Present Day

7.9K 410 111
                                    

Kebanyakan dongeng populer diakhiri dengan pernikahan antara sang putri dan pangeran pujaan hatinya dan ditutup dengan kata-kata, "Mereka hidup bahagia selamanya." 

Demikian pula kehidupan pernikahanku. 

Pada akhirnya, destinasi bulan madu kami -- yang sebenarnya lebih cocok disebut babymoon -- hanya mencapai sepuluh tujuan dari tigabelas target semula. Kami mencoret Berlin, Maldives, dan Afrika Selatan. Perutku yang semakin besar membuatku semakin cepat lelah. Sedikit-sedikit berhenti untuk mengemil, sekali duduk sudah sejam. Belum lagi ada hari-hari di mana aku maunya tidur saja, nggak mau keluar kamar sama sekali. Aksha, sih, nggak keberatan. Pokoknya dia mengikuti kemauanku saja. Aku benar-benar dimanjakan olehnya. 

Momen-momen berharga ini diabadikan oleh fotografer yang kami bayar untuk mendampingi bulan madu kami. Di tempat panas, aku selalu mengenakan gaun-gaun terusan terbuka berwarna cerah, yang memamerkan bahu dan leher jenjangku. San Francisco dan New York, serta kota-kota di Eropa, sudah mulai dingin pada bulan September dan Oktober, sehingga kami harus mengenakan jaket. 

Di Paris dan Venice, aku mengadakan sesi maternity photoshoot karena kandunganku yang sudah menginjak usia enam bulan sudah terlihat jelas. Selain perut, bagian tubuhku yang lain ikut membesar, bahkan wajahku nggak lagi tirus, namun tembam. Aku memaksa fotograferku untuk mencari sudut yang pas sehingga nggak terlihat gemuk. Akhirnya ia menghiburku akan menyuntingnya dengan aplikasi edit foto. 

Anyway, di samping kenyataan bahwa aku nggak suka tubuhku yang membengkak (padahal kata Aksha aku masih terlihat cute), aku sangat menikmati bulan maduku. Tentu saja, ini perjalanan pertamaku berkeliling dunia, ditemani lelaki yang kucintai. Selain itu, aku suka tatapan orang-orang yang memandangi kami. Beberapa orang bahkan memujiku cantik dan mengucapkan selamat untuk kehadiran bayi kami. 

Namun, semua dongeng harus berakhir. 

Begitu pula dongengku. 

***

Pernikahan bukanlah akhir kisah cinta kami, melainkan baru permulaan. Kehidupanku dengan Aksha memang sangat bahagia. Kami nggak kekurangan material dan sangat berkelimpahan cinta. Namun bukan hidup namanya jika nggak dikelilingi masalah dan kerepotan. 

Putri sulungku, Gina Azizah Syahreza, lahir pada tanggal 25 Februari 2012, secara normal. Bayi yang cantik dan sehat, namun ternyata merepotkan. Jam tidurku benar-benar jadi kacau. Aku harus siap bangun tengah malam untuk menyusuinya. Saat aku baru terlelap, dia sudah menangis lagi. Aku jadi nggak sempat merawat diri. Kantung hitam mulai timbul di bawah mataku. Mas Aksha ikut membantu, sih, tapi tetap saja cuma aku yang bisa menyusuinya. Apalagi saat siang hari, ia pergi bekerja. Praktis hanya aku yang mengurusnya. 

Ibu dan Daniya memang kadang membantuku, namun mereka juga punya kesibukan masing-masing. Ibu tentu menemani Bapak yang baru dimutasi menjadi menteri ekonomi dan ingin mencalonkan diri sebagai presiden pada tahun 2014 mendatang. Sedangkan Daniya yang baru lulus Agustus tahun lalu juga ikut magang di partai Bapak. Ia menjadi wakil juru kampanye Bapak untuk pencalonannya nanti. 

Akhirnya aku menyerah. Dari tadinya sok-sokkan nggak mau pakai babysitter, terpaksa aku menuruti saran Mas Aksha untuk menggunakan jasa penolong. Soalnya aku sudah mulai kesal dengan keadaanku. Muka pucat, badan nggak keurus, pinggang melebar dan berlipatan, aku bahkan jijik sendiri setiap kali bercermin di kamar mandi. Syukurlah, setelah mendapat pertolongan dari babysitter, aku dapat merawat diriku lagi. Aku mengundang personal trainer untuk mengembalikan tubuhku ke ukuran semula. 

Dan nggak usah menghakimiku. Aku tetap mengurus Gina, kok. Aku selalu memberikan ASI atau ASIP melalui botol. Keadaan mental seorang ibu sangat penting untuk membesarkan anaknya. Kalau aku sendiri membenci diriku, bagaimana aku bisa bersikap baik kepada anakku?

The Socialite ◇Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang