Chapter 2

1.9K 82 1
                                    

Kok ada yang aneh ya? Batin gue

---------------
Kenapa isi belanjaannya peralatan sekolah semua? Gue kan udah ada, gak kurang juga. Makanya kemarin pas nemenin Metta gue gak ikut beli karena udah punya. Tapi ini punya siapa?

Gue sih punya kakak cowok, namanya Amar. Tapi dia udah kuliah, masa beli peralatan sekolah sebanyak ini.

Ah, ribet. Ngapain juga gue pusing mikirin ini. Kalo penasaran kan bisa tanya sama mama aja besok.

Tanpa basa-basi lagi, gue menghabiskan makanan gue dan lanjut tidur lagi.

Gue membuka mata untuk menyesuaikan pandangan dengan cahaya, ketika paginya gue udah bangun.

Tangan gue spontan meraba jam yang ada di nakas. "Hah??! Jam 7.00?? What the.." pekik gue.

Sekolah gue masuk jam 7.15, sementara jam 7.00 gue baru bangun. Belum lagi mandinya, belum lagi perjalanan ke sana. Arrgh.

Akhirnya gue memutuskan untuk mandi seadanya, dan bersiap dengan gerakan yang super tangkas. Gue lari turun ke bawah, dan melihat hanya ada pembantu gue. Mama dan Papa kemana?

Gue cek di dapur ternyata mereka di sana.

"Ma, aku langsung ya. Udah telat banget. Bye" gue mencium pipi Mama.

"E-eh t-tapi, Qiaa.." teriak Mama manggil gue.

Gue bener-bener telat dan sama sekali gak menghiraukan panggilan Mama. Gue lari keluar dan menyetop angkot.

Sampe di sekolah gue setengah lari menuju gerbang yang udah hampir tertutup rapat. Akhirnya gue bisa masuk sebelum gerbang ditutup, karena kalau udah ketutup gue terpaksa harus bolos.

Di kelas gue udah liat Metta dengan penampilannya yang berubah drastis. Buset ini anak. Dia bener-bener nge-curl rambutnya.

Gue jalan pelan untuk mengatur napas yang tadi dipakai buat lari-larian. Padahal baru pagi-pagi udah capek aja.

"Qiaa.. Kok telat banget sih? Untung tadi gak ditutupin gerbang. Kalo gak lo bakal rugi tiga kali lipat." celoteh Metta. Yailah, baru datang juga udah kena omongan Metta.

"Tiga kali lipat? Banyak amat," kata gue sambil duduk di kursi gue yang ada di deket Metta.

"Iya, yang pertama lo bakal rugi karena gak masuk pelajaran, yang kedua lo gak bisa liat anak baru yang katanya super duper ganteng itu, dan terakhir yang lo rugi banget kalo gak datang karenaa... Lo gak bisa liat model rambut baru guee!" jelas Metta yang memberikan penekanan pada kalimat akhirnya.

"Astaga.. Gue pikir apaan. Lebay banget sih Met. Bisa gak sehari aja lo gak ceramahin gue dengan kelebayan lo itu?" jeda sedikit "Lagian nanti kalau diliat sama guru tuh rambut, bakal dicatok lurus sampe ke akar-akarnya." kata gue.

"Aih, lo mah. Gak pernah dukung gue kalau mau kelihatan cantik. Ini juga curl biasa kok, gak mencolok amat." Metta mengerucutkan bibir sambil menggoyangkan rambut dengan tangannya..

"Metta sayang, kita itu mau ke sekolah. Bukan lagi jalan-jalan. Jadi tolong sesuaiin sama keadaan. Gue juga nasehatin itu untuk lo juga, karena lo. alay. banget." gue memberikan penekanan pada akhir kalimat dan mencubit lengan Metta gemas.

"Selamat pagi." sahut seorang guru yang memasuki kelas kita.

"Pagi, Pak" jawab seisi kelas dan itu lumayan berisik.

"Hari ini kita akan belajar Morfologi. Morfologi adalah.." Bla bla bla.

Waktu istirahat gue haus dan pengen ke kantin, tapi Metta lagi kebelet katanya udah dari tadi. Jadi kita berdua memutuskan untuk ke toilet dulu.

JinggaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang