Part 32: Someone Who Watching out

32 6 4
                                    

"Apa yang ingin kalian lakukan sekarang?" tanya Tiffany pada Arunika dan Jingga.

Mereka sedang mengobrol di Gajebo belakang rumah setelah pulang dari gedung Oase, di sana Tata fokus mengisi teka-teki silang, Arsya duduk sambil melakukan gerakan yoga dan memejamkan mata, lalu Sonya sedang ngemil sambil tiduran.

Jingga hanya mengangkat bahu tidak peduli menjawab pertanyaan Tiffany, ia sedang membenarkan magic jar yang sedikit rusak, hingga menyebabkan nasi yang mereka masak selalu bau. Biasanya, nasi yang bau disebabkan thermostatnya sudah memutus arus listrik, padahal suhu masih kurang. Untunglah Jinggga tau cara membenarkannya.

Berhubung tidak ada laki-laki, mereka belajar memperbaiki alat-alat listrik, atau alat rumah tangga yang bisa mereka betulkan sendiri.

"Kamu terlalu cuek Jii " gumam Sonya.

"Kita bukan artis, atau apalah itu ... Buat apa mikirin yang gak penting kayak gitu" jawab Jingga.

"Keluar tak "titik-titik", masuk tak genap. Apa itu? Ada lima kotak, menurun" Tata mengganggu Arsya yang sedang fokus yoga.

" Keluar tak "ganjil", masuk tak "genap" " jawab singkat Arsya. Tata langsung menulis sambil menjulurkan dan menggigit lidahnya.

"Kalian memang bukan Artis, tapi keluarga Runi itu udah nyaingin para artis." Tiffany menunjuk Runi yang tengah menepuk-nepuk punggung Cantika, anak itu sudah merem-melek karena mengantuk.

"Aku gak bisa nebak mau Yuyu apa" jawab Runi.

"Biarin aja, gosip kita gak begitu penting. Lama kelamaan juga ilang" Jingga mencoba buka thermostat magic-jernya lalu dibungkus dengan karton yang telah ia siapkan.

"Apa nama topi khas Mexico, ada delapan kotak" Tata kembali bicara sambil menoel Arsya.

"Sombrebo" Arsya sedikit kehilangan konsentrasinya dalam beryoga. Tata langsung mencoba menulis di buku TTS-nya.

"S-O-M-B-R-E-B-O. Uwaaaah, pas pas pas." Arsya hanya berdecih mendengar Tata yang kegirangan.

"Tapi setidaknya ini akan berimbas pada perusahaan orang tua kalian berdua, aku gak tau kalo perusahaan ayah kamu Jii, tapi Sudra Group ? come on, itu bener-bener perusahaan besar. Saham mereka pasti syuuuuuut, turun." Ucap Tiffany berlebihan, lalu merebut cemilan Sonya dan langsung memakannya, tapi setelah beberapa kunyahan ia mengerutkan keningnya,

"Tu...tunggu...tunggu. Turun?" Tiffany berpikir sebentar. "nah, ini yang di inginkan Yuyu. Iya, pasti ini yang di inginkan Yuyu" Tiffany terlihat bersemangat dan mengacungkan telunjuknya memikirkan semua kemungkinan yang terjadi.

"Waah...bisa jadi, bisa jadi" Sonya menganguk setuju.

"Terserahlah" Jingga memasukan kembali thermostat magic-jernya ke tempat semula. Setelah beberapa sentuhan akhir, Jingga membolak-balikan magic-jer dan meluruskan kakinya yang bersila, akhrinya selesai.

"Menurut kamu Run?" Tiffany melirik ke arah Runi dengan penasaran.

"Bisa jadi, dia sangat benci ayah." Runi mengangkat bahu tidak pasti.

"Inti batang pisang itu apa sih? Aku lupa, Aras? Aris?aros?" lagi-lagi Tata menoel Arsya yang masih duduk bersila dengan tenang.

"Astagaaa,,,, ares Ta, ares, ARES. You know? A-R-E-S." kini Arsya yang sebal dengan tingkah Tata, menjawer telinganya dan melafalkan kata ares dengan cukup keras.

"lupa syaaaaa..." ucap Tata polos. ia terkikik geli dan mengusap-usap kupingnya.

"Aaah, aku pusing mikirin Yuyu jadinya. Cantika ngantuk?" tambah Runi, ia langsung mengangkat kepala anak itu dengan lembut. Yang di tanya hanya menggeleng, meskipun matanya sedikit sayu.

"Bentar lagi ada Upin-Ipin Mommy, Cantik mau nonton TV." Cantika mengusel-usel matanya dengan tangan, lalu menguap sebentar. Ini sudah setengah lima sore, sebentar lagi acara kesayangannya itu akan di mulai.

"Yasudah, ayo kita nonton TV." Runi mengais Cantika, Sonya ikut di belakangnya, gara-gara Cantika, Sonya jadi ketagihan upin-ipin. Dia yang dulunya paling sering mengejek Jingga karena penyuka Chibi Marukochan, malah ikut menyukai hal-hal yang berbau kartun seperti Upin-Ipin dan Sopo Jarwo. "tidak ada sinetron yang mendidik lagi, selain Upin dan Ipin" begitu kata Sonya saat semua meledeknya.

Jingga menggoyang-goyang majic-jer, lalu berjalan kedalam untuk mengetesnya, Tiffany ikut masuk ke dalam sambil menggerutu, ia masih penasaran apa yang di inginkan Yuyu sebenarnya.

"SMU di jaman penjajahan belanda? SMU? Emang ada ? Sya, Apa nama SMU di jaman Belanda? Sya..Sya... apa nam..."

Arsya menarik nafas dan berbalik, dia mengambil bantal duduk di belakangnya dan langsung memukuli Tata berkali-kali.

Buukk...buukk...buukk...

"Iiiiiiih" Arsya terus memukuli Tata dengan bantal. "aaaah dasar, mana aku tau, aku lahir saat Belanda udah kabur dari Indonesia..... iiiish"

"Hahaha..." Tata terbahak-bahak sambil menghindari bantal yang terus dipukulkan ke seluruh tubuhnya.

"Ada eyang Goggle, tanya sama dia aja sana" gemas Arsya. Latihan yoganya sudah gagal. Ia memilih pergi meninggalkan Tata yang masih tertawa di belakangnya.

***

"Kenapa? kamu pusing?" Jingga menoleh kesampingnya, Runi tengah memegang kepalanya dengan sebelah tangan, satu tangannya lagi menggandeng tangan Jingga.

Mereka sedang berjalan masuk ke arah Oase untuk makan siang, Runi dan Jingga memilih makan di sini saat yang lain makan di rumah.

Jingga segera memilih bangku di paling ujung agar tidak mencolok.

"Aaahh..." setelah duduk Runi segera memijat kepala dengan kedua tangannya, Jingga segera memesan air minum dan makannya.

"Ini sudah lima hari, sejak kamu keluar."

"Hmmm. Mungkin aku cuma kurang tidur." ini memang terbilang cukup lama. Biasanya tidak lebih dari tiga atau dua hari, Yuyu akan kembali berkuasa atas tubuh Runi.

Jingga mencoba membantu memijat kepala Runi yang tengah menempelkan pipinya ke meja.

Runi sedikit terkekeh melihat dan merasakan gerakan pijatan Jingga yang terasa kaku.

"Kenapa...?" tanya Jingga. Runi terus terkekeh sambil mengambil tangan jingga, ia meremas-remas tangan itu dengan pelan.

"Tangan kamu Ji, tangan kamu sangat kaku. Lihat....?" Runi mengangkat tangan Jingga dari kepalanya, lalu ia memasukan tangannya kesela-sela jari sahabatnya itu.

"Apa kamu selalu begini waktu aku gak ada? Uuuh, tangan kamu kaku, Dingin" lanjut Runi, dan menempelkan tangan Jingga ke pipinya, sesekali Runi sedikit mengecupnya agar tangan itu rileks. Jingga hanya tersenyum padanya.

Kegiatan Runi terganggu saat pelayan mengantarkan makannya, Jingga menarik tangannya dan segera membatu pelayan menyimpan makanan.

"Besok kamu jadi ke rumah keluarga Kak Arkani?"

"Hhmmm..." Jingga langsung memakan sate kesukaannya.

"Aku penasaran...." Runi menyangga kepalanya dengan sebelah tangan, ia menatap Jingga lekat.

"Tentang?" Jingga mengerutkan keningnya.

"Bagaimana jika mereka membaca artikel itu, dan apa reaksi mereka?"

"Kamu tau aku gak peduli tentang pandangan orang lain"

"Keluarga Mas Arkan sekalipun?"

"heu.eummm" cuek Jingga. Runi tertawa mendengarnya.

"Kenapa?" tanya Jingga yang terlihat bingung.

"Itulah kenapa dia menciumu, dan sangat-sangat meyukaimu..." Runi merasa gemas dengan sahabatnya yang satu ini, dia mengacak-acak poni Jingga yang sedang menatapnya polos sambil memakan satenya

"Siapa?" tanya Jingga.

"My other side"

Mereka hanya saling melemparkan senyum, tanpa mengetahui bahwa ada seseorang yang memperhatikan mereka dengan pandangan berkaca-kaca.


ok ini pendek, tpi besok up lagi kok.... krisarnya dikit boleh doooooong.... sejauh ini cerita jingga kayak gimana? 

The Good, The Bad, & The CrypsyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang