Sana bisa lebih tenang sekarang. Ia tidur nyenyak hampir sepanjang waktu. Saat bangun, ia akan berbaring tenang dan memusatkan tatapan mata cokelatnya pada kepalan tangannya yang mungil.
"Tidak akan lama lagi." ujar Sana sambil tersenyum.
Dari balik jendela, ia berdiri menatap Seoul di bawah sana. Sinar bintang setengah menerangi, setengah menyembunyikan. Di kejauhan, siluet gedung-gedung kota yang berkabut tipis membuatnya seperti kota yang terbuat dari kardus.
Lamunan Sana buyar saat sebuah lengan melingkar di perutnya dan pundaknya memberat akibat kepala Daniel yang bersandar disela ceruk lehernya. Pria itu baru saja kembali setelah membersihkan dirinya. Rambut basah yang belum di keringkan sepenuhnya itu menetes di atas pundak Sana.
"Tak ada tempat lain yang seperti ini." ucap Daniel.
"Seperti apa?" tanya Sana bingung.
"Seoul. Ini kota ajaib dan tidak nyata."
Sana tertawa kecil mendengarnya, "Kota ini mirip dengan tempat manapun."
Daniel menghela napas dengan kekasih keras kepalanya itu. "Tidak! Kau tidak mengerti. Aku pergi ke Jeju dan itu tidak sama. Aku juga pernah ke Busan sekali untuk menjenguk teman kantorku yang sakit. Dan Busan tidak sama. Seoul ini misterius. Seperti, mimpi. Rumah-rumah dan jalan-jalannya tidak tampak nyata. Orang-orangnya juga tidak."
Sana terdiam, entah mengapa saat Daniel berkata seperti itu ia teringat akan pria pencuri gelang -Jungkook itu dan kejadian hari ini. "Mereka cukup nyata, saat berkelahi dan membentak satu sama lain." kata Sana.
"Tapi semua itu seperti mimpi. Tentang perkelahian ataupun kekerasan. Mereka tidak benar-benar merasakan hal ini. Seakan semuanya terjadi dalam mimpi. Siapa saja tidak ingin mengharapkannya." ujar Daniel.
Daniel tahu, selama ini ia menangani berbagai persoalan yang terjadi. Dengan interogasi semuanya bisa terungkap. Alasan mengapa mereka semua melakukannya. Dunia memang keras.
"Seoul tidak ada bedanya dengan tempat manapun."ujar Sana tegas. "Hanya imajinasimulah yang membuatnya berbeda. Tapi itu tidak apa-apa, selama membuatmu bahagia." sambung Sana dengan nada baik hati.
Daniel tersenyum sambil mengecup pipi Sana lembut. "Gomenasai -maaf, aku tidak bisa menemanimu sejak kedatanganmu." kata Daniel.
"Aku tahu, tidak apa-apa kau sibuk kan?" ucap Sana melepaskan pelukan Daniel sambil tersenyum miris.
Ia sebenarnya rindu menghabiskan waktu bersama Daniel. Menjalin hubungan jarak jauh bukanlah hal yang mudah. Dan saat seperti ini seharusnya Sana mendapatkan bayaran dengan waktu yang tak terlalui oleh keduanya.
Tujuannya kemari juga bukanlah karena tidak ada maksud. Seharusnya hari ini Sana bertemu dengan kedua orangtua Daniel. Namun karena kesibukan Daniel, lagi-lagi hal itu harus ditunda. Tapi Sana harus mengerti Daniel dan pekerjaannya.
"Aku sungguh menyesal. Seharusnya aku menghabiskan waktu denganmu." kata Daniel. Setidaknya ia tahu apa kesalahannya dan ia menyesal.
"Arrgh! Jika saja aku bisa menangkap para bedebah sialan itu, mereka sungguh menyulitkanku." ujar Daniel.
"Bedebah?" tanya Sana.
"Eung, saat ini di Seoul sedang terjadi kasus pencurian skala besar. Mereka mencuri barang-barang penting negara dan menjualnya dengan harga tinggi ke dalam ataupun luar negeri. Kelompok ini sudah lama kami incar, tapi mereka selalu saja bisa melarikan diri. Sial!" ujar Daniel kesal.
"Apa mereka berbahaya?"
"Menurutmu? Apa mereka sebenarnya mau melakukan hal ini? Aku tahu mereka memiliki alasan sendiri, tapi dengan keadaan mereka yang seperti itu, mereka tidak akan mengenal kata baik ataupun buruk. Mereka sudah menjadi buronan sekarang." ucap Daniel.
KAMU SEDANG MEMBACA
Happy Together (Completed)
FanfictionIt is all about forsaking the desire to own someone and still loving them with your heart and soul.