"Ambilin minum dong" ujar gue ke Aaric yang tadi matung gak jelas.
Aaric nurut dan ngambilin gue minum.
"Lo kenapa sakit?" tanya Aaric saat dia menyodorkan gelas minuman gue.
Gue mikir sejenak sambil meraih gelas yang dipegang Aaric "Gue kayaknya cuma capek aja. Gak tau deh, kan belum periksa ke dokter."
"Kok tiba-tiba banget? Gue liat kemarin lo biasa-biasa aja." ujar Aaric, mata kami bertemu.
"Kan musibah gak ada yang tahu kapan datangnya." ucap gue.
"Iya sih." Aaric manggut-manggut dan mengalihkan perhatian ke segala arah.
"Lo kenapa jengukin gue?" tanya gue tiba-tiba, entah kenapa pertanyaan itu lolos dari mulut gue.
Aaric menoleh ke arah gue dan natap mata gue dalam. "Emang gak boleh? Yaudah gue pergi" katanya lalu beranjak dari tempat duduknya.
"E-eh gak gitu. Cuma nanya juga, kok ngambek sih?" goda gue sambil terkekeh.
Aaric memutar bola mata dan kembali duduk, ia memindahkan kursi di meja belajar ke samping gue. Oh my god, jadi tambah deket gini.
"Ciaah, lo gak mau gue pergi kan? Bilang aja" ledek Aaric sambil memasang senyum sejuta watt-nya.
"Plis deh, gak usah lebay gitu kali. Yah gue gak enak aja." gue usap tengkuk yang gak gatel.
Aaric tersenyum ke arah gue.
Hening beberapa lama dan akhirnya mata kita berdua bertemu lagi, kali ini lebih lama dan lebih dalam. Entah apa yang terlintas dipikiran Aaric gue gak tau. Tapi gue bener-bener gak bisa lepasin tatapan dia. Setiap kali natap kayak gini rasanya ada sesuatu yang mengganjal, Aaric kayak familiar gitu di mata gue.
"Lo siapa sih sebenarnya?" ujar gue tiba-tiba masih dalam keadaan saling bertatapan.
"Maksud lo?" tanya Aaric.
"Please, introduce your self" sahut gue. Sumpah, kenapa mata gue sulit banget buat lepasin tatapan dia?
"Tapi gantian ya, nanti lo lagi" ucapnya.
Gue mengangguk mantap sambil senyum, gue memperbaiki posisi duduk dan memperhatikan Aaric menerangkan.
Aaric menghembuskan napas panjang dan mulai berbicara. "Nama gue Aaric Dillon Arsa, gue..." kata-kata Aaric terpotong karena gue menyela.
"Oh, jadi lo punya nama belakang lagi. Kok pas kenalan di sekolah gak lo sebutin?" tanya gue antusias.
"Arsa itu punya arti yaitu Kegembiraan. Sejak dulu gue punya prinsip cuma orang-orang yang bikin gue gembira atau bahagia yang bisa tahu. Kan pas di sekolah masih jadi murid baru, gue kan gak tahu siapa-siapa" jelasnya.
Hah?! Gue sedikit tercengang dengar penjelasan Aaric yang ini, entah kenapa degup jantung gue berdetak lebih keras dari biasanya. Aaric bilang apa? Cuma orang-orang yang bikin dia bahagia? Gue termasuk? Gak, jangan baper Qia.
"Oke gue lanjut yah. Gue punya saudara, adik lebih tepatnya, dia cewek. Hobi gue, emm.. Gue hobi main gitar, tapi gak terlalu jago juga, gue suka basket, gue juga suka warna biru. Makanan favorit gue itu ketoprak sayur depan gang rumah gue. Gue pernah punya pacar tapi gak lama, yah dia pacaran sama orang lain pas pacaran sama gue. Trus, apalagi yah. Kalo mau tau lebih lanjut klik di bawah ini" jelas Aaric dengan tangannya yang ditunjuk-tunjuk kebawah sambil ketawa.
Gue juga ketawa karena penjelasannya yang terakhir sambil manggut-manggut.
"Gue jadi pengen ketemu adik lo. Kira-kira dia kapan ke sini?" tanya gue.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jingga
Teen FictionBaca aja dulu, makin jauh chapter makin kebawa perasaan. ?❣ 13+ ° . . "Mau senyebelin apapun lo ke gue, gue tau setidaknya lo gak bakal pernah biarin ada yang buat air mata gue jatuh gitu aja" -Jingga Follow akun aku ya! Follback kok.