A17

760 126 124
                                    

"Adwae!! omma masih hidup,"

Tiffany histeris mendengar kabar kematian sang omma dari seseorang yang menelfonnya semalam. Dia mengguncang tubuh wanita peruh baya itu sekuat tenaga.

Setelah malam itu juga dia pergi ke rumah Hyura, sampai pagi ini dia tidak mengizinkan petugas ambulance untuk membawanya ke rumah sakit sekedar mengotopsi penyebab meninggalnya wanita paruh baya itu.

"Ommaaa...!! " masih dengan linangan airmata dia berteriak, Yuri merengkuh tubuh Tiffany yang terus bergetar. Dia merasakan pilu seperti yang dirasakan Tiffany saat ini.

Yuri tidak pernah melihat Tiffany serapuh sekarang ini, selama tinggal satu atap Yuri hanya melihat ke angkuhan Tiffany. Namun, semua ke angkuhan itu musnah begitu satu-satunya orang yang berarti dalam hidupnya menghembuskan nafas terakhir.

"Wae, dia satu-satunya orang yang berharga aku miliki. Dia sehat, bukankah beberapa minggu lalu kita menjenguknya." Tiffany meremas baju Yuri sangat kuat, dia marah sekaligus tak menyangka bahwa orang tua satu-satunya harus meninggalkannya lagi setelah sang appa lebih dulu kembali pada Tuhan.

Dia tidak mempunyai siapapun selain sang Omma, dia tidak punya sodara kandung. Tiffany hidup berdua begitu sang appa meninggal, dulu.  Tapi, sekarang dia harus kehilangan lagi.

Yuri menangkup wajah Tiffany, linangan airmata itu tak kunjung reda. Isakan tangis menggema ke penjuru ruangan. Yuri tahu itu sangat menyakitkan, sekeras apapun Tiffany mengaturnya selama ini, dia tidak perduli. Tapi, Yuri sangat tidak tega jika raut angkuh harus terganti duka yang menyakitkan.

"Hei. Masih ada aku yang akan menjagamu. Diamlah, relakan beliau." wajah itu ditarik dalam dekapannya, menenangkan wanita angkuh yang kini menjadi rapuh.

Beberapa meter depan keduanya berpelukan, Jessica berdiri. Dia ikut merasa iba dan kasihan pada kejadian yang mengejutkan tersebut. Airmatanya juga menetes ikut merasakan kesedihan Tiffany. Yuri yang melihat Jessica mencoba tersenyum untuk tidak ikut bersedih dalam kematian Hyura, dia satu-satunya orang yang harus meredam rasa sedih diantara mereka. Tubuhnya yang merengkuh Tiffany, meminta para petugas untuk membawa mayat Hyura kedalam ambulance.

Mata Jessica yang tak sengaja menoleh, menangkap sesuatu dibak sampah dekat pintu. Sebuah benda electronic terdampar dibak sampah tersebut, Jessica mendekat mencoba mencari tahu. Dan saat menunduk untuk mengambilnya, dia terkejut mendapati sebuah laptop. Jessica mengangkatnya, leptop tersebut masih hidup dan mencoba mengutak atik. Saat tak sengaja tangannya menekan enter, sebuah tampilan video membuatnya tercengang. Desahan demi desahan terdengar hingga Yuri yang memeluk Tiffany yang sedang menangis langsung menoleh.

"Ini...! bukankah ini kau yang berada di dalam video?" Jessica menatap Tiffany dan video yang terputar secara bergantian, memastikan bahwa dia tidak salah melihat. Benar!!  tidak salah lagi, itu benar wajah Tiffany.

Tiffany langsung melepas pelukannya pada Yuri, dia menyambar laptop ditangan Jessica dan segera melihat video tersebut. Saat dirinya meyakinkan bahwa itu benar dirinya yang berada dalam video, Yuri juga menghampirinya dibelakang Tiffany. Matanya membulat, tubuh wanita bermata bulan sabit itu lemas seketika. Laptop yang dipegang jatuh, membiyarkan layar monitornya pecah. Tiffany membekap mulut dengan kepala menggeleng.

"Jadi, semua itu karena video ini. Dan dengan sengajanya seseorang memberi tahu pekerjaan laknatku pada Omma."

"Aku akan bunuh orang itu." Tiffany melanjutkan ucapannya meski sekarang tubuhnya sudah terduduk lemas dilantai. Mata merah padam dengan cairan bening mengalir dipipi. Dua bahunya disentuh oleh Yuri untuk menenangkan.

Sekali lagi Tiffany ditarik dalam pelukan Yuri, memberikan sensasi nyaman berada dalam pelukan sana. Dia merasa tidak berguna lagi untuk hidup, selain membohongi Omma dari pekerjaan dia pulalah yang menyebabkan kematian Hyura secara tidak langsung.

Love Scenario (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang