Chapter 18

820 36 0
                                    

"Udah siap? Lama banget sih, make up mulu lo, kalo jelek yah jelek aja." ledek Aaric sedikit teriak saat gue udah jalan turun dari tangga.

Gue mendelik ke arahnya dan melanjutkan jalan hingga sampai di ruang tamu tempat Aaric duduk di sofa. Hari ini hari libur dan Aaric ngajak gue buat jalan-jalan sekalian katanya refreshing karena besok udah mulai UN. Gue hanya menurut karena memang ide yang bagus sebelum akhirnya menyiapkan diri buat mendem di rumah untuk fokus belajar.

"Kita kemana?" tanya gue sambil naik ke motor Aaric.

"Jalan-jalan aja dulu. Nanti di jalan dipikirin mau kemana" katanya santai dan menyalakan motornya.

"Gue mau ke pantai yang kemarin. Kita ke sana ya?" kata gue memohon.

Aaric mengangguk-angguk, "Boleh sih, tapi kita jalan-jalan dulu aja." jawabnya. "Peluk dong." ujarnya lagi.

Gue mengacak rambut berpomadenya yang super rapi itu kemudian memegang pundaknya santai. Aaric berdecak lidah dan terkekeh kemudian memutar gas dan meninggalkan halaman depan rumah.

Setelah beberapa menit, Aaric menghentikan motor di depan sebuah warung kecil yang masih sepi. Gue turun saat Aaric jalan duluan masuk dan mengibaskan gorden yang menjadi pembatasnya. Gue memutar pandangan ke arah jalanan yang lumayan ramai oleh pengendara motor dan pejalan kaki. Ini kayak jalanan ke rumah Aaric.

"Pagi Bang, masih sepi aja. Pesen dua ya," sahut Aaric dan melakukan tos ala cowok. Gue memperhatikannya dan kemudian ikut duduk.

"Sip Aar. Tumben bawa pacar, udah laku?" tanya Abang penjual itu seperti meledek.

Aaric terkekeh, "Udah lama sebenernya, cuma baru mau dipublikasiin, katanya malu kalo banyak orang yang tahu." jawabnya santai dan tersenyum ke arah gue. Seakan mengerti permainan kedua pria ini, gue langsung mukul Aaric dan mendelik ke arahnya kemudian tersenyum ke arah Abang penjualnya.

"Kenapa ke sini? Katanya tadi lo mau jalan-jalan?" tanya gue seraya melipat tangan di atas meja.

"Gue baru inget tadi kita langsung cabut, gak sempet sarapan sama sekali. Jadi gue bawa lo ke tempat kesukaan gue dulu, lagian lo juga laper kan?" tanyanya kemudian.

"Eh iya, ini tempat ketoprak yang lo bilang dulu kan? Depan gang rumah lo." tanya gue saat tiba-tiba inget kejadian dulu waktu dia kenalin diri.

"Lo inget? Gue aja gak inget kapan gue ngomong gitu ke lo." katanya kemudian terkekeh.

Gue hanya menggeleng kepala menatapnya dan tersenyum.

"Jingga," panggil Aaric.

Gue menoleh dari pandangan gue yang menerawang ke arah jalanan yang semakin ramai.

"Mama Papa sama Rhea bentar malam udah pulang, abis jalan-jalan gue juga harus balik ke rumah." katanya.

Hah? Oh.

Gue terhenyak mendengar kata-katanya. Entah kenapa gue gak bisa jawab, mulut gue kayak terkunci. Gue hanya bisa menatapnya datar sama sekali tanpa ekspresi. Ada yang lain di benak gue saat dia ucapin kata-kata itu. What? Gue kayaknya udah gila.

"Oh," kata gue singkat.

"'Oh' doang?" tanyanya mengerutkan alis. "Bukan jawaban yang gue harapin".

Gue terkekeh, " Emang lo mau jawaban apa?"

"Aaric mah cuma mau sama kamu neng, baru kali ini loh Aaric ngajak cewek ke sini. Itu artinya kamu spesial buat dia, udah buruan nikah aja." Abang penjual itu tiba-tiba nyahut membuat gue dan Aaric langsung noleh.

JinggaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang