10. Very Much in Love

6.4K 467 125
                                    

That he had done nothing but look at her all the time at the ball, and that most certainly he was very much in love with the beautiful person who owned the glass slipper. 

.

.

.

Aksha tertawa. "Jadi kamu cemburu?" bisiknya, bibirnya hampir menempel di telingaku.

Sekali lagi kurutuki respon tubuhku yang menggeliat karena ulahnya. Memalukan, Giani Paramita, seperti wanita kurang dibelai! Yah, Mas Danar memang hampir nggak pernah menyentuhku, selain tanganku.   

"Jangan mengalihkan topik pertanyaan. Jawab aku, atau aku akan berteriak," ancamku.   

Tanpa memedulikan amarahku, ia menciumku sekali lagi. Ketika ia akan melakukannya untuk kedua kalinya, aku menutup mulutku dengan tanganku. 

"Mau aku teriak?" ulangku. 

"Jam makan siang biasanya kantorku sudah sepi," sahut Aksha santai.

"Pasti masih ada orang." 

Aku berusaha merangkak dari bawahnya. Apa daya, walaupun ia menopang dadanya dengan kedua lengannya sehingga kami nggak bersentuhan, kakinya mengunci kakiku. Dan ia terlalu berat untuk kudorong. 

"Diam kamu dan menyingkir dari atasku," tegasku. 

"Baiklah," ujar Aksha enteng. Ia membantuku berdiri dan merapikan rambutku. 

"Jangan pegang-pegang. Jawab aku, siapa Eliana Anjani? Dasar playboy."

"Dari mana kamu kenal Eliana Anjani?" tanyanya. 

"Aku jurnalis, kerjaanku menggali informasi."

Aksha tertawa dan mencolek hidungku. "Kalau begitu, jurnalis Giani Paramita yang piawai menggali informasi, kamu sedikiiiit kurang jeli. Eliana Anjani adalah sepupuku."

"Apa?" 

Mendadak aku merasa malu dan bodoh sekali. Rasa cemburu dan penasaran membakarku hingga aku kurang cermat dan asal menuduh saja. Pasti Aksha menertawakanku habis-habisan.

"Iya, dia sepupuku. Kapan kalian bertemu?" tanya Aksha lagi. 

"Itu ... di mal Senayan ... beberapa minggu lalu. Kalian tertawa-tawa dan berangkulan, kelihatan akrab sekali! Sepupu masa rangkulan begitu?" 

Aksha mengerutkan keningnya, berusaha mengingat kejadian yang kusebutkan. Lalu ekspresi wajahnya berubah santai. "Oh, itu. Aku lagi bercerita tentang teman kami yang akhirnya jadian setelah sekian lama main tarik-ulur. Sekalian aku peragakan cara mereka berkencan." 

Lidahku kelu. Aku benar-benar malu. Tapi dia mungkin saja bohong, kan?

"Beneran?" 

"Iihh, masa aku harus tunjukin akta lahir Eli buat meyakinkan kamu bahwa dia benar-benar sepupuku?"

"Nggak gitu juga, lah," ujarku sambil membuang muka. 

Aksha menyodorkan laptopnya yang membuka halaman Facebook Eliana Anjani. Di sana tertulis daftar keluarganya. Nama ayahnya Rahmat Syahreza. Emailnya eliana.anjani.syahreza@gmail.com. Aksha menunjukkan foto-foto keluarga saat mereka merayakan Lebaran bersama, ada Pak Barkah dan istrinya, lalu lelaki tua yang mirip dengan Pak Barkah -- pasti itu Rahmat Syahreza -- dan anak-anak mereka, termasuk Eliana. 

"Tapi ... tapi ... kenapa kamu ngilang selama empat bulan dan nggak ada kabar?" 

"Loh, bukannya kamu bilang kamu memilih pacarmu dibandingkan aku? Ya, buat apa aku gangguin kamu," sahut Aksha dengan tampang tak bersalah. 

The Socialite ◇Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang