Chapter 9

1.2K 55 0
                                    

Qia's POV

"Makasih ya. Hati-hati di jalan." ujar gue dengan melambaikan tangan ke arah Dary yang masih nyaman duduk di dalam mobil kerennya itu.

"Iya, bye." kata Dary juga melambaikan tangan lalu kembali fokus ke arah kemudi dan melaju pergi.

Setelah memperhatikan mobil hitam itu hingga berbelok di pertigaan depan, gue berbalik melangkah masuk ke rumah. Hari bener-bener udah malam untuk jam pulang sekolah. Gue gak tahu harus ngomong apa sama Mama karena tadi lupa izin berhubung hp gue udah lowbet total.

Dengan hati mantap gue melangkah perlahan dan memegang gagang pintu kuat sebelum akhirnya terbuka dari dalam. Gue terlonjak kaget hingga mundur sedikit sambil membulatkan mata. Kak Amar?

Gue menghela napas lega dan bergumam, "Kak Amar! Lo ngapain disitu? Ngagetin gue aja." gumam gue sambil menepuk dada bidangnya dan mendengus kesal. Entah sudah berapa kali gue kaget hari ini dan itu gak baik buat kesehatan jantung gue. Fiyuuh.

"Lo sendiri ngapain baru pulang? Gue baru mau nyariin karena Mama sama Papa gak ada di rumah." Kak Amar natap gue tajam seakan tatapan itu penuh siratan ingin mengintrogasi kejadian hari ini penyebab gue pulang kemalaman.

"Entar aja dijelasin. Gue pengen mandi, trus makan. Lo udah makan? Gue tadi beli martabak diluar. Eh Mama sama Papa kemana?" tutur gue sambil mendorong punggungnya masuk.

"Siapin nasi yah Kak! Gue mau mandi dulu." teriak gue ketika baru menaiki tangga dengan lemas. Pembantu rumah tangga gue lagi gak ada, gak tau juga kemana. Hobinya lari-larian mulu dari rumah.

Setelah berhasil memasuki pintu kamar, gue melompat ke atas ranjang dengan telentang dan merentangkan kedua tangan sambil menatap ke arah langit-langit kamar. Uh, hari yang indah.

Setelah bertahun-tahun gak ketemu sama Dary, hari ini dia jadi berubah 180 derajat. Ralat. 360 derajat. Gue masih gak nyangka cowok yang ngajak gue jalan itu adalah Dary, teman kecil gue. Cowok yang dulu gue suka pas masih ingusan, sekarang malah tambah melting dengan senyum sejuta watt-nya itu. Jangan-jangan gue lagi suka sama dia? Aduh gimana ya. Wuaa!!

"Dek, cepetan. Nasinya udah dingin ini. Gue udah laper." teriak Kak Amar dari bawah yang gue yakin di meja makan. Yaelah, lagi asyik-asyiknya juga. Hahaha.

Setelah bersih-bersih yang berlangsung beberapa menit, gue turun dengan keadaan handuk masih membalut rambut gue yang basah. Kak Amar udah lesu nungguin sampe-sampe hampir ketiduran. Haha kasihan.

Gue duduk diatas kursi dan makan sama Kak Amar dengan Kaki yang terangkat otomatis ke atas kursi.

"Mama kemana emang?" tanya gue yang lagi nguyah. Emang gak dididik dasar, lagi nguyah malah ngobrol.

"Katanya bakal telat pulang karena nemenin Papa meeting sampe malam" ujar Kak Amar juga yang masih sibuk dengan kunyahannya.

Setelah makan, gue dan Kak Amar duduk santai di sofa ruang tamu dan menonton siaran tv yang sama sekali gak menarik perhatian gue.

"Lo abis kemana tadi? Sampe telat pulang segala" Kak Amar memulai percakapan.

Gue langsung mengarahkan pandangan dari layar tv ke kakak gue satu-satunya ini, "Tadi abis jalan sama Dary, trus gak sempet ngabarin karena hp gue lowbet total." ucap gue.

"Dary? Siapa tuh? Gebetan?" tanya Kak Amar bingung.

"Dary Runako. Temen kecil gue dulu. Masa sih lo udah lupa, itu loh yang setiap hari main ke sini sampe dulu Mamanya labrak gue katanya nyulik dia." kata gue terkekeh pelan.

Kak Amar masih mengerutkan alisnya mikir sambil memutar-mutar bola mata. Dasar laki-laki, pelupa! Huh. "Ooh.." gumam Kak Amar membulatkan mulut penuh. "Dary! Astaga. Yang dulu pernah gue kunciin di gudang karena salah masuk kamar lo?" tanya Kak Amar yakin.

JinggaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang