"Ah, batu ini seperti yang pernah kulihat di Seoul Design Center," kata Kim Ryeowook.
"Onyx. Hanya ada tiga di Seoul, yaitu SDC, rumah Lee Sooman, dan di rumah ini." Jung Jaejoong menatap dengan bangga. Dia dan suaminya, pasangan konglomerat berusia setengah baya, sedang menerima kunjungan teman lama mereka, Kim Yesung dan Kim Ryeowook. Selesai santap malam bersama, mereka mengajak para tamu berkeliling melihat-lihat rumah mereka yang baru direnovasi. Tidak setiap ruangan karena akan butuh sehari penuh untuk bisa menjelajahi seluruh pelosok rumah tersebut.
Rumah itu memiliki luas lebih dari seribu meter persegi dengan dengan nilai hampir seharga delapan miliar won. Semua bahan yang digunakan di impor dari luar. Keramik, batu alam, perabot, bahkan pohon palem di pelataran rumah itu tidak satupun berasal dari dalam negeri.
Kini, keempatnya berdiri diujung aula berukuran lima belas kali tiga puluh meter persegi. Memperhatikan salah satu dinding yang terbuat dari batu onyx.
"Batu ini tembus cahaya." Jung Yunho menyambung perkataan isterinya. Lelaki itu menekan sebuah tombol, memperlihatkan keindahan batu yang mereka banggakan. Cahaya kekuning-kuningan muncul dari lampu-lampu yang tersembunyi dan dinding tersebut seolah-olah bersinar dari dalam. Kedua teman mereka berdecak kagum.
"Bagus juga dan tidak mahal-mahal amat, tetapi lumayan repot mencari batu onyx sebesar dan sebanyak ini. Apalagi yang tidak retak." Yunho berkata lagi sambil tertawa renyah. Selesai bicara, lelaki itu melangkah ke luar ruangan diikuti oleh yang lain.
Jaejoong melirik jam dipergelangan tangan kirinya. "Wah, koktail kita sudah siap. Ayo ke ruang minum."
"Kalian duluan saja. Aku mau ke taman sebentar." Yunho menolak dengan halus. Jaejoong tahu alasan dibalik itu. "Pasti mau merokok, ya?" tebaknya.
Yunho tertawa. Lalu, dia mengalihkan perhatian kepada Yesung. Yunho menepuk bahu temannya sambil tersenyum penuh arti. "Ada bisnis yang ingin kutawarkan. Kita mengobrol ditaman saja biar lebih santai," ajaknya. Kedua lelaki itupun melangkah ke taman, sementara Jaejoong mengajak Ryeowook ke ruang minum.
Yunho dan Yesung adalah dua dari sedikit pengusaha sukses di Seoul. Aset keluarga mereka masing-masing tidak terhitung, tidak akan habis walau dimakan sekian generasi. Keluarga besar Jung mendominasi industri properti dan jasa distribusi di Seoul sejak puluhan tahun. Sementara, keluarga besar Kim memiliki begitu banyak hak waralaba asing dan bisnis perhotelan.
"Bagaimana kabar Doyoung? Masih di New York?" Jaejoong bertanya kepada teman lamanya itu.
"Doyoung sudah setengah tahun tinggal di Seoul. Kuliahnya sudah selesai," jawab Ryeowook.
"Doyoung ambil kuliah apa di New York?"
"Fotografi."
Jawaban itu membuat Jaejoong terkejut. Doyoung adalah putri tunggal Ryeowook dan Yesung. Mendengar Doyoung mengambil kuliah fotografi dan bukannya bisnis, mau tidak mau, Jaejoong merasa prihatin. "Fotografi? Yang benar saja, Ryeowook-ah?" dia berkomentar.
"Doyoung berjanji itu permintaannya yang terakhir. Setelah ini, dia akan menuruti kami."
"Tapi, kan, ilmu fotografi tidak bisa dipakai untuk mengelola bisnis. Siapa yang akan meneruskan perusahaan kalian?"
Yang ditanya hanya mendesah tidak berdaya. Raut Ryeowook berubah lesu. "Itulah, Jaejoong-ah. Aku dan Yesung juga bingung, tapi Doyoung tidak mau mendengar," kata perempuan itu.
Jaejoong tersenyum masam, memahami kebingungan yang dirasakan oleh Ryeowook. "Terlalu lama tinggal diluar negeri, sih. Sama seperti Mark. Jauh-jauh pergi ke Kanada cuma untuk kuliah desain. Sekarang, dia malah merintis usaha advertising dari nol bersama teman-temannya."
KAMU SEDANG MEMBACA
ORANGE ; Jaedo
Fanfic[COMPLETED] Originally by Windry Ramadhina _Bagian tersulit saat mencintaimu adalah melihatmu mencintai orang lain_