9

2.3K 206 1
                                    

HAPPY 1K READS!!! Makasih banget yang udah ngeluangin waktunya buat baca cerita ini. Sebagai ucapan terima kasih, Ubby update cepet sesuai permintaan kalian. ♡♡♡ luv u<3

HAPPY READING!☆

-
-
-
-

Wikan melempar sapu lidi yang ia pakai untuk membersihkan dedaunan ke sembarang arah. Ia mengelap peluh di sekitar wajahnya.

"Huh! Akhirnya selesai juga!" ucap Zita seraya mendaratkan bokongnya di bawah pohon rindang.

Wikan ikut mendudukkan diri di samping Zita. Sebenarnya, mereka tidak hanya berdua membersihkan taman belakang ini, dua OB membantu mereka.

"Lain kali kalo dihukum begini, panggil kita aja Den, kan kita petugas disini. Mamang jadi gak enak, kan kamu yang gaji mamang." ujar Mang Dadang.

"Saya yang dihukum, kenapa bapak yang harus capek. Gaji? Ya kan itu juga upah kerja buat bapak. Makasih bantuannya, ya, Pak." ujar Wikan.

Zita menatap takjub sikap Wikan yang dewasa. Wikan sangat menghormati orang yang lebih tua. Kecuali, ayahnya.

"Mamang tadi beliin minuman nih buat kalian. Semangat ya belajarnya." ucap Mang Ardi.

Wikan mencium punggung tangan kedua OB tersebut. Diikuti dengan Zita.

"Aduh, Non, Den, tangan saya kotor." ujar Mang Ardi tak enak hati.

"Gakpapah, Mang. Makasih banget ya udah bantuin kita jadi cepet selesai, minumannya juga hehe." kata Zita.

Mang Dadang berbisik pada Wikan, "Pacarnya Den Wikan ya?" tanyanya.

"Calon, Pak." jawab Wikan seraya menyengir.

"Cantik bener dah, bule." ujar Mang Dadang.

"Jangan digebet ya, Pak." kekeh Wikan yang diacungi jempol oleh Mang Dadang.

"Siap atuh, mamang mah selalu setia sama istri di rumah. Walau janda kampung sebelah lebih menggoda, ahay!"

Wikan dan Zita terkekeh melihat tingkah kocak OB tersebut.

Kedua OB itupun berpamitan untuk kembali bekerja. Wikan dan Zita juga kembali duduk di bawah pohon rindang. Angin sepoi-sepoi menyapu kulit mereka.

"Mereka berdua udah gue anggep kayak sodara. Setiap gue kesepian, mereka selalu nemenin gue disini, di taman ini." ucap Wikan membuka pembicaraan.

Zita tersenyum memperlihatkan dua lesung pipi yang terpatri di pipi gembulnya. Lesung pipinya tak sedalam milik Daffi, walau begitu tetap tak kalah manis.

"Ternyata kamu baik ya. Pinter, rajin, rapi, baik, sopan, ganteng." Celetuk Zita keceplosan.

Wikan menoleh, "Cie muji." godanya.

Zita mengatupkan bibirnya, "Gak muji kok enggak, cuma nyebutin fakta aja." gugupnya.

Wikan hanya mengangguk-anggukkan kepalanya saja.

"Tadi pas aku nyapu sama Mang Ardi, kata dia kamu pemilik sekolah ini. Emang bener?"

Wikan mengangguk, "Lebih tepatnya punya Ibu." ujarnya.

"Tapi kenapa kamu keliatannya kayak murid biasa aja, maksud aku, kamu gak keliatan nonjolin kalo kamu pemilik sekolah ini."

"Gue sengaja nutup identitas, cuma guru, staf, anak enam, lo sama Tiara yang tau doang." jelasnya.

"Berarti si Ravi itu gak tau dong siapa kamu sebenernya?"

Wikan menggeleng.

"Yah! Harusnya kamu kasih tau dong! Biar dia gak ngehina kamu terus." protes Zita.

FIRST (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang