3. Bagian Tiga

255 67 8
                                    

Sejak peristiwa Kanaya menerima pemberian Alkana beberapa hari yang lalu Kanaya dibuat pusing oleh tingkah laki-laki itu. Pasalnya semakin hari tingkah Alkana semakin aneh-aneh saja.

Seperti hari ini, Kanaya yang baru tiba disekolah harus dibuat kesal dengan tingkah Alkana yang tiba-tiba mencegatnya didepan gerbang dan menariknya secara paksa kebelakang sekolah.

Sampai dibelakang sekolah Kanaya dikejutkan oleh kehadiran teman-teman sekelasnya. Masing-masing dari mereka membawa setangkai bunga mawar berwarna putih.

Beberapa dari mereka membawa sebuah kertas yang masing-masing bertuliskan sebuah huruf yang jika digabungkan akan terbentuk sebuah kalimat "BE MINE?"

Kanaya memutar bola matanya malas. Enggan melihat pertunjukan konyol Alkana untuk kesekian kalinya.

Ni bocah apa-apaan sih? Batin Kanaya menggerutu. Kanaya menggedikkan bahunya acuh tak acuh. Tidak peduli dengan tingkah idiot laki-laki satu ini.

Kanaya sudah berniat kabur saat tiba-tiba alkana menggeretnya menjauh dari teman-temannya. Sontak kanayapun berontak, tak mau tinggal diam.

"E...eh..eh" Kanaya tampak memukul-mukul lengan Alkana, berharap laki-laki itu mau melepaskannya.

Namun seperti hari-hari sebelumnya Alkana tidak akan menuruti keinginan Kanaya sebelum perempuan berdarah Sunda itu mau mengikuti kemauannya.

"Diem!" Ucap Alkana tegas namun sama sekali tak membuat Kanaya lantas menurut.

Ia semakin gencar untuk memukuli lengan laki-laki tak tau diri dihadapannya ini. "Lo mau ngapain lagi, bego?" tanya Kanaya kesal.

Alkana menggedikkan bahunya, sama sekali tidak peduli dengan pertanyaan yang baru saja dilontarkan Kanaya.

Seperti laki-laki misterius yang hendak memberikan kejutan kepada kekasihnya Alkana terus menarik Kanaya menjauh dari kerumunan.

Lima menit berada dalam genggaman Alkana membuat pergelangan tangan Kanaya sedikit memerah. Namun sepertinya laki-laki itu masih enggan melepaskan. Terbukti dari semakin eratnya genggaman Alkana saat Kanaya berusaha melepaskannya.

"Kenapa kesini?" Tanya Kanaya setelah mereka tiba di lantai teratas dari gedung sekolah mereka.

"Diem!" Kanaya membeo saat tiba-tiba alkana membentaknya dengan begitu keras.

"Apa-apaan dia? Dia yang salah dia yang marah!" Batin Kanaya tampak protes. Merasa terhina dengan perlakuan alkana.

"Kenapa sih lo?"

Ck!

Kanaya berdecak. Lama-lama ia bisa stres gara-gara ini bocah satu. Bentar-bentar marah, bentar-bentar ketawa, bentar-bentar ngambek. Nyebelin tau gak?!

Kanaya menghela napas berat. Kemudian dia tersenyum, sepertinya ia mendapatkan ide untuk membuat Alkana mau bicara. "Kalau lo gak mau ngomong gua balik nih ya"

30 detik berlangsung tapi Alkana masih tetap bergeming. Seperti tidak takut dengan ancaman yang Kanaya lontarkan.

"Ya udah gue balik" Ancam Kanaya lagi, kali ini laki-laki itu merespon. Ia berbalik lantas memandang Kanaya dengan lekat. Sedetik kemudian ia berteriak dengan heboh, membuat Kanaya mengernyit heran.

"Lo gak ngerti gue banget sih!" Teriak alkana makin menjadi-jadi.

Lah bocah ngapa yak?

"Bagian mana yang gak gue ngerti?" Kanaya berusaha sabar. Satu Minggu berada didekat laki-laki itu membuat Kanaya sedikit lebih paham dengan sifatnya.

ALKANA [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang