9

1.7K 143 8
                                    

----

LDR yang paling jauh bukanlah yang berbeda kota, propinsi, negara atau benua.

Bukan juga yang berbeda agama.

LDR paling jauh adalah LDR yang berbeda alam

---

"Halo..," orang diseberang sana masih mengucap kalimat yang sama sedari tadi dan aku belum bisa membalas apa-apa pula sedari tadi.

"Halo.. ini Radit?," Glen langsung mengambil alih ponselku.

"Gimana ya?," balas orang diseberang sana.

Heol. Bukankah harusnya Ia menjawab 'ya' atau 'tidak'? . kok malah balik bertanya.

"Ini Radit bukan ya?," Glen mengulangi pertanyaan yang sama.

"Bukan. Ini temennya. Ada pesan?,"

Aku memberi isyarat pada Glen untuk bertanya keberadaan Radit saat ini. Apakah Radit berkumpul bersama dengan teman-temannya juga atau kemungkinan terburuknya dia hanya berdua dengan pengangkat telepon ini.

"Oh temennya. Ya udah kalo gitu, nanti aja," panggilan diputus oleh Glen. Segera saja ku jitak kepalanya karena memutuskan panggilan sepihak tanpa melakukan apa yang kuisyaratkan.

Baik. Pagi-pagi pikiranku sudah tidak jelas. Pikiran tentang siapa wanita tadi. Pikiran apakah Radit bermain api serta sederet pertanyaan berbobot sama dengan kalimat berbeda.

Kupikir Glen dan Citra tahu suasana hatiku sedang tidak baik. Aku bisa melihat sedari tadi Citra melayangkan protesnya ke arah Glen atas tindakan yang Ia lakukan padaku. Dan Glen hanya menjawab dengan isyarat bahwa dia tidak tahu.

"Vaal.. kamu ga kenapa-napa kan?," Citra memastikan.

Kuhembuskan napas panjang yang sedari tadi ku tahan selama beberapa detik. Ku berikan senyum terbaik, untuk Citra bukan untuk Glen. Aku masih dongkol dengan tindakan yang Ia lakukan.

"Ya elah Vaal. Gue telponin lagi deh gebetan lo itu," ucap Glen akhirnya tapi segera di balas dengan tatapan tajam Citra. Andai saja suasananya sedang tidak seperti ini pasti aku langsung tertawa menghadapi sikap mereka yang lucu ini.

"Ma-maksudnya gak gitu. Ya udah yuk masuk lab. Hari ini kita jatah skill lab sama Pak Mario!," Glen memutus.

Pak Mario lagi? Bolehkah aku mengganti dosen PA-ku? Bagaimana prosedurnya? Apakah aku harus menuju kemahasiswaan atau langsung ke dekan? Atau bahkan sampai rektorat?.

-

"Nilai E! apa kamu tidak memerhatikan penjelasan saya?," tanya pak Mario.

Sial! Kenapa harus aku yang kena lagi? Ini bukan tegurannya yang pertama. Ini sudah yang ke-.. sebentar aku akan menghitungnya dulu.

"Nilai E!," kali ini Ia sedikit menaikkan nadanya.

Heol. Apa dia tidak tahu namaku? Kenapa dari tadi dia memanggilku dengan E terus menerus.

"Pak Mario yang terhormat, saya punya nama!," ucapku akhirnya dengan nada tak kalah tinggi.

Aku merasakan lenganku disenggol dari dua arah. Glen dan Gita berusaha mengingatkanku dengan isyarat matanya. Persetan dengan itu, saat ini aku benar-benar sedang unmood.

"Keluar kamu!," ucapnya tajam.

Tanpa diperintah dua kali aku segera keluar dari laboratorium. Sama sekali tidak menghiraukan beberapa pandangan dosen dan teman-teman yang ada di ruang sebelah. Bahkan aku tidak memberikan salam hormat sebagai seorang mahasiswa yang merasa bersalah atas tindakan yang telah kulakukan.

DNATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang