"Doyoung, ini aku. Jisoo." Lagi-lagi, mesin yang menjawab telepon di apartemen Doyoung yang belakangan sering kosong.
"Aku tahu kau sedang sibuk—entah apa yang sedang kau geluti sekarang. Tapi, Johnny butuh foto itu besok. Jadi, tolong segera diperbaiki."
Doyoung keluar dari kamarnya tepat sebelum pesan itu berakhir. Sebuah ransel tersampir di bahunya. Tangannya menggenggam kamera. Doyoung baru saja akan berangkat berburu foto dan dia benar-benar lupa mengenai perbaikan yang disebutkan oleh Jisoo. Dia menggerutu. Doyoung memutuskan membatalkan rencananya, lalu pergi ke studio.
Beberapa hari belakangan, keinginannya untuk memotret terasa begitu kuat. Dia sampai tidak ingat dengan pekerjaannya di studio. Dia bisa menghabiskan sehari penuh di kamar gelap atau pergi memotret sampai tidak lagi ada cahaya. Kemarin, dia mencuci belasan rol film, lalu mencetak ratusan lembar foto. Sehari sebelumnya, dia pergi dari satu gedung ke gedung lain hanya untuk mengambil gambar Seoul dari ketinggian. Dia bahkan berencana melakukan perjalanan ke sejumlah tempat yang sejak dahulu ingin dia abadikan menggunakan kamera dan dia sudah mulai menyusun jadwal.
Doyoung sadar. Dia sedang gelisah karena sesuatu. Seakan-akan, waktunya segera habis dan dia tidak akan bisa lagi memotret. Dia tidak pernah seperti ini sebelumnya. Semakin dia memikirkan masa depannya dengan Jaehyun, semakin dia takut melepaskan fotografi.
***
Johnny menyadari kegelisahan Doyoung itu. Dia memasuki ruang kerja Doyoung yang tidak terkunci. Doyoung belum tiba di studio pagi ini. Ruang kerja perempuan itu berantakan, penuh gambar. Entah ada berapa banyak foto yang berserakan di atas meja kerja, tercecer di lantai, dan menempel di dinding. Beberapa hari ini, perempuan itu mencetak begitu banyak foto. Seperti sedang dikejar waktu.
Dengan hati-hati, Johnny melintasi ruangan. Dia menghampiri meja kerja Doyoung, lalu meraih sebuah foto yang diambil oleh perempuan itu di Busan. Foto Beomeosa. Dia menggeleng-geleng dan tersenyum. Doyoung selalu menghasilkan karya yang luar biasa, yang kaya akan kisah dan mampu merenggut napas siapa pun.
Johnny masih ingat foto pertama Doyoung yang dia lihat pada sebuah pameran fotografer amatir di New York. Dia pesimis saat datang ke acara tersebut. Seringnya, pameran fotografer amatir tidak membuatnya terkesan. Dan, kenyataannya, semua karya yang disuguhkan dalam acara tersebut memang tidak istimewa.
Semua, kecuali satu.
Dia tertegun di hadapan karya yang satu itu. Jantungnya berdebar. Tubuhnya tegang. Dia seperti habis disengat listrik. Sesaat, dia lupa bernapas.
'Who took this picture?' pertanyaan itu muncul spontas dari mulutnya.
Seorang perempuan Korea bertubuh mungil yang berdiri di sampingnya menimpali. 'Why? Is it bad or good? I mean, the picture.'
'It's marvelous!' bisik Johnny. Lalu, perempuan bertubuh mungil itu tertawa kecil.
'Well, that's mine.'
Begitulah dia mengenal Doyoung.
Baginya, Doyoung seperti mutiara di antara lautan pasir cokelat. Walau menunggu sepuluh tahun pun, belum tentu dia menemukan fotografer seperti perempuan itu lagi.
"Johnny."
Pintu ruang kerja Doyoung diketuk pelan, lalu Jisoo muncul. "Jung Jaehyun menunggumu."
***
Jaehyun berdiri di tengah lobi studio Seo Johnny. Dia memperhatikan foto yang ditempel di permukaan sebuah panel besar di hadapannya. Jaehyun tidak terlalu mengerti fotografi, tetapi dia bisa membedakan karya biasa dengan karya berkualitas. Foto di hadapannya, jelas, memiliki kelas yang berbeda.
KAMU SEDANG MEMBACA
ORANGE ; Jaedo
Fanfiction[COMPLETED] Originally by Windry Ramadhina _Bagian tersulit saat mencintaimu adalah melihatmu mencintai orang lain_