berkali-kali mendengus sebal, karena ia harus ke Indonesia sendiri. Dikarenakan Daffi dan Qian masih ada urusan, entah urusan apa Zita tidak tahu. Tetapi itu tak masalah sih sebenarnya, yang terpenting ia akan membuka lembaran baru di tempat yang baru. Ia benar-benar muak dengan kelakuan semua teman-temannya di sekolah.

Disinilah Zita, bandara. Ia menatap koper besarnya dan beralih ke jam yang melingkar di tangannya. Ia tersenyum kecil, sepuluh menit lagi ia akan naik pesawat menuju Indonesia.

Ia memutuskan menelfon Qian untuk mengurangi rasa bosannya. Panggilan langsung tersambung.

"Iya ada apa, Sayang?"

"Gak ada apa-apa sih, Bun. Aku cuma mau nelfon bunda aja."

"Kayaknya tadi Bunda liat tiket kamu sebentar lagi berangkat deh."

"Iya, Bun. Oh ya kata ayah anaknya Om Raka sama Tante Qinthara kembar ya?"

"Iya kembar. Umurnya beda setahun sama kamu. Nanti kalian satu sekolah kok. Dia kelas 10. Nanti mereka semua ikut jemput kamu di bandara."

"Cewek apa cowok, Bun?"

"Cewek, namanya Rina dan Rani."

"Oh ya udah aku tutup ya, Bun."

"Kamu jaga kesehatan ya, nanti kalo urusan ayah udah selesai kita langsung kesana."

"Oke, Bunda juga ya."

Zita memutuskan telfonnya, ia menyeret koper besarnya. Setelah beberapa menit mengurus semuanya, ia beserta penumpang lainnya masuk ke dalam pesawat.

Zita duduk sesuai nomornya, ia melihat sampingnya sudah terisi seorang cowok memakai topi hitam. Zita langsung saja menyapa cowok itu. Karena ia tidak suka suasana canggung.

Ia mengulurkan tangannya, "Hi, Mr? What's your name?"

Cowok itu membuka topinya, ia menatap datar Zita. Kedua mata cowok itu sembab dan ada lingkaran hitamnya. Zita meringis melihat wajah kusut cowok itu. Beruntung wajahnya tampan, jadi tetap terlihat mempesona.

Bukannya menerima uluran tangan Zita, ia malah memeluk erat tubuh Zita. Zita yang kagetpun berniat untuk berteriak, namun ia urungkan setelah mendengar isakan kecil dari cowok itu.

Zita memberanikan diri untuk membalas pelukan itu.

"Don't cry, i'm here." bisik Zita menenangkan, walau sebenarnya ia terkejut setengah mati.

Cowok itu melepaskan pelukannya, ia kembali duduk dengan posisi seperti awal.

"Sorry,..." lirihnya. Zita tersenyum tulus, ia melihat selembar foto yang digenggam oleh cowok bule itu.

"Who is she?" tanya Zita.

"My mom." jawabnya singkat.

Zita teringat sesuatu, tujuannya kan ke Indonesia. Otomatis cowok di sampingnya juga mau ke Indonesia.

"Do you can speak---"

"Ya, bisa."

Zita mendengus sebal, ia paling tak suka perkataannya dipotong. Ia menatap cowok itu, yang ditatap pun menoleh.

"Ada apa?" tanyanya dingin.

Tadinya Zita ingin menanyakan perihal alasan mengapa cowok itu memeluknya dan---menangis? Namun ia urungkan karena cowok itu menatapnya dingin.

Jujur saja, untuk pertama kalinya ia dipeluk oleh seorang cowok selain ayahnya. Ia merasakan jantungnya berdebar kencang, entah mengapa.

Zita lagi-lagi terkejut saat kepala cowok itu bersandar di bahunya, ia menatap cowok itu yang tertidur. Secepat itukah ia tidur? Mungkin ia lelah menangis?

Zita membiarkan cowok itu meminjam tanpa izin bahunya, matanya ia fokuskan pada selembar foto yang digenggam erat oleh cowok itu. Ia langsung berasumsi, pasti penyebab cowok di sebelahnya ini menangis karena ada sesuatu yang terjadi pada ibunya. Zita berharap semoga semuanya baik-baik saja. Ia tak tega melihat cowok itu menangis.

Zita mengelus rambut cowok itu yang terlihat acak-acakkan. Sungguh jika diperhatikan lebih intens wajahnya sangat tampan. Jantung Zita kembali berdebar kencang, seingatnya ia tak memiliki riwayat penyakit apapun. Setelah ini ia harus bertanya pada Bundanya di telfon untuk memastikan.

Zita menguap lebar, ia memutuskan untuk tidur juga. Ia akan menanyakan nama pria di sampingnya saat bangun nanti. Huh, ia gugup karena di sampingnya cowok itu benar-benar tampan.

**********

Untuk pertama kalinya Zita menghirup udara malam di negara Indonesia. Baru saja ia sampai setelah menempuh waktu berjam-jam.

Zita duduk di depan kafe, ia menunggu teman orang tuanya yang akan menjemputnya.

Ia menopang dagunya, ia memikirkan seorang cowok yang memeluknya saat di pesawat tadi. Ia sedikit kesal karena saat bangun cowok itu sudah pergi entah kemana.

"Namanya dia siapa, ya? Huh, harusnya tadi aku gak usah tidur." keluh Zita.

Seseorang tiba-tiba menepuk pundaknya, Zita menoleh dan tersenyum kikuk.

"Kamu Razita, 'kan?" tanya pria bertubuh tinggi itu.

"I-iya?"

"Duh gak usah takut, kenalin ini Om Raka. Temen ayah sama bunda kamu." ucap Raka dengan senyum tipisnya.

Tiba-tiba datang lagi tiga wanita menghampiri mereka.

"Papa! Mana kak Razitanya?"

Zita melihat dua cewek berwajah mirip. Pasti ini yang diceritakan Bunda tadi.

Zita langsung saja menghampiri mereka, "Aku Razita, kalian bisa panggil Zita. Emm hai Tante." ucapnya seraya tersenyum.

"Wah bule, Rin." teriak kembarannya heboh. Sedangkan yang dipanggil 'Rin' hanya mengangguk saja.

"Hai, Zita. Ini anak Tante, yang ini Rina, nah yang ini Rani. Tante sahabat deket bunda kamu, semoga kamu betah ya disini." ujar Qinthara.

Zita menggaruk tengkuknya, "Aduh aku gak bisa bedainnya, Tan."

"Gampang kok, kalo Rina judes, sebaliknya kalo Rani rusuh."

"IHHH PAPA!!!" kesal Rani.

Zita terkekeh, ia merangkul dua anak kembar itu.

"Hai Rina, Rani." sapanya ceria.

Rina hanya mengangguk dan tersenyum tipis. Sedangkan, Rani sudah mengajaknya mengobrol seraya berjalan ke arah mobil Raka.

"Tuh muka mirip amat sama Daffi ya, Ma." ucap Raka langsung diberi anggukan setuju oleh Qinthara.

"Iya bener. Yuk buruan udah malem." Ajaknya.


Raka melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang, mobil mereka tak sepi karena Rani berceloteh ria.

"Ran, berisik." protes Rina seraya menyumpal telinganya dengan earphone.

"Ah gak seru amat sih lo!" kesal Rani.

"Oh iya, kamu mau tinggal di rumah Tante atau langsung ke rumah kamu aja?" tanya Qinthara kepada Zita.

"Ke rumah Ayah langsung aja, Tante. Soalnya aku mau rapihin barang-barangku." jawabnya.

"Tapi kan kamu belum tau daerah sini, emang gak takut nyasar?" tanya Raka.

Zita menggeleng, "Enggak Om, kata Bunda ada bibi sama satpam yang jaga rumah. Jadi aku bisa nanya ke mereka." ucapnya.

Raka hanya mengangguk, ia akhirnya mengantarkan Zita ke rumah Daffi yang di bangun beberapa tahun lalu.

Zita memejamkan matanya, pikirannya masih tertuju pada seorang cowok yang duduk di sampingnya itu. Ia masih bisa mengingat jelas wajah tampan cowok itu. Entahlah ia merasa sangat nyaman saat cowok itu memeluknya erat, seakan takut kehilangan dirinya. Zita hanya bisa berharap agar dipertemukan lagi dengan cowok itu. Dan tak lupa menanyakan nama cowok itu.

------------------------------------------

Suka gak?
Kalo banyak yang suka aku lanjut.

jangan lupa vote dan komentarnya ya :)

-LIKUBBY-

FIRST (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang