30. Tidak Direncanakan

716 148 88
                                    

Jina selalu mendidik anak-anaknya untuk tidak memakai kekerasan dalam aspek apapun. Dan Eunji, menerapkannya. Wanita itu juga pernah berjanji pada dirinya sendiri, bahwa dia tidak akan pernah melakukan tindakan fisik pada siapapun. Karena didikan ibunya, ia jadi sangat membenci kekerasan dalam bentuk dan alasan apapun. Tapi, kejadian tiga bulan lalu, seolah menampar kesadarannya. Ia melanggar janji pada dirinya sendiri. Hari itu, dia lepas kendali, emosinya mengendalikan gerak tubuhnya. Dia menampar Chanyeol; kekasihnya. Mungkin, ia bisa memaafkan dirinya untuk kejadian yang pertama itu. Ia menyugestikan dirinya, bahwa itu adalah gerak refleks untuk melindungi dirinyaㅡterlebih hatinyaㅡsendiri dari Chanyeol, yang telah mengecewakannya. Bagaikan mimpi buruk yang terus diingat, kejadian itu terulang lagi. Dirinya sama sekali tidak menyangka akan menampar orang lagi. Lebih tidak percayanya, ia menampar sosok yang sama untuk kedua kalinya. Menampar seseorang yang sudah menjadi bagian dari alasan jantungnya tetap berdetak.

Bunyi tamparan itu sudah hilang bunyinya, namun rasa perihnya masih tersisa. Dua menit tujuh belas detik, hening memeluk ketiga orang yang menjadi atensi di sekitar salah satu pintu kedatangan dari luar negeri itu. Satu wanita menatap lelaki yang tadi ia tampar, pun dengan sebaliknya. Napas sang wanita terdengar memburu. Kejadian tiga bulan yang lalu akhirnya terulang lagi. Seakan kaset kusut yang hendak rusak, memori penglihatannya terus berfokus pada adegan tamparan di dua tempat yang berbeda. Tangannya yang sudah ia turunkan mulai bergetar dalam kepalannya, matanya mendadak bergerak gelisah. Entah dari mana asalnya, bulir-bulir keringat muncul di sekitar keningnya.

Tidak mungkin!

Adalah Chanyeol yang menatap wanita di hadapannya dengan tatapan khawatir. Dalam benaknya, hanya satu kata yang terlintas. Histeris. Sebelum hal itu terjadi atau wanitanya lepas kendali di ruang publik, Chanyeol melangkahkan kakinya mendekat ke arah wanitanya. Namun sayang, tindakannya kalah cepat dengan orang yang tadi ia peringati. Langkahnya terhenti begitu saja, tapi tidak dengan matanya yang tetap melihat ke arah depan.

Chanyeol masih senantiasa diam di tempatnya berdiri. Tangannya mengepal begitu tahu kalau sosok lelaki itu memeluk wanitanya, mencoba menenangkan wanitanya dalam jangka pelukan hangat dada bidang itu. Matanya juga menangkap kecupan ringan di kepala wanitanya yang masih merancau tak jelas di pendengaran Chanyeol.

Aku ... menamparnya? La ... gi?

"Apa aku menamparnya?" tanya Eunji dengan suara lirih.

Lelaki itu mengusap punggung Eunji dengan tempo pelan. Ia tahu, kalau kondisi Eunji sekarang tidak memungkinkan untuk menjawab jujur pertanyaan itu. Meskipun dirinya sempat bingung akan menjawab apa, dan sedang berada di situasi apa, tetapi lelaki itu berhasil mengesampingkan rasa kuriositasnya. Yang utama saat ini adalah, membuat wanita dalam dekapannya itu tenang. Ya, hanya itu.

"Tidak, Ji. Kau tidak menamparnya."

Eunji menggenggam erat pakaian yang dikenakan lelaki itu. Matanya menatap kesegala arah untuk menyalurkan rasa gelisahnya. "Aku ... menamparnya, bukan?"

Sepertinya Eunji sedang merancau. Dia terus mengucapkan kalimat yang sama untuk kesekian kalinya. Rancauannya menjadi tak terkendali saat mata Eunji tidak sengaja bertemu tatap dengan mata Chanyeol.

"Aku menamparnya, Junmyeon. Aku menamparnya."

*

Sora mendengus saat batang hidung Chanyeol tidak terlihat. Tadi pagi dia sudah bilang pada anaknya, jika anaknya itu harus menjemputnya di bandara. Tapi, mengapa sampai saat ini anaknya tak kunjung datang juga? Sora sudah mencoba menghubungi Yoomi setengah jam yang lalu, tapi sekretaris Chanyeol itu bilang tuannya sudah pergi hampir satu jam yang lalu. Jika Chanyeol pergi sekitar satu jam yang lalu, di mana anaknya kini berada? Alasan macet di jalan, nampaknya tidak mampu membuat anak itu terlambat sampai satu jam seperti ini.

La Nostra Storia D'amore (ChanJi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang