Chapter 17

726 38 2
                                    

"Lo lagi deket sama seseorang? Lo lagi suka sama seseorang kan?" tembak gue langsung.

Metta sedikit terkesiap mendengar kata-kata gue dan seketika terdiam. Dia terus natap gue seakan gak percaya apa yang gue omongin.

"Emm.. Qia, gue minta maaf karena gak pernah cerita soal ini ke lo. Gue cuma butuh waktu buat cerita." katanya kemudian.

"Kenapa lo tega banget Met? Gue salah apa sama lo?" rutuk gue. Metta mengernyit heran, alisnya berkerut bingung seraya menatap gue lekat.

"Maksud lo?" tanyanya.

"Kalo emang lo suka sama Dary, kenapa gak bilang dari awal? Kenapa harus gue yang jadi korban dulu?" pekik gue, saat itu gue udah pengen nangis rasanya. Mata gue udah mulai berkaca-kaca.

Metta menggeleng kuat dengan alis yang benar-benar berkerut, "Gue bener-bener gak ngerti lo ngomongin apa Qi. Dary? Kok jadi Dary? Lo lagi bahas siapa sih sebenernya?" tanyanya bingung.

Gue terdiam dan menatapnya lekat, dia baru aja bilang kalau suka sama seseorang, tapi kenapa masih gak mau ngaku?

"Jangan bikin gue pusing Met. Lo baru aja ngaku kalo lo suka sama seseorang. Tapi kenapa gak mau ngaku kalo itu Dary? Gebetan gue?" lanjut gue.

Metta mengernyit lagi kemudian kembali bicara, "Gue sama sekali gak ngerti arah pembicaraan lo. Yang intinya, gue emang lagi deket sama seseorang, tapi itu bukan Dary. Namanya Arya." tuturnya.

Gue terdiam lagi. Kali ini gak tahu mau jawab apa selain berusaha terus mencerna setiap katanya. Gue bener-bener bingung, apa lagi ini? Kenapa jadi semakin rumit? Kalau emang bukan Dary, gak mungkinkan gue salah liat foto yang ada di profil Dary?

"Emang kenapa lo sampe beranggapan kayak gitu? Kenapa lo sampe nuduh gue hal konyol kayak gitu? Lo pikir gue bakal rebut cowok yang jadi incaran lo? Sadar, Qia. Gue ga sejahat itu ke sahabat gue sendiri. Lo percayakan?" sahut Metta kembali.

Gue masih menatapnya tapi sedetik kemudian gue merogoh saku baju dan meraih hp. Gue menyodorkan hp itu setelah mengutak-atik layarnya yang menunjukkan profil Dary.

Sekali lagi Metta terkesiap kaget dan membelalakkan matanya penuh. Dia kelihatan shock banget pas liat layar hp gue.

"I-ini maksudnya apa?" sahutnya beberapa saat kemudian. Mata Metta memerah seperti orang yang ingin menangis.

"Lo ngertikan kenapa gue beranggapan hal konyol yang bahkan gue sendiri gak percaya itu ke lo?" ujar gue sedih. Sedetik kemudian air mata gue tumpah membasahi pipi. Gue udah gak tahan kalau situasinya jadi gini.

Terdengar isakan penuh oleh Metta yang juga ikut nangis kayak gue. Gue sedikit heran tapi itu semua tersingkirkan karena gue bener-bener sedih dengan kejadian ini. Kenapa segini merananya?

Setelah beberapa saat hanyut dalam tangisan, Metta membuka suaranya yang sumbang, mungkin karena habis nangis. "Qia, gue minta maaf sama lo. Gue bener-bener gak tahu kalau Arya itu Dary. Dan Dary adalah Arya. Selama inikan lo gak pernah nunjukin ke gue muka Dary itu kayak gimana, orangnya kayak apa. Yang gue tahu cuma nama dan kebiasaannya yang dia lakuin ke lo, karena lo cuma curhat itu aja. Lo sadar kan selama ini lo gak pernah ngasih tahu gue tentang siapa Dary sebenernya? Dan ternyata itu jadi peluang buat dia deketin gue juga." ucapnya tulus.

Mendengar itu gue langsung menunduk dengan perasaan yang campur aduk. Gue masih terisak karena hanya itu yang bisa gue lakuin.

Gue mengangguk-angguk dan mengangkat wajah yang memerah kemudian menatap Metta, "Met," kata gue, "maafin gue karena udah nuduh lo yang gak-gak. Lo tahukan gimana sayangnya gue ke Dary? Saat gue liat foto lo itu, gue gak tahu harus apa dan hanya bisa kecewa sama lo dan Dary. Tapi kenyataannya, yang jadi dalangnya emang cuma si cowok itu. Maafin gue." Gue kembali menunduk.

JinggaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang