Prolog

14.2K 964 31
                                    

🎶🎶🎶🎶🎶~

Dering ponsel di sofa mengalihkan perhatian seorang pria yang tengah berkutat dengan sebuah kamera di tangannya. Memaksanya berdiri dan berjalan malas menuju sumber suara dan mengambilnya tanpa melepas pandangan ke kamera miliknya.

"Hello?"

"Halo, nak?" Suara lembut seorang wanita terdengar menyapanya lirih di sebrang sana.

"Eommonim, kenapa?" Dia mengernyit sesaat dan mendudukan badannya ke sofa.

"kamu sudah dengar kabar istrimu?"

"Maaf Eommonim, seharian ini saya sibuk memilih gambar. Emm.. tapi sepertinya dia belum mengabariku. Apa ada masalah?"

"........"

"Yeoboseyo?" Pria itu melepas ponsel dari telinganya dan menatapnya sebentar. Melihat apakah panggilan telpon itu masih tersambung.

"Nak...istrimu meninggal di depan rumah sakit karena gagal jantung. Dia pergi....menantuku...hiks. dia pergi menyusul saudarinya."

Suara seorang wanita yang tengah menangis pilu di sana seketika membuat dadanya serasa terhimpit hingga sulit bernafas. Istrinya. Istri yang sangat dia cintai. Meninggal.

3 hari yang lalu istrinya meminta izin untuk mengunjungi saudaranya yang katanya akan melahirkan. Mereka memang tinggal di Perancis setelah menikah. Karena itu istrinya ingin pulang dan menemani saudarinya saat di rumah sakit hingga keponakannya lahir.

Tapi karena ada deadline yang harus dia selesaikan, dia tidak bisa ikut menemani. Dia berjanji akan menyusulnya jika sudah selesai. Karena itulah istrinya pergi dahulu bersama putra kecilnya.

Air mata itu perlahan mulai menuruni pipi pria itu. Menyadarkannya dari kenyataan yang memang tidak pernah dia bayangkan adanya.

"Tidak Eommonim, jangan bercada."

●●●

Tap...tap...tap...

Suara langkah kaki tergesa terdengar di sepanjang koridor sebuah rumah sakit. Beberapa orang yang sedang lalu lalang sejenak berhenti atau sekedar minggir karenanya.

Seorang pria dengan setelan jas hitam lengkap itu mulai berlari begitu melihat tanda ICU di ujung lorong. Dadanya berdetak tak nyaman, saat beberapa suster terlihat keluar dengan wajah serius.

"Dokter bagaimana keadaannya?" Tanyanya tak sabaran saat melihat sang dokter keluar.

"Selamat tuan, anak anda kembar dan semuanya sehat. Tapi...maaf istri anda tidak bisa bertahan."

"Maaf?"

Pria tersebut seakan tuli mendengar kalimat terakhir yang diucapkan dokter di depannya saat ini. Kemudian tepukan di bahunya menyadarkannya dengan kalimat yang membuatnya begitu hancur seketika.

"Istri anda meninggal saat si bungsu lahit. Dia wanita yang sangat hebat."

Bagai tamparan keras di wajahnya, pria itu seketika menyalahkan dirinya saat tak bisa menemani sang istri disaat berjuang. Dirinya harus menghadiri rapat penting dengan kolega bisnisnya. Dan meninggalkannya sendiri di rumah sakit.

Kondisi istrinya yang semakin buruk memaksanya harus tinggal di rumah sakit begitu usia kandungan menginjak waktu yang sudah ditentukan. Sebenarnya jauh hari dokter sudah bilang jika si kembar tidak akan bertahan karena imun ibu yang cukup lemah. Tapi mana ada orang tua yang rela anak yang di nantikan pergi begitu saja.

Dia tau, kandungan yang dibawa istrinya cukup lemah dan beresiko. Tapi disaat istrinya begitu mendamba anaknya lahir, dia pun tak akan menyadari bahwa artinya sang istri tidak peduli lagi jika dirinyalah yang harus pergi demi anaknya.

Pria itu menatap dua bayi yang masih memejamkan matanya di dalam sebuah inkubator. Hatinya sedikit menghangat kala melihat mereka sedikit bergerak.

"Terima kasih sudah lahir di dunia. Sayang."

"Appa janji akan selalu menjaga kalian. Min Yoonjae dan.... Min Yoonhee."





-TBC-


Ugh...sebenernya aku nulis ini udah agak lama. Gemes banget pengen publish masa. Tapi kurang pd >v< huhuhu

Semoga ada yang suka 😆😆 dan semoga ceritanya ga ngawur. Wks~ 😅

Husbands [Taegi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang