part#15 Tukang Kurir

13 1 0
                                    

Sesuai ajakan Dara tadi, Arda dan Dara pergi ke toko buku. Tapi sebelum pergi Dara menyempatkan dirinya untuk ke rumah Arda sebentar.

"Arda!" Panggil Dara yang kini sudah berada di depan pintu rumah Arda.

Bukan Arda yang keluar tapi melainkan wanita paruh baya yang tidak lain adalah mamanya Arda. Ketika mamanya Arda mengetahui jika yang sedang memanggil nama anaknya itu Dara, beliau langsung tersenyum senang.

"Dara! Kenapa kok gak langsung masuk aja. Tante kira siapa." Kata mama Arda yang sudah menghampiri Dara dan menggiring Dara untuk masuk dengan merangkul pundak Dara.

"Iya mama."

Jangan kaget jika Dara memanggil mamanya Arda dengan panggilan yang sama, karena Dara bukan hanya akrab dengan Arda tapi juga orang tua Arda. Mamanya Arda namanya Amarta sifana.

"Oh iya. Ini Arda bawain kue dari bunda." Lalu memberikannya kepada Marta dan langsung diterima dengan senang hati oleh Marta.

"Wah... kayaknya enak nih, apa lagi kamu yang buat pasti Arda tambah suka." Goda Marta yang membuat pipi Dara sempat merona sambil mengintip isi kotak kuenya.

"Mama Marta bisa aja. Lagian Dara mana bisa bikin kue. Itu juga kuenya untuk mama juga kok."

"Iya deh terserah kamu." Sambil menyentil hidung Dara.

Kayaknya boleh juga saran mama marta, nanti gue minta ajarin mama ah, biar bisa buat in Arda kue. Fikir Dara yang mendapat ide dari Marta.

"Loh ma itu tukang kurirnya?" Tanya Arda tiba-tiba dari belakang.

"Bukan. Ini Dara, masak di bilang tukang kurir."

Dara yang sempat di ejek oleh Arda mengumpat dalam hatinya. Ih enak aja di bilang kurir, untung ada emaknya, kalau enggak mungkin udah gue sosor tuh anak orang mulutnya biar diem.

"Oh mangkanya." Katanya lalu mendekat ke arah mereka.

"Kamu gimana sih." Marta memarahi anaknya ini.

"Mangkanya cantik." Lanjut Arda yang sempat terhenti karena perkataan mamanya.

Dara yang tadi sempat kesal seketika hilang dan dia yang merasa di puji ingin rasanya menyembunyikan wajahnya yang malu ini.

"Oh, jadi ceritanya ini ngegombal." Sindir Marta yang membuat Dara menahan malu dua kali lipat. Wajahnya mulai mengukir senyuman malu-malu kucing.

"Iya, tapi sayang." Lanjut Arda lagi yang membuat Dara mengerutkan keningnya.

"Kok ada sayangnya?" Tanya Marta.

"Iya sayang gampang marah." Ucap Arda berbisik kepada Marta tapi Dara bisa mendengarnya.

Ledekan Arda itu sukses membuat Dara menjadi marah, tapi untung Dara bisa menahannya dengan memberi tatapan tajam kepada Arda dan tangan mengepal.

"Tuh kan ma liat aja, pasti marah itu, tapi di tahan." Tunjuk Arda dengan dagunya memberi tahu mamanya.

"kamu ini, ya jelas marah anak orang kamu ejek." Marah Marata sambil mendorong bahu Arda pelan. " Tuh kamu di bawain kue" Lalu menunjuk ke kue yang di bawakan Dara yang ada di atas meja ruang tengah. "bukannya bilang terimakasih. Ya udah mama ke belakang dulu."

Setelah Marta benar-benar tidak ada di sana lagi Dara tidak membiarkan kesempatannya untuk membalas Arda hilang. Tapi bukan membalasnya sesuai rencananya tadi, mana mungkin Dara berani melakukannya. Dia membalasnya dengan memukul Arda yang membuat Arda memekik kesakitan.

"Sakit tauk." Keluh Arda sambil mengusap-usap bagian yang di pukul Dara.

"Biarin. Siapa suruh lo ngejek gue tukang kurir lah, pemarah lah." Ketus Dara.

Don't Forget MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang