6

1.9K 203 26
                                    

---
Kabar itu penting. Seenggaknya meskipun kita jauh dengan kasih kabar gue tau keadaan lo disana baik-baik aja
---

Pagi ini aku sudah disambut oleh lampu notifikasi LED dari ponselku. Ada sebuah pesan masuk. Dari Radit.

Aku melirik jam dinding yang menempel mesra di dinding kamar kosku. Bukankah ini masih pagi?. Tak ada salahnya jika aku menelpon dulu bukan?.

Persetan dengan pesannya barusan. Aku benar-benar masih rindu. Segera saja ku buka aplikasi obrolanku dengan Radit dan mengusap ikon tanda telpon.

Masih nada sambung yang menyapaku. Apa Radit masih tertidur?.

Pertanyaanku terjawab saat nada tunggu ketiga. Radit menjawab panggilan.

"Halo..," ucapku.

"Halo..," jawabnya.

"Udah bangun?," tanyaku.

"Udah mandi?," tanyanya. Dasar kebiasaan!.

"Belum..," jawabku. Toh memang benar aku belum mandi.

"Mandi sana. Kasian dosennya ntar, kalo tau ada mahasiswanya belum mandi,"

"Dosennya gak tau kok,"

"Pantes aja, dulu ga ada yang mau sama lo," ucapnya dengan sedikit nada terkikik di belakang. Aku tau Ia sedang bercanda.

"Iya, sekarang juga gak ada kayanya," ucapku enteng.

"Terus kenapa lo nelpon?,"

"Mastiin lo masih hidup atau ngga,"

"Gue masih hidup di hati lo kok,"

Blush. Sial masih pagi aku sudah diberi asupan gombalan pagi.

"Udah, mandi sana. Gue tau lo lagi blushing," apa dia memasang CCTV disini? Mengapa dia tahu?.

"Ya udah gue matiin ya,"

"Semangat sayang. Aku rindu," ucapnya tepat sebelum aku mematikan panggilan ini.

***
Aku baru saja selesai menemui dosenku yang kemarin mengancam untuk memberiku nilai E. Entahlah, aku sedikit tidak suka dengan dia. Dia terlalu arogan, dingin, sombong jangan dilupakan dari deskripsi tentang dia. Sungguh, aku berharap tidak akan berurusan terlalu banyak dengan beliau. Bila bisa, aku ingin keluar dari kelas mata kuliahnya. Sayang, itu semua hanya ekspektasi. Dia memegang mata kuliah ber-sks besar di semester ini. Juga semester selanjutnya, sepertinya.

"Vaaal...," Glen, si ketua kelas berteriak ke arahku.

"Apaan?," tanyaku sambil menghentikan langkahku. Asal kalian tahu, aku sedang dalam perjalanan menuju perpustakaan.

"Gue mau ngomong sesuatu sama lo,".

Aku mengangguk mempersilahkan.

"Lo sibuk? Gue ada niatan buat bikin kaya kelompok belajar gitu,"

Aku berpikir sejenak. Kenapa juga ada kelompok belajar?.

"Jadi, gue tahu kalo dosen PA(Pembimbing Akademik:semacam kaya orang tua/BK khusus untuk beberapa mahasiswa yang dibimbingnya di kampus) lo itu Pak Mario,"

Bolehkah aku terkaget? Bodo amat dengan jawaban kalian, yang jelas saat ini aku sudah terkaget-kaget dan berusaha meredakannya. Baru saja aku berniat untuk tidak mau berurusan dengan dia, tapi kenapa?.

Apa tidak ada dosen lain saja?. Sepertinya lebih baik jika aku memiliki PA bu Tuti, setidaknya dia sedikit lebih baik dari Pak Mario. Ya, meskipun banyak sekali kakak tingkat yang tidak sependapat denganku tentunya.

DNATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang