---
Gue memang gak bisa selalu sama lo. Tapi lo harus tau gue selalu ada buat lo
---Hari ini adalah lusa yang kemarin Radit katakan. Hari ini adalah hari tepat dimana aku dan Radit harus menjalani sebuah hubungan yang kata orang hanya bisa dilakukan oleh orang luar biasa.
Jujur saja, aku sendiri tidak yakin. Entahlah. Kalian harus tahu rasanya hatiku saat ini. Antara mengikhlaskan tapi tak ingin ditinggalkan. Aku mendukung sepenuhnya Radit untuk melanjutkan pendidikan di Bandung, tapi aku tidak rela ditinggalkan. Bahkan sejak pulang dari nonton, aku menyesali pilihanku. Kenapa aku juga tidak memilih kuliah di Bandung saja?. Tapi sepersekian menit aku langsung merubah pikiranku itu. Untung saja aku masih diterima kuliah. Toh, tidak ada yang tahu kedepannya. Bahkan aku sendiri tidak bisa menjamin hubunganku dengan Radit akan berjalan baik-baik saja.
Kalian harus tahu, kini di depan rumah Radit sudah terisi cukup banyak orang. Aku bisa melihat sisi tidak sukanya. Ia terlihat cukup risih dengan keadaan seperti ini.
Ya, kalian tahu sendiri Radit tipe seperti apa bukan?.
Apa perlu kusebutkan satu per satu orang-orang yang ada disini?. Sepertinya jika garis besar saja tidak masalah, tapi jika semuanya maka..
Baiklah, kita mulai.
Ada aku dan keluargaku. Lengkap. Mama, Papa, bang Ivan, Pak Mamat, sampai Mbak Santi. Terus ada temen-temen Radit, bahkan ada yang dari TK. Ketika kutanya soal ini, Radit mengaku bahkan Ia tidak terlalu dekat dengan teman TKnya. Jangan lupakan Gita yang sempat meminta waktu untuk melakukan panggilan video dengan Radit. Aku yang ada di samping Radit ketika Ia sedang melakukan panggilan video dengan Gita hanya bisa ketawa tertahan melihat ekspresi Radit yang sudah bosan mendengar ceramah untuk setia padaku. Haha. Lucu bukan. Bahkan beberapa om-tante Radit juga ikut datang. Baru-baru ini kuketahui bahwa tipe Mama Radit 11-12 sama Mamaku. Terakhir, aku sempat memergoki mereka hang out bersama.
Aku masih asyik menyantap sepiring kecil buah yang disediakan oleh Mama Radit. Jangan tanya para Mama dan Mbak-mbak lagi ngapain deh. Riweuh. Radit? Sepertinya masih sibuk packing. Padahal sudah sejak lusa lalu kuingatkan untuk bersiap.
"Valen.. kok kamu malah disini? Ngga mau menghabiskan waktu sama Radit? Kalian kan bakal LDR nanti..," Mama Radit mendekat. Mamaku hanya menatap dengan tatapan meledek.
"Radit kayanya di kamar tante, kan ngga enak kalo Valen masuk juga..,"
"Ya udah suruh aja dia keluar. Lagian dia diem-diem bae...,"
"Ngopi woy..ngopi..," Mamaku menambahi dengan nada seseorang di video media sosial yang sedang ramai.
"Ngga enak Tante..,"
"Enakin aja, lagian rumah juga rame. Dari depan sampe belakang. Kalo Radit jahatin kamu, kamu tinggal teriak aja..,"
Aku mengangguk. Tapi sejujurnya aku bingung apa yang harus kulakukan. Aku tidak menghindari Radit. Tidak sama sekali. Ya, meskipun beberapa pesannya sejak tadi malam atau kemarin terkadang tidak terbalas. Alasannya? Aku saja lupa. Lupa membalas atau sengaja lupa tidak membalas. Keduanya.
Aku masih menimbang pilihan hatiku. Disatu sisi aku ingin bertemu dan mencurahkan segala ketakutanku. Tapi disisi lain aku terlalu takut jika aku terlihat lemah di depannya. Aku bimbang.
Seorang gadis kecil mendekat ke arahku. Nadia, adik sepupu Radit yang cantik. Yang cantik si Nadia, bukan Radit nya. Haha.
Dia mendekat ke arahku dengan membawa beberapa buku. Aku terkadang berpikir, apa dia terlalu mencintai buku, ilmu dan sejenisnya?. Bahkan saat seperti ini saja Ia masih menyempatkan untuk belajar. Apa keluarga Radit memiliki IQ cerdas semua? Atau bahkan jenius?. Atau jangan-jangan IQ Nadia dibanding aku lebih tinggi Nadia. Oh God, membayangkan itu terjadi menyadarkan bahwa aku memang gadis bodoh. Haha.
KAMU SEDANG MEMBACA
DNA
ChickLit"Lo yakin bisa setia sama gue?" "Lo ngga yakin sama gue?," "Kunci hubungan sukses itu bukan ketemu, jalan, atau main setiap hari. Tapi komunikasi dan kepercayaan" "Jangan khawatir, Tak satu pun dari ini adalah sebuah kebetulan. Kita sangat berbeda...