The king's son was always by her, and never ceased his compliments and kind speeches to her.
.
.
.
Jempol Aksha mengusap bibirku perlahan. Aku memejamkan mataku, pasrah terhadap apapun yang akan ia lakukan kelak.
"Ada coklat di sini, Gi. Nah, udah kubersihkan barusan," ujar Aksha, tersenyum enteng.
"Oh." Sambil tertawa berlebihan bagaikan orang bodoh, aku menggesekkan punggung tanganku ke sudut bibir yang baru saja disentuh Aksha.
Apa yang baru saja kupikirkan? Apakah aku berharap Aksha akan menciumku?
Aku buru-buru membalikkan tubuhku dan setengah berlari menuju antrian, malu setengah mati. Peduli amat kalau Aksha tertawa di belakang punggungku! Giani Paramita, wanita paling bodoh yang mengharapkan dicium pria lain padahal ia sudah memiliki kekasih.
Uhhh, aku pasti sudah ngaco.
Kuhirup udara dalam-dalam, berusaha menenangkan jantungku yang masih berdebar tak karuan. Aksha mengantri di belakangku untuk bersalaman dengan pengantin, namun aku mengabaikannya. Pokoknya aku harus pura-pura nggak ada kejadian apa-apa. Semoga saja dia nggak mengungkitnya di hadapan mukaku.
"Apakah kamu bersenang-senang?" tanya Aksha saat kami berjalan bersama menuju tempat parkir.
Dalam hati aku bersyukur gedung parkirnya sedikit gelap, karena aku nggak mau wajahku kelihatan merah di hadapannya.
"Iya, acaranya ternyata seru. Aku juga ketemu banyak teman lama, mengobrol ini-itu, pokoknya asyik, deh!" sahutku dengan keceriaan dibuat-buat.
"Syukurlah," tutur Aksha. "Habis ini mau ke mana lagi?"
"Em ... pulang?"
Aksha menggeleng. "Masa langsung pulang? Nggak seru, dong."
"Terus mau ke mana?" tanyaku.
"Tadi kan aku udah nemenin kamu. Sekarang gantian, kamu nemenin aku," sahut Aksha dengan senyum liciknya.
Aku mengerucutkan bibirku. "Katanya kalau baik nggak usah pamrih."
"Aku memberimu kesempatan untuk berbuat baik padaku. Itu juga termasuk perbuatan baik, kan?" ujarnya sambil mencolek hidungku. "Ayo, jangan banyak ribut. Ikut aku."
"Ya, ini ikut, lah. Kan kita naik mobil bareng," gerutuku.
Senyuman Aksha tetap tersungging di bibirnya ketika ia memasang sabuk pengamannya dan mulai mengeluarkan mobilnya dari tempat parkir. Mendadak, aku merasa terbiasa. Inilah hal yang lumrah bagiku. Duduk di sisinya, di dalam mobil mewah, memandanginya mengemudi dan mengantarku ke mana-mana.
Ini terasa benar.
Ketika Mas Danar semakin menjauh dariku, perlahan-lahan Aksha merebut posisinya di hatiku. Dan aku nggak sanggup melawannya. Siapa yang mampu mengalahkan keinginan hati?
***
Aksha membawaku ke mal terdekat dan menyuruhku membeli pakaian kasual. Semacam kaos dan celana pendek, katanya. Aku jadi heran, ia mau mengajakku ke mana? Namun ia tetap nggak mau memberitahuku.
Kami masuk ke sebuah gerai yang menjual pakaian wanita dan pria, lalu memilih baju masing-masing. Aku mengambil kaos ungu muda dan celana pendek jins, serta sandal karet berwarna ungu senada yang sedang ngetren. Ketika aku mengantri di kasir, Aksha mengambil pakaianku dan mencampurkannya dengan tumpukan pakaiannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Socialite ◇
ChickLit[TAMAT] Jakarta, 2010. Giani Paramita, 22 tahun. Wartawati cantik dan supel ini bermimpi untuk hidup di tengah kemewahan. Kesempatan ini terasa nyata di hadapannya ketika ia bertemu dengan Aksha Fajar Syahreza, lelaki tampan nan kaya yang menjanjika...