Chapter 3

1.6K 64 0
                                    

"Qi, gue udah cantik belum?" tanya Metta kegirangan.

Gue mengangguk dan senyum terpaksa.

---------------

Setelah beberapa menit perkenalan yang membosankan itu, Pak Tio menyuruh Aaric untuk duduk.

Aaric berjalan di barisan bangku gue sambil terus natap gue sinis. Karena risih, gue langsung mengeluarkan suara yang agak keras.

"Apa lo liat-liat?! Hah?!" pekik gue saat mata kita bertemu.

Tanpa menghiraukan ucapan gue, Aaric dengan santainya jalan ke bangku paling belakang dan mungkin duduk.

"Iih dingin banget." rajuk gue agak berbisik.

"Lo ngapain neriakin calon gue? Lagian kita kan kemarin juga udah ketemu di toko serba ada itu." ucap Metta tiba-tiba membuat gue menoleh ke arahnya.

"Lo giliran cakep dikit aja, gue sampe dilupain. Lo gak inget? Kemarin itu dia nabrak gue sampe gue jatoh. Untung bantuin gue berdiri, kalo gak gue beri juga tuh orang." jelas gue kesal.

"Nabrak lo? Emang dia nabrak lo sampe jatoh? Kok gue gak tau? Trus, apa tadi lo bilang? Dia bantuin lo berdiri? Oh my god, Qia. Jadi kemarin lo di pegang sama dia? Gak, gak mungkin. Lo jangan berani rebut dia dari gue." ucap Metta, mungkin bercanda mungkin juga gak.

"Apaan sih lo ah."

"Tapi yah, dia lumayan dingin juga sih. Masa perkenalannya cuma nama doang? Gue kan pengen tau dia tinggal di mana, apa hobinya, ininya, itunya." Metta mendengus kesal.

"Lo lama-lama bisa jadi anak berkepribadian ganda gara-gara si Aaric Aaric itu. Tadi muji, sekarang kebalik." gue memutar bola mata.

"Yah kan gue juga punya penilaian lain dari dia. Seenggaknya gue gak berpikiran negatif mulu ke dia, kayak lo" sahut Metta agak lebih dekat ke telinga gue lalu berbalik menghadap ke mejanya.

"Eh, entar temenin gue kenalan sama dia yah? Plis plis." ujar Metta tiba-tiba sambil mencengkeram lengan gue, matanya agak berbinar.

"E-eh, biasa aja kali. Cuma kenalan juga. Gak ah, gue males."

------------
Bel pulang akhirnya bunyi, gue buru-buru membereskan meja gue dan beranjak keluar kelas, karena kelas udah sepi. Metta udah cabut duluan dari tadi. Katanya sih udah laper banget dan dia juga udah di jemput.

Gue berjalan santai keluar kelas sambil natap handphone dan memasang headset ke telinga gue.

Lagunya masih belum gue putar, jadi masih kedengaran segerombolan langkah kaki yang sedang berlari.

BRUK!

Kok gue punya hobi di tabrak sih? Batin gue.

Gue menoleh untuk melihat siapa yang nabrak, ternyata segerombolan orang itu udah lari menjauh. Dasar anak-anak gak bertanggung jawab. Gue mengusap lengan gue yang kesenggol dan lanjut jalan.

BRUK!!

Fiks, ini yang kedua kali. Batin gue.

Tubuh gue serasa keputar karena ditabrak dan gue rasa posisi gue gak seimbang antara berdiri atau duduk. Yang gue rasa ada yang mengganjal sama lengan atas gue.

Berharap gak terjadi sesuatu buruk yang menimpa gue, gue memutuskan untuk membuka mata.

Deg!

Aaric

Aaric Dillon.

Meluk gue?

Oh my god.

Mata kita berdua ketemu, namun kejadian itu gak berlangsung lama, gue belum siap buat berdiri karena udah menyadarinya daritadi, tapi Aaric tiba-tiba aja ngelepas tangannya dan itu membuat gue akhirnya jatuh.

JinggaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang