2

2.5K 397 152
                                    

---
Kunci hubungan sukses itu bukan ketemu, jalan, atau main setiap hari. Tapi komunikasi dan kepercayaan satu sama lain
---

Hari ini. Entahlah apa yang akan ku lakukan. Sepertinya tidak ada schedule. Bahkan aku masih bersantai diatas kasur setelah melihat-lihat explore instagramku.

Tapi semuanya berubah ketika satu chat pemberitahuan menyerang.

Ketua Kelas:

Nanti jam 9 ada cap 3 jari ijazah

Singkat kan? Tapi itu semua menghancurkan rencana bermalasanku hari ini. Ah, sepertinya bukan hanya aku. Karena apa? Karena ketua kelas langsung diserbu oleh anak sekelas gara-gara chat itu. Kadang suka kasihan sih, cuma gimana lagi ya?.

Mati saja aku! Apalagi ini sudah jam 8.

Aku segera bersiap saja menuju ke sekolah. Menyuruh supir andalan, bukan Pak Mamat karena beliau sedang cuti. Siapa? Bang Ivan lah. Punya abang kok gak dipake! Haha.

"Lah perasaan lo udah lulus. Ngapain juga masih pake seragam?," komentar bang Ivan ketika aku sudah sampai di kamarnya.

"Baaanggg! Anterin yaa!,"

"Ogah! Lo kemaren jahat sama gue!,"

"Ya Allah abaaaang. Gitu doang juga. Valen yang dibully mulu ikhlas kok,"

"Ogah aaah! Minta jemput pacar lo aja sana!,"

"Kan Valen gak punya pacar," aku masih menatap bang Ivan dengan wajah memelas.

"Terus Radit siapa?,"

"Ihhh.. dibilangin bukan pacar juga,"

"Terus apa?,"

"Temen level. Kan hubungan gak butuh status yang penting nyaman aja," ucapku enteng. Setidaknya itu pemikiranku.

Bang Ivan sok berpikir begitu mendengar kalimatku.

"Dek dengerin ya, terkadang status itu penting,"

"Ah.. udah deh, cepetan anterin Valen!,"

-

Aku melangkah memasuki gerbang sekolah. Sepi. Sepertinya belum terlalu banyak angkatanku yang sudah datang. Atau mereka sudah pada pulang?.

Sial. Ini sudah jam 11 lebih. Bahkan hampir jam 12. Apa guru masih mau menerima layanan cap 3 jari?.

Ini semua memang karena bang Ivan. Gara-gara dia mandi dulu dan nungguin dia sarapan. Ya jadi kaya gini.

"Permisi bu, saya mau cap 3 jari. Masih bisa?," tanyaku sopan.

Biar kalian tahu, aku sedang menghadap salah satu orang terkiller seantero sekolahku.

"Dari tadi kemana aja sih mba. Kan udah dikasih tahu waktunya cuma 2 jam. Saya juga sibuk ngurusin ini-itu, kok kamu dengan entengnya mengganggu,"

Mati aku. Kalau dia sudah nyerocos kalimat panjang seperti itu, maka itu pertanda tidak baik.

"Maaf bu, tadi saya harus menunggu kakak saya bu,"

"Duh mba. Alasan terus. Kan sekarang udah modern, kenapa gak naik taksi aja si?,"

Aku menghembuskan napas pelan. Bagaimana ini? Percuma saja aku mengatakan hal yang sebenarnya. Semua akan dibantah, karena prinsip beliau, beliau selalu benar.

"Bu.. saya juga telat!," sebuah suara menginterupsi kekalutan hatiku.

Radit.

"Kamu juga kenapa telat?," tanya bu kill.

DNATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang