Ponsel Jaehyun tidak aktif. Sudah sejak kemarin malam lelaki itu tidak bisa dihubungi dan setiap kali Ten mencoba menghubungi, yang dia dengar hanya rekaman suara Jaehyun memintanya meninggalkan pesan. Dia tidak tahu dimana lelaki itu. Dia menghubungi Minho dan sekretaris keluarga Jung itu mengatakan bahwa Jaehyun tidak pulang semalam. Pagi ini pun, lelaki itu belum tiba di kantor.
Ten nyaris dikuasai frustasi. Dia berdiri gusar di samping jendela ruang kerjanya. Dipijitnya kening walau dia tahu itu tidak akan membantu menghilangkan pusing di kepalanya. Jika Jaehyun tidak muncul juga dalam satu jam, dia harus membatalkan dan menjadwal ulang semua rapat yang harus diikuti lelaki itu untuk satu minggu. Tentunya, itu bukan pekerjaan mudah. Yang lebih membuat Ten senewen, Jaehyun menghilang tepat satuu hari sebelum acara pertunangannya dengan Kim Doyoung berlangsung.
***
Lelaki yang dicari-cari saat ini berada di Busan, terbaring dalam kamar salah satu hotel berbintang lima di kota itu. Jaehyun membuka kedua matanya perlahan. Suara gerutuan Doyoung yang berisik membangunkannya dari tidur. Dia mengerutkan kedua alisnya. Samar-samar, didapatinya sosok mungil Doyoung sudah berada di dalam kamar.
"Kau sudah bangun?"
Didengarnya Doyoung bertanya. Dia melihat perempuan itu membuka tirai, membiarkan sinar matahari pagi menghambur masuk menghangatkan ruangan. Jaehyun tidak menjawab. Dia mendesah kesal karena istirahatnya terganggu.
"Semalam, kau tidak mengunci kamarmu. Kau sadar tidak?" Doyoung mengomel lagi.
Sambil mencoba mengembalikan kesadarannya, Jaehyun bergumam pelan, "Pagi sekali, sih, kau bangun."
Doyoung memelototinya. "Ini sudah pukul enam, Jaehyun. Aku bisa kehilangan cahaya, nih." perempuan itu menghardik. "Cepat bangun, dan kutunggu kau di lobi setengah jam lagi." Doyoung melangkah keluar dari kamar, lalu menutup pintu.
Jaehyun menghela nafas. Dia memaksakan diri untuk bangkit dari tempat tidur, lalu melangkah enggan ke arah kamar mandi. Entah mengapa dia menerima ajakan Doyoung untuk pergi ke Busan. Kemarin malam, dia masih berada di kantor saat perempuan itu tiba-tiba datang. Doyoung memasuki ruang kerjanya membawa dua lembar tiket pesawat dan berkata,
'Aku punya dua tiket. Kamar sudah dipesan dan sopir menunggu kita di pelataran. Let's go! We have to catch the flight.'
Perempuan itu tidak memberinya kesempatan untuk menolak. Jadi, di sinilah mereka, satu hari menjelang acara pertunangan.
Jaehyun berdiri dihadapan cermin di dalam kamar mandi, menatap langsung ke bayangan matanya sendiri yang berkilat gusar. Beberapa hari ini, ucapan Doyoung saat kencan terakhir mereka masih memenuhi pikirannya. Perempuan itu memintanya untuk berusaha keras.
Lucu.
Berusaha keras untuk apa? Untuk jatuh cinta? Kalaupun memang jatuh cinta semudah itu, dia harus melupakan sosok Yuta terlebih dahulu, sesuatu yang selama satu tahun ini tidak sanggup dilakukannya.
Dia terlalu mencintai Yuta sampai rasanya begitu sulit melupakan perempuan itu.
***
Waktu yang sama, tetapi baru lewat tengah malam di Paris. Yuta masih terjaga. Dia duduk di sofa panjang, di tengah apartemennya yang temaram. Di temani sebotol wine, es batu, dan gelas setengah terisi. Sepasang matanya menatap kosong ke arah langit-langit ruangan yang polos. Dia membiarkan pikirannya menerawang tanpa tujuan sambil mendengarkan alunan musik new age yang biasa diputar oleh sejumlah bistro di Gare du Nord.
Besok malam, dia akan bertolak ke Seoul untuk mengikuti tur Asia yang diadakan oleh Shu Uemura sesuai rencana, sebagai bagian dari kontraknya dengan perusahaan kosmetik tersebut. Dan, entah mengapa dia tidak bisa tidur.
KAMU SEDANG MEMBACA
ORANGE ; Jaedo
Fanfiction[COMPLETED] Originally by Windry Ramadhina _Bagian tersulit saat mencintaimu adalah melihatmu mencintai orang lain_