10

1.6K 133 22
                                    

"Oh jadi dia temen Bang Ivan," ucapku pada layar laptop yang menampilkan wajah bang Ivan. Aku bisa melihat bang Ivan menganggukan kepalanya sebagai jawaban.

"Heol. Dia tuh jahat banget sama Valen tahu. Sialnya dia itu dosen PA nya Valen," gerutuku.

"Jahat gimana? Dia tuh baik banget tau! Lo nya aja paling yang nakal". Aku jadi berpikir apakah Bang Ivan benar-benar kakak kandungku atau bukan.

"Bang Ivan tuh beneran abangnya Valen kan?. Kok malah belain tuh dosen sih?," tanyaku akhirnya.

"Kayanya sih bukan dek. Soalnya waktu itu abang liat Mama sama Papa ngambil kardus gitu di depan rumah. Nah itu isinya bayi dek. Karena pas itu abang masih anak tunggal dan karena Mama-Papa kasian ya udah akhirnya dia ngangkat kamu jadi anak..," jelasnya.

Andai saja orang yang menjadi lawan bicaraku saat ini benar-benar ada di depanku maka akan ku acak-acak dia. Sungguh.

"Loh bukannya abang yang ditemuin di samping tong sampah depan rumah ya?," balasku.

"Mana lo tahu. Lo ama abang kan lairnya duluan abang,"

Ah bagaimaa aku melupakan hal mutlak itu. Sial.

"Abaaang. Udah deh terserah abang aja. Valen lagi suntuk. Mau menghadap Pak Mario buat meluruskan masalah yang Valen buat," ucapku akhirnya berusaha mengakhiri panggilan gila ini.

"Lagian idup lo isinya masalah semua dek!,"

"Abang udah ngomongnya,?" ucapku akhirnya.

"Sebenernya belum sih!,"

Segera setelah itu laptop yang ada di depanku langsung ku tutup. Bisa tambah gila jika aku harus mendengarkan ocehan bang Ivan. Tidak berselang lama ponselku bergetar pendek.

From : Bang Ivan

Dasar adek laknat! Adek jahanam! Abang belum selesai ngomong udah dimatiin aja telponnya!

Aku bisa membayangkan ekspresi bang Ivan saat ini. Aku juga bisa memperkirakan ocehan apa yang akan Ia keluarkan. Bukankah saat ini sudah siang bahkan sore di tempat bang Ivan berada?. Bayangkan saja, Ia akan mengomel menggunakan bahasa gaul Indonesia yang mungkin dengan nada sedikit tinggi di tengah orang-orang bule. Terus orang-orang sekitar bakal nganggep dia sebagai orang gila. Lucu kayanya ya?.

Sambil memastikan semua keperluan hari ini sudah siap, aku melangkah keluar menuju kampus. Hari ini tidak bersama Citra. Kenapa? Jelas saja karena aku akan menemui Pak Mario. Oh Tuhan, bisakah masalahku segera selesai dengan orang itu. Aku sudah terlalu malas bertemu dengan dia.

"Halo..," ucapku segera ketika ada panggilan masuk.

"Udah berangkat?,"tanya orang diseberang, bisakah kalian menebak?

"Udah. Gue harus berangkat pagi banget nih demi nemuin itu dosen!," ucapku lagi tentu saja sambil berjalan.

Ada suara tawa renyah diujung sana.

"Nanti kalo ketemu titip pesen ya!,"

"Pesen apa?,"

"Nanti kalo lo dimarahin, tanya ke dia"

"Tanya apa?," tanyaku.

"Kenal Kefas apa ngga?,"

"Lah ngaruhnya apa coba?" ucapku bingung.

"Ya ngga ada sih. Pengen kenalan aja sama dosen lo," ucapnya sambil tertawa.

"Fas, lo gak kuliah?," tanyaku.

"Gue baru selesai. Ini mau ke tempat kerja,"

Kerja? Kefas kerja disana?.

"Gue ambil part time disini!,"

DNATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang