Part#10 jadiin milik lo

22 5 0
                                    

"Gimana gimana! Lo sengaja ya pergi tadi biar lo bisa ngasih celah buat Arda ngejelasin semua biar gue gak marah. Lo udah taukan kalo gue itu gak bisa marah sama Arda kalo dia punya penjelasan." Lusi hanya nyengir.

"Ya habisnya tadi Arda nyuruh gue pergi. Ya udah gue pergi. Siapa tau perasangka lo itu salah." Lusi membela diri nya. Dara mendengus kesal mendengar perkataan Lusi.

"Tapi gimana? Gue kan niat nya baik biar masalah lo sama Arda selesai. Ya gue minta maaf deh kalo buat lo gak suka."

"Ya gue maafin." Kemudian tersenyum kepada Lusi dan Lusi pun membalasnya.

"Jadi Arda pacaran gak sama sanca?" Dara menggeleng. "Bagus dong kalo gitu." Lanjut Lusi penuh antusias.

"Gue sih udah bisa nebak sih tadi kalo itu sih cuma akal-akalan sanca biar lo cemburu." Tangan dan telunjuk Lusi bergerak seperti menunjuk-nunjuk. Dara pun mengangguk tak suka.

"Terus gimana?" Tanya Lusi lagi.  Dara mengernyit tak mengerti apa yang dimaksud Lusi.

"Gimana apanya? Udah gak ada lagi."

"Aduh Dara." Keluh lusi yang mulai tidak sabar dengan temannya yang tidak peja ini. "Sering ngomongin Arda yang gak peka, tapi sendirinya?"

Dara nyengir seperti orang tidak punya disa. "Ya gue kan gak tau maksud pembicaraan lo kemana."

"Kan lo udah di gituin tuh sama sanca. Masa lo gak takut? Kalo seumpama itu tadi beneran gimana? "

"Ya jangan sampe."

"Lo ngarep gitu kan pastinya. Lo tau kan kalau Arda itu populer. Bisa jadi bukan hanya lo dan sanca yang suka ke dia."

"Tunggu-tunggu, maksud lo itu apa sih?"

" gini ya. Lo masa tadi gak nyadar gitu sama omongan si sanca. Lo gak ngerasa kalo omongan sanca itu ada benernya. Ini bukannya gue ngebelain dia ya. Lo gak inget tadi omongan Sanca yang tadi. Lo itu kan cuma sahabatnya Arda. Lo berarti gak bisa berharap lebih sama dia."

"Kok gue belum paham gitu ya. Coba intinya aja Lus." Dara menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal.

"Susah ya ngomong sama lo." Lusi berusaha sabar menghadapi temannya ini. "Kalau lo takut kehilangan Arda lo jadiin dia milik lo. Paham gak?"

Dara mengangkat alisnya. "Jadi maksud lo gue harus jadi pacarnya Arda gitu?"

"Yap betul." Sambil menunjuk Dara sekali.

"Tapi gimana? Lo taukan gue gak bisa ngomongnya."

"Tinggal ngomong aja. Masak gak bisa? Dari pada lo ke duluan." Lalu Lusi menyenderkan punggungnya di sandaran kursi yang ia duduki.

"Lo kira gampang apa. Ngerencanainnya itu gampang tapi pas ngadepinnya itu susah. Gue juga perlu waktu dan juga momen yang pas."

"Ya elah Dara lo pakek banyak acara segala. Yang penting lo sungguh-sungguh dan lo yakin. Lo tatap matanya, trus lo nyatain deh." Sambil memberikan peraga kepada Dara.

"Tapi lo tau kan gue gak kuat natap matanya lama-lama. Apa lagi nanti kalo dia keluarin senyumnya yang bikin gue meleleh itu."

"Lo sih pakek acara gak kuat segala." Lusi menyalahkan Dara.

"Namanya aja orang suka."

"Tapi lo pokonya yakin lo coba lawan rasa takut lo itu."

"Tapi nanti kalo Ardanya gak suka gue juga gimana?" Dara mulai lesu. Kepalanya dia turunkan diatas meja dengan beralas kedua tangannya yang di lipat. Bagaimana jika nanti Arda tidak mencintainya juga dan malah membencinya, itu yang Dara takutkan. Membayangkannya saja dia tidak mau.

Don't Forget MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang