A20

776 121 117
                                        

=================!!!=================

Tiffany mengerjap, mengumpulkan sukma yang telah direnggut oleh minuman yang menghilangkan akalnya semalam. Rasa pusing begitu menyengat kepalanya, Tiffany terjaga. Dia ingat sekilas bagaimana tubuhnya hilang keseimbangan saat beer memberi sensasi nyeri dikepala. Dan, tempat ini? Bukankah semalam dirinya sendiri, siapa sosok pahlawan yang telah menggendongnya ke apartment.

Dia menoleh sekeliling ruangan mencari sosok itu, tak ada siapapun dikamarnya. Ia langsung duduk, memastikan tubuhnya. Ingin berdiri tetapi, sisa pusing semalam masih terasa. Apa Yuri yang telah membawanya pulang?

"Panny-ah kau sudah bangun?"

Baru saja dia memikirkan Yuri yang membawa dirinya pulang. Sialnya kenyataan itu merenggut khayalan bodoh itu, saat Sooyoung  berdiri dihadapannya. Lagi-lagi Tiffany harus membuang pikiran itu. Dia tersenyum getir. Iya!!  Yuri tidak akan pernah kembali. Sampai kapanpun, wanita itu mungkin sudah tidak betah dengan aturan yang selalu ia perintahkan.

"Kau tidak apa-apa? " Sooyoung kembali bertanya, namun Tiffany tidak berminat untuk menjawab.

Dia lebih memilih menghela napas dan menatap luar jendela kamar. Matahari yang menampakkan sinarnya tidak memberi cahaya pada hatinya yang mendung. Pagi yang cerah tidak akan pernah mampu menghilangkan rasa pilu yang mendera.

"Panny-ah!!" Sooyoung mendekat, duduk disamping kasur dimana Tiffany tiduri. Menyentuh bahu wanita yang  sedang tidak memperlihatkan ekspresi senyum ataupun marah.

Tiffany melirik sekilas, lalu beranjak dari kasur. Tanpa menghiraukan Sooyoung yang kini mengerutkan kening.

"Mau kupanggilkan dokter?" Sooyoung tidak tahu harus berbuat apa. Karena ini kali pertama dia melihat wanita itu tanpa semangat namun tetap mempertahankan wajah datarnya. Dia ikut bingung dengan perubahan Tiffany yang tak biasa seperti yang dia kenal dulu.

Biasanya, wanita itu akan selalu menjaga penampilan bukan yang sekarang dengan tampang frustasi dan kebisuan. Bahkan kedatangannya ke apartment akan membuat wanita itu  marah-marah tanpa alasan, selalu menuntut ini itu.

Tapi, kali ini beda. Tiffany diam tidak banyak bicara. Seperti ada sesuatu yang dia sembunyikan. Bukan!! tetapi semenjak Yuri pergilah dia berubah, ditambah dengan kematian Hyura yang baru saja Sooyoung ketahui bahwa seorang Tiffany masih memilik sosok Omma yang selama ini dia sembunyikan.

Jika seperti ini dia tidak berani lagi untuk mengusik. Sooyoung berkacak pinggang, lalu mengendikkan dua bahunya, beralih pada sofa dan mulai menyalakan TV dengan bokongnya yang dia hempaskan pada busa empuk tersebut.

Dari arah berlawanan Tiffany justru mengambil gelas dan menuang air dari botol dalam kulkas. Meneguk air yang coba dia gunakan untuk menghilangkan rasa kering yang mengganggu kerongkongannya.

Bersandar dikulkas adalah pilihannya untuk menopang punggungnya, pandangan kosong kedepan tanpa melepas pikiran yang terus dipenuhi akan sosok Yuri. Sebelah tangan yang tidak menggenggam gelas, ia gunakan untuk memijat pelipisnya yang masih terasa pusing.

Kemana lagi dia akan mencari? Wanita itu menghabiskan waktu hanya untuk menemukan keberadaan Yuri, wanita yang telah mengganggu pikiran dan meninggalkan sensasi nyeri pada hatinya. Memberi kenyamanan yang dari awal tidak pernah dia inginkan.

Membawanya pada perasaan yang memaksanya untuk mengikat Yuri dalam hatinya, hingga tanpa sadar wanita tan itu telah merusak gembok yang bertahun-tahun dia kunci untuk menjaga hati agar tidak terluka lagi. Sebagaimana dia menjaga jarak dari api yang akan membakar hatinya.

Sialnya, justru Tiffany lah yang mendekati api itu dengan menyiksa Yuri melalui kontrak. Sampai, tanpa sadar dia sendiri yang terbakar oleh kontrak dari permainannya  dan dibuat tersika akan perasaan nyaman yang disuguhkan Yuri.

Love Scenario (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang