Hampir pagi dan Yuta belum juga beranjak dari bibir jendela kamar apartemennya. Dia tidak tidur semalam. Berjam-jam, dia duduk di sana sementara sepasang matanya menjangkau jauh ke luar jendela dengan lelah. Ponsel di hadapannya berbunyi pelan, mengingatkannya dengan panggilan masuk dan dia memang tidak berniat menjawab.
'Le Rendez-vous des Belges'
Yuta belum lupa ekspresi Jaehyun bertahun-tahun yang lalu saat dia menyebut nama kedai kopi tersebut. Lelaki itu menatapnya sambil menaikan alis. Kala itu, mereka baru saja ingin mengenal lewat sebuah pagelaran busana di Paris.
'They have great coffees.' Dia menjawab kebingungan lelaki itu dan memberi tawaran yang mengawali semuanya. 'Pick me up at eight and I will show you the place.'
Satu minggu Jaehyun berada di Paris. Setiap pagi, lelaki itu menjemputnya, lalu mereka minum kopi bersama di Le Rendez-vous des Belges, sebuah kedai kecil yang berada di sudut Gare du Nord. Kedai kopi itu sederhana dengan desain interior bernuansa kayu yang hangat.
Dua cangkir kopi hitam dan espresso Lavazza, serta serangkaian obrolan ringan lebih dari cukup untuk membuat mereka saling tertarik. Sejak itu, Jaehyun mulai mengunjunginya setiap satu-dua bulan selama tiga tahun. Kebersamaan mereka indah, sempurna. Lalu, Yuta sadar apa yang harus dia lepaskan untuk bisa bersama dengan seorang Jung Jaehyun.
Dia memilih untuk meninggalkan lelaki itu.
Yuta menghela napas. Kopernya sudah rapi dan tiket untuk dirinya pulang ke Paris sudah disiapkan oleh Key. Namun, meninggalkan Seoul kali ini tidak semudah sebelumnya. Barangkali, itu disebabkan semua belum berakhir di antara dia dan Jaehyun walaupun Yuta menyangka sudah.
***
Dalam kamar gelap yang temaram dan berbau cairan kimia, Doyoung meremas-remas ponsel di tangannya. Sesekali, dia melirik layar perangkat elektronik tersebut yang berpendar putih kebiru-biruan, memandangi nama Jaehyun dan nomor lelaki itu. Dia ingin menelepon lelaki itu, tetapi khawatir dengan tanggapan yang akan ddia dapatkan. Sudah lewat empat hari sejak mereka berpisah di pelataran apartemennya. Selama itu juga dia dan lelaki itu tidak berhubungan. Jaehyun tidak memberi kabar sama sekali dan itu membuat Doyoung diliputi frustasi.
"Doyoung!"
Lamunannya menguap. Doyoung menoleh ke arah pintu kamar gelap yang setengah terbuka. Dia melihat Johnny berdiri di batas ruangan dengan raut datar seperti biasa. Atasannya itu bertanya sambil menunjuk ke arah wastafel yang kerannya mengucurkan air. "Sudah berapa lama kau dinginkan foto itu?"
Doyoung terbelalak. "Oh!" dia memekik begitu menyadari sesuatu. Lekas dia mematikan keran, lalu mengangkat selembar foto berukuran 10R yang sedang didinginkan. "Shoot," makinya.
Johnny tertawa sinis. "Berhenti melamun, Doyoung." lelaki itu menyindir. "Selesaikan dulu semua pekerjaanmu yang tertunda selama seminggu ini."
Doyoung balas tertawa, tetapi hambar. Johnny membawanya turun kembali ke bumi. Saat ini, dia sedang berada di studio, berusaha keras menyelesaikan pekerjaannya yang terbengkalai. Namun, sial, dia justru lebih tertarik untuk melakukan hal lain.
"Yeah, later. I'm not in the mood," jawabnya.
Johnny pun mendesah kesal. "Apa yang sedang kau lakukan?" Doyoung menjelaskan sambil menggantung sebuah foto pada seutas tali untuk dikeringkan. Foto Jaehyun saat mereka mengunjungi Beomeosa.
"Ah, I see." Johnny mengangguk. Ekspresi atasannya itu semakin sinis. "Kau tahu, Doyoung? Kau akan kehilangan impianmu karena lelaki itu."
"Kau bicara apa, sih?"
KAMU SEDANG MEMBACA
ORANGE ; Jaedo
Fanfiction[COMPLETED] Originally by Windry Ramadhina _Bagian tersulit saat mencintaimu adalah melihatmu mencintai orang lain_