Qia's POV
"Siapa lagi yang belum kebagian?" tanya Pak Tio yang sedang membagikan nama-nama kelompok untuk tugas yang akan di presentasikan minggu depan.
Gue mengangkat tangan karena emang belum punya kelompok.
"Oke, kalian berdua sekelompok ya. Sudah semua kan? Baiklah. Sampai bertemu minggu depan" ujar Pak Tio sebelum akhirnya ia keluar dari kelas.
Berdua? Siapa? Gue kira cuma gue yang ngangkat tangan tadi.
"Siapa lagi sih? Gue kan cuma sendirian ngangkat tangan tadi?" tanya gue ke Metta.
"Aaric. Gak liat tuh anak-anak pada liatin lo sirik?" ujar Metta sambil menunjuk anak-anak di kelas dengan dagunya.
Hah?!
"Aaric?!" gue spontan berbalik ke arah bangku Aaric yang memang ada di belakang. Pantas aja gak liat.
Aaric natap gue lekat lalu menaikkan satu alisnya dan tersenyum.
"Lo beruntung banget sih? Pliss kasih tau gue caranya buat dapetin cowok-cowok ganteng. Gue janji gak bakalan rebut Aaric dari lo kalo gue udah dapat." sahut Metta menggoyangkan tangan gue dengan wajah memohon.
"Beruntung apaan? Ini kutukan! Lo gak tahu aja dia senyebelin apa" gue mendengus.
"Yah, kalau bukan Aaric, yang lain kek. Gue juga pengen kayak lo" Metta kembali menatap gue lekat.
"Gue juga gak tahu kenapa tuh anak bisa lengket banget kayak gak mau pisah. Huh.." keluh gue.
"Aih lo mah. Gak pengen banget liat sahabatnya punya doi" Metta mendengus dan mengerucutkan bibir.
"Hahah, cayang-cayang. Jangan ngambek gitu ah, jelek. Nanti gue cariin di biro jodoh kalo perlu." gue terkekeh ledek dia. Ada-ada aja sih.
"Lebay deh." Metta juga terkekeh.
"Ketularan lo nih." kata gue. Kemudian kita berdua ketawa.
Jam istirahat udah bunyi, gue beresin buku dan ngajak Metta buat jajan ke kantin.
"What?! Demi apa?! Buset Qia!!" teriakan Metta menggelegar membuat hampir seluruh siswa yang ada di kantin menoleh ke arah meja kita.
"Husssstt.. Jangan ribut-ribut. Aduh, tenang aja. Lo bikin malu kita tau gak." ucap gue berbisik dan menutup mulut Metta yang membulat. Gue lagi cerita soal Aaric ke Metta waktu ke supermarket malam itu. Aduh, jadi kacau nih.
"Eh.. Upss. Sorry." kata Metta juga menutup mulutnya setelah gue lepas tangan gue. Dia nyengir.
"Anak-anak pada liatin kita tau gak. Lo kan tau gue gak suka di liatin banyak orang kayak gitu. Ah lo mah." ambek gue kemudian kembali menatap kuah bakso di hadapan gue.
"Sorry. Yah, gue kan kaget banget. Tuh kan apa gue bilang, lo itu beruntung banget bisa deket sma Aaric tau gak. Hufft, andai aja gue juga punya." keluh Metta mengerucutkan bibirnya.
"Aih lo apaan sih. Asal tau aja yah, gue bener-bener gak sadar malam itu, lo tau gue tidur di atas motor. Yaahh, mungkin itu cuma refleks karena gue takut jatuh. Tapi suer, gue bener-bener gak ada maksud." ucap gue sungguh-sungguh.
"Yaah, sengaja ga sengaja. Yang penting lo--" kata-kata Metta gue potong, karena tau lanjutannya dia mau bilang apa.
"Hussttt.. Udah yah. Gue cerita ini tapi janji gak ember. Gue gak suka." kata gue mengacungkan telunjuk ke arahnya.
"Oke oke. Traktir tapi. Hee." kata Metta nyengir.
"Yailah. Untung sayang." kata gue memutar mata.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jingga
Teen FictionBaca aja dulu, makin jauh chapter makin kebawa perasaan. ?❣ 13+ ° . . "Mau senyebelin apapun lo ke gue, gue tau setidaknya lo gak bakal pernah biarin ada yang buat air mata gue jatuh gitu aja" -Jingga Follow akun aku ya! Follback kok.