Chapter 12

1K 38 0
                                    

Triing!

Suara bel pulang akhirnya bunyi. Gue buru-buru mengemas barang-barang yang berserakan di meja gue.

"Qi, gue duluan yah. Bye sistaa.. Hati-hati yah." sahut Metta mencium pipi gue sekilas dan beranjak dari tempat duduknya.

Gue beranjak dari kursi tapi sekilas memandang ke belakang bangku Aaric. Eh, tumben pulang cepet. Biasanya tiba-tiba narik gue ngajakin pulang bareng. Hah? Eh, kok kesannya jadi berharap gitu.

Kaki gue mengayun pelan sambil mengecek hp. Sopir gue bener-bener nurutin kata Aaric kemarin. Huh, dasar bocah satu itu. Gue pulang sama siapa dong?

BRUK!

Duh! Gue terhempas di lantai depan pintu kelas gue karena kaki seseorang nyenggol kaki gue yang lagi lewat.

"Aduh!! Kaki siapa sih yang ditaruh di depan pintu?" gerutu gue sambil bangkit duduk dan mengusap pelan sikut gue yang sakit. Astaga! Sikut gue luka. Tapi gak parah sih.

"Eh, Jingga. Lo gapapa?" ucap seseorang di belakang gue. Eh? Yang biasa panggil Jingga kan cuma satu? Aarghh!

Gue menoleh kuat dan langsung mendapati wajah Aaric yang merasa bersalah.

"Ya ampun, sikut lo berdarah. Sini gue bantuin." ujar Aaric kemudian narik lengan gue yang satunya lagi.

Dengan cepat gue menepis tangannya dari lengan gue. "Gausah"

"Yee, orang ga sengaja juga. Sini gak." ancam Aaric lagi.

"Lagian, candaan lo gak lucu. Sial banget gue hari ini." rutuk gue kemudian bangkit sendiri.

"Obatin dulu deh. Gue gak tega liat lo sakit gitu." ujar Aaric dan memeriksa sikut gue.

"Perhatian bang-- Kyaaa!! Aaric!" kata gue sedikit teriak karena Aaric langsung gendong gue di atas pundaknya.

"Turunin gak! Aaric, apa-apaan sih lo?" rutuk gue sambil mukul-mukul punggung Aaric.

"Gak! Gak akan! Kalo lo turun lo pasti lari gak mau diobatin" katanya sambil terus berjalan melewati koridor hingga sampai di UKS.

Aaric kemudian nurunin gue di kasur UKS dengan posisi terduduk. Hufft! Gue meraup banyak-banyak udara karena tadi sesak napas pas di gendong. Ini bocah ada ada aja sih. Sebel!

"Siniin gak tangan lo." ancam Aaric sambil berusaha meraih sikut gue yang berdarah tadi.

"Gue aja. Lo kenapa sih? Jadi aneh banget" kata gue.

"Yah kan itu salah gue. Tadi gue cuma iseng doang naruh kaki di depan pintu, eh taunya lo jatuh beneran." ucap Aaric saat menangkap lengan gue dan mengoleskan Betadine.

"Lagian lo, niat banget bikin gue nyungsep." kata gue mengerucutkan bibir "Aww.. Pelan-pelan dongo, sakit tau" timpal gue lagi dan menepuk pundaknya. Aaric duduk di samping gue di atas kasur UKS.

"Iya iya, bawel banget sih. Ini juga pelan-pelan, lo aja yang rewel." rutuk Aaric masih fokus ke luka gue.

Sumpah demi apapun, sentuhannya lembut banget sampe ngingetin gue ke Tante Flora. Kyaa!! Ibu sama anak emang gak ada bedanya.

"Plester aja atau pakai kapas?" tanya Aaric ketika melepas tangannya dari lengan gue.

"Terserah aja. Lagian luka kecil gini doang kok." tutur gue.

"Yee, tadi katanya sakit. Sekarang bilang cuma luka kecil. Plin-plan dasar!" kata Aaric dan menepuk dahi gue pelan.

Gue langsung menepis tangannya kasar, "Apaan sih lo" rutuk gue.

JinggaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang