9. Bagian Sembilan

119 51 1
                                    

Benar apa yang dikatakan Alkana. Hari ini dikelasnya Kanaya kedatangan murid baru dan itu adalah Fatih.

Entah apa maksud kedatangan laki-laki itu ke sekolahnya yang jelas Kanaya tidak akan berdekatan lagi dengan dirinya.

Bukan hanya karena permintaan Alkana tapi juga karena hatinya yang belum siap menerima. Toh Alkana ada benarnya juga, siapa tau Fatih akan mengecewakannya lagi kedepannya jika mereka terus berdekatan.

Perasaan itu masih ada dan Kanaya tidak akan pernah mengijinkannya untuk berkembang seperti sebelumnya.

"Fatih silahkan kamu duduk di sebelah Rendi. Rendi tolong angkat tanganmu"

Kanaya masih diam mengamati segala pergerakan di depan sana. Dari mulai Fatih mengangguk atas perintah Bu Nurma, lalu ia berjalan kearah Rendi dan duduk dengan manis disampingnya.

Tak ada satupun yang luput dari pandangannya. Entahlah ia hanya merasa bahwa, Fatih juga sedang memperhatikannya.

"Hai Nay" sudah Kanaya duga, Fatih akan menyapanya secepat ini. Laki-laki itu memang tidak pernah mau berbasa-basi.

Kanaya tidak menjawab ia hanya diam saja menatap Fatih yang tersenyum di depannya. Ya, saat ini tempat duduk Kanaya dan Fatih bisa dibilang sangat dekat sebab Kanaya duduk dibelakang Rendi yang notabennya adalah teman sebangku Fatih.

"Lo kenal Kanaya Tih?" Tanya Rendi yang tiba-tiba saja menimbrung kebelakang, tertarik.

"Dia temen SMP gue"

Rendi hanya ber-oh ria "Eh berarti lo kenal Dea dong?" Tanya Rendi lagi.

Fatih mengangguk "Kami dulu sahabatan"

Kanaya melotot, kesal dengan jawaban Fatih. Bagaimana bisa laki-laki itu mengatakan bahwa mereka dahulu bersahabat.

"Dulu?"

"Ya, sekarang karena udah lama gak ketemu kita jadi jarang komunikasi dan mungkin itu yang membuat kita sedikit canggung"

Dih! Apa tadi katanya sedikit canggung? Bahkan kata canggung pun gak sanggup menggambarkan bagaimana keadaan diantara mereka. Kanaya itu benci bukan merasa tidak enak apalagi canggung.

"Yaelah Nay masa gitu aja canggung. Ntar kita main bareng deh biar kalian berdua gak canggung lagi"

Kanaya hanya berdehem, tidak merasa tertarik sama sekali dengan tawaran Rendi.

***

Jam istirahat Kanaya langsung berlari kearah kelas Dea. Bukan apa-apa, ia hanya malas berurusan dengan Fatih.

Tiba disana ia melihat Dea yang tengah duduk melamun dikursinya.

Ada apa? Tidak biasanya Dea melamun seperti itu?

"Woy De!" Panggil Kanaya setengah berteriak dari daun pintu.

"Apa sih!" Sahut Dea kemudian. Ia kaget sekaligus kesal karena kegiatannya di ganggu.

Kanaya terkekeh "Yaelah gitu aja marah lu tong, kantin kuy"

"Bentar gue beresin buku dulu"

Selagi ia menunggu Dea yang sedang membereskan buku-bukunya Kanaya mengedarkan pandangan ke seluruh penjuru kelas. Dimana bocah sableng itu? Biasanya kalau Kanaya berkunjung ke kelasnya dia yang paling heboh.

"Ah ngapain juga gue nyari dia, paling bentar lagi juga muncul sambil teriak-teriak gak jelas" ucap batin Kanaya.

"Yuk" Entah sejak kapan Dea sudah berada dihadapannya dan mengapit tangannya untuk ditarik menuju kantin.

ALKANA [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang