16

1.2K 89 17
                                    

"Namanya siapa dek?," tanya seorang kakak tingkat padaku.

"Valen kak. Gimana?," ucapku mengalihkan pandangan dari sebuah buku besar yang lebih nyaman digunakan sebagai bantal tidur.

"PA nya Pak Mario?,"

Aku mengangguk.

"Oh itu disuruh menemui sekarang dek!," ucapnya.

Otakku segera memberi respon untuk kembali mengangguk.

Jelas saja pikiran yang pertama kali terlintas adalah apa aku baru saja melakukan kesalahan?. Tapi sepertinya aku sama sekali tidak. Lantas? Entahlah.

Aku masih dalam mode diam setelah dipersilahkan masuk dan duduk oleh dosen yang ternyata teman kakakku. Ia masih terlihat berkutat asyik dengan laptopnya. Apa semua dosen seperti ini?. Sepertinya iya, itu sejauh pandanganku.

"Sebentar ya!," ucapnya tanpa melihat ke arahku.

Heol. Kalau tau begini lebih baik aku menunggu di ruang tunggu dahulu daripada terjebak disini. Kalian tahu, ini momen membingungkan. Aku bisa saja memainkan ponselku sambil menunggu beliau, tapi sayangnya aku masih punya etika yang ku junjung tinggi, setidaknya sampai saat ini. Tapi jika aku diam saja, aku akan bingung akan melakukan apa.

Pandanganku terhenti pada sebuah akuarium kecil di sudut meja yang ada di dekatku. Dua ekor ikan hias yang sama sekali tidak ku ketahui jenisnya sedang berenang bebas. Ya, setidaknya itu objek terbaik untuk kuperhatikan saat ini, bukan?.

Ah iya, aku ingin bertanya. Dulu bang Ivan pernah mengigau saat tidur. Ia menggumamkan pertanyaan tentang harimau adalah hewan terkuat yang ada di darat, bahkan di air sekalipun. Sedang hiu adalah hewan terkuat yang ada di air. Jadi, jika harimau dan hiu bertanding di air, kira-kira siapakah yang menang?. Tentu saja aku tertawa melihat dia berbicara dengan mata tertutup dan mulut menganga, bahkan kalau tidak salah saat itu ada cairan yang keluar dari mulutnya. Sepertinya aku harus menceritakan ini pada Kak Di, ya hitung-hitung pertimbangan apakah dia benar-benar yakin dengan bang Ivan atau tidak.

Sialnya pertanyaan itu belum kutemukan jawabannya. Bahkan bang Ivan pun belum tahu. Dan aku masih penasaran sampai saat ini.

Suara deheman Pak Mario menyadarkan aku dari pemikiran Hiu dan Harimau. Ia sepertinya telah selesai dengan tugasnya.

"Mohon maaf Pak, ada apa ya memanggil saya?," tanyaku memulai.

"Jadi begini, saya akan mengadakan project penelitian di sebuah desa..," dia memulai dan otakku mulai mencerna untuk menyambungkan satu demi satu kalimat yang Ia keluarkan.

"Jadi saya membutuhkan 3 orang mahasiswa. Dua dari kakak tingkatmu dan satu dari tingkatmu. Nah yang dari tingkatmu itu yang terpilih Valendra..,".

Valendra? Yang namanya Valen di kelasku ya hanya aku. Bagaimana bisa?. Bahkan aku tidak pandai dan tidak mengetahui seluk beluk dunia penelitian.

"Saya tahu, kamu pasti bingung kenapa yang terpilih kamu. Alasannya bukan semata-mata karena kamu adalah adiknya Ivan. Tapi saya melihat dari intelegensi dan kemampuan"

"Tapi pak, yang lebih cerdas dari saya di kelas itu lebih banyak..," aku mencoba memberanikan diri mengelak.

Kali ini Ia malah menunjukkan selembar kertas yang berisi namaku dan sepertinya kakak tingkatku. Sialnya kertas itu sudah mendapat pengesahan tanda tangan, jadi sudah resmi.

Aku menghembuskan napasku pasrah.

-

"Ya udah gak papa si..," sebuah suara menjawab kalimatku sebelumnya.

DNATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang