Ten memasang raut geram. Jaehyun tengah sibuk memeriksa laporan keuangan perusahaan mereka saat sepupunya itu masuk ke ruang kerjanya secara tiba-tiba. Ten membawa sejumlah foto yang kemudian dilemparkan ke atas meja kerja.
"Kau sebut apa ini kalau bukan skandal?"
Perhatian Jaehyun beralih dari laporan keuangan. Dia menatap kumpulan foto yang ditunjukkan oleh Ten. Foto-foto dirinya bersama Yuta. Dia dan perempuan itu berciuman di dalam restoran yang mereka datangi beberapa hari lalu.
"Kau tahu berapa miliar yang harus kukeluarkan untuk mencegah foto-foto ini muncul di media?" tanya Ten lagi. Suara Ten sarat emosi dan wajahnya sangat merah.
Jaehyun tidak terlalu ambil pusing dengan foto-foto tersebut. Dia kembali menghadapi pekerjaannya. "Berarti sudah tidak masalah, kan?" dia menanggapi dengan datar.
Sepupunya mendesah kesal. "Jaehyun," kata perempuan itu sambil menahan emosi, "kita sedang mengejar tender penting bulan ini. Suka atau tidak, reputasimu ikut mempengaruhi dan aku tidak akan membiarkan tender ini lepas. Tolong jauhi Yuta dulu untuk sementara."
"Apa-apaan, Ten? Kau mencoba mengatur kehidupan pribadiku?" protes Jaehyun.
Ten tertawa sinis. "Kau tidak pernah bisa mengatur hidupmu dengan baik, Jaehyun. Karena itu, aku terpaksa ikut campur."
Jaehyun mengangkat wajahnya. Dia menatap Ten sambil merapatkan rahang. Lagi-lagi, sepupunya itu membuatnya tersinggung. Dia ingin membalas ucapan Ten, tetapi tiba-tiba ponsel perempuan itu berbunyi.
"Ya, Minho?" Ten menerima panggilan yang baru saja masuk, lalu perempuan itu mendengarkan lawan bicaranya di telepon. Sambil mengerutkan alis, Ten melirik kepada Jaehyun. "Ya, aku akan memberi tahu Jaehyun," kata perempuan itu sebelum mengakhiri pembicaraan.
Perempuan itu menghela napas dengan berat. Jaehyun menunggu perempuan itu bicara. Ten menggeleng-geleng. "Paman Yunho dan Bibi Jaejoong sudah melihat foto-foto itu, Jaehyun." perempuan itu berkata dengan nada menyesal.
***
Johnny memeriksa beberapa foto yang tergeletak di atas meja. Dia di studio, di ruang kerjanya. Alisnya berkerut. Dia melipat kedua tangannya di depan dada. "Jisoo," ucapnya kepada asistennya yang baru saja masuk mengantarkan surat-surat, "ini hanya perasaanku saja atau foto-foto ini memang belum diperbaiki?"
Jisoo melirik foto-foto yang dimaksud. "Itu memang foto-foto yang lama," jawabnya.
"Siapa yang seharusnya memperbaiki ini? Foto-foto ini harus sudah siap besok," tanya Johnny. Nada bicaranya berubah tinggi.
"Doyoung."
"Dan, di mana Doyoung sekarang?"
Jisoo mengangkat kedua bahunya. "Doyoung sudah dua hari tidak ke studio," jawab Jisoo lagi.
Johnny tertawa ketus. Tangannya menyiingkirkan foto-foto yang sedang mereka bicarakan. Dia bangkit dari tempat duduknya, lalu berjalan mendekat ke jendela di salah satu sisi ruang kerjanya, mencoba menenangkan diri. Selama beberapa detik, dia diam. Setelah emosinya reda, dia meminta Jisoo menghubungi Doyoung.
***
"Doyoung, Johnny mencarimu. He need the pictures for Elle tommorow. So, please call me back."
Jisoo meninggalkan pesan di telepon apartemennya. Doyoung menggigit bibir ketika mendengar pesan itu. Dia sama sekali tidak berniat untuk menerima telepon Jisoo atau menghubungi balik. Dia tidak peduli.
Hari ini, dia hampir tidak beranjak dari tempat tidurnya. Dia sedang tidak mampu berbuat apa-apa. Dia bahkan tidak mampu berpikir, apalagi memperbaiki foto seperti yang diminta oleh Johnny.
KAMU SEDANG MEMBACA
ORANGE ; Jaedo
Fanfiction[COMPLETED] Originally by Windry Ramadhina _Bagian tersulit saat mencintaimu adalah melihatmu mencintai orang lain_