"Yes, Key. The flight arrived on time." Yuta berbicara lewat telepon di tengah suasana bandara yang riuh. Dia melangkah keluar dari terminal kedatangan Bandara Incheon dengan sebuah koper kecil di tangan. Pesawat Cathay Pasific yang membawanya dari Paris baru saja tiba di Seoul. Dia melambaikan tangan, menghentikan sebuah taksi yang melintas di teras bandara.
"My cab is here. I'll contact you later," katanya. Lalu, dia mengakhiri pembicaraan dengan Key. Sopir taksi yang dia panggil membantunya memasukkan koper ke bagasi.
"Gangwon-do." dia memberi tahu tujuannya.
Kendaraan itu pun melaju. Yuta melayangkan pandangan keluar jendela di sampingnya, menatap bangunan bandara yang memajang di sisi kiri. Serangkaian kenangan lama pun bermunculan.
Setahun lalu, dia berada dalam taksi lain dengan arah yang berlawanan. Mobil Jaehyun mengejarnya di belakang, menyalakan lampu sen berkali-kali sebagai isyarat memintanya berhenti, tetapi Yuta tidak memedulikan lelaki itu. Ponsel miliknya terus berbunyi, lalu akhirnya justru dia matikan.
Yuta masih ingat saat Jaehyun memanggil namanya di teras bandara. Dia tidak melihat ekspresi Jaehyun saat itu, tetapi suara lelaki itu terdengar begitu putus asa. Dingin, adalah sikap yang dia berikan sebagai balasan. Tidak sekalipun dia menoleh. Dia terus melangkah sampai suara Jaehyun tidak terdengar lagi.
Sudah satu tahun berlalu, tetapi entah mengapa kenangan itu begitu mudah muncul kembali. Dia sendiri yang memutuskan untuk mengakhiri hubungan mereka, tetapi justru penyesalanlah yang akhir-akhir ini terus mengusik.
Yuta menghela nafas berat. Rasanya, dia ingin kembali ke Paris saat ini juga. Dia ingin secepatnya meninggalkan Seoul.
***
Jaehyun duduk menyendiri di kamar. Penampilannya rapi dengan jas dan dasi. Matanya menatap ke luar ruangan lewat jendela di sebelahnya. Tangannya menggenggam segelas wine yang hampir kosong.
Tidak seharusnya dia menenggak minuman itu. Dia mudah "tinggi" saat minum wine dan ibunya tidak pernah suka apabila mulutnya berbau alkohol saat berhadapan dengan relasi-relasi mereka. Namun, Jaehyun merasa membutuhkan minuman itu saat ini.
Malam ini, kediaman keluarganya dipenuhi sejumlah kerabat dan relasi penting. Mereka mengadakan pesta dan mengundang banyak tamu untuk merayakan pertunangannya dengan Doyoung. Mereka menghias aula, menyiapkan jamuan makan malam, dan menyewa orkes kecil.
Bertunangan dengan seorang perempuan yang baru dia kenal kurang dari satu bulan bukan perkara gampang. Walaupun dia dan Doyoung sudah sedikit saling mengenal lewat beberapa pertemuan mereka, tetap saja pertunangan itu tidak dilandasi oleh perasaan apa pun. Entah bagaimana Doyoung menyikapi hal ini. Bagi Jaehyun, hubungannya dengan perempuan itu hampir seperti transaksi bisnis.
Hampir.
***
Di kamar sebelah, Doyoung berdiri tegang di hadapan cermin. Dia memperhatikan dirinya sendiri dalam balutan gaun malam. Setengah mati dia berusaha untuk tetap tenang, tetapi keringat dingin tidak juga berhenti keluar membasahi telapak tangannya.
Tak lama lagi, dia akan bertunangan. Dia sempat mengintip ke dalam aula saat para tamu mulai berdatangan. Begitu banyak orang yang hadir, kebanyakan dari mereka adalah para pemilik aset terbesar di Seoul. Mereka berkumpul malam itu di kediaman keluarga Jung dan itu membuat perut Doyoung mulai terasa mulas.
"Kenapa ekspresimu seperti itu sih, Doyoung?"
Suara Jaehyun membuatnya terkejut. Doyoung menatap lewat cermin, lalu mendapati Jaehyun berdiri di ujung kamar. "I'm nervous," jawabnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ORANGE ; Jaedo
Fanfiction[COMPLETED] Originally by Windry Ramadhina _Bagian tersulit saat mencintaimu adalah melihatmu mencintai orang lain_