Keluargaku.

10K 240 8
                                    

Lana POV

"Kamu mau gak nanti ke kantor?"
Tanyanya. Aku sedang membantunya memasangkan jas untuknya.

"Bukannya nanti kamu ke rumah sakit?"
Tanyaku heran.

"Iyananti ke rumah sakit, tapi jam dua belas aku udah di kantor. Kamu udah gak pernah nganterin makanan ke rumah sakit"
Ucapnya yang terdengar merajuk.

Aku memincingkan mataku menggoda.

"kan udah di antar sama sopir tiap siang"
Ujarku merapikan rambutnya.

"Yaudah kalau gak bisa"
Ujarnya sambil mengambil tas dan terlihat marah.

Aku menarik jasnya dan membuatnya kembali menoleh ke arahku.

"aku di sana mau ngapain? Kan kamu kerja mas"
Ujarku mengusap dadanya yang terdengar bergemuruh.

"Kamu sekarang gak punya waktu buat aku. Buat Zea sama Ramdaaaaaan terus. Aku gak masalahin itu, cuma aku minta keadilan"

Aku hanya tersenyum geli.

Wajar saja sih, sejak anak kedua ku lahir, aku kurang memperhatikannya.

Memang, aku masih mengantar makanan, memijatnya saat dia kelelahan bahkan masih memenuhi kebutuhan 'dia' yang lain.

Tapi itu 3 bulan yang lalu.

Dan dua bulan ini, aku selalu beralasan apapun untuk tak menemaninya bekerja di malam hari saat di rumah, dan selalu tertidur pulas saat malam hari.

Minggu kemarin terakhir aku memijatnya, itupun hanya lima belas menit dan karena dia masuk angin kehujanan.

Bukan apa-apa, tidur empat jam saja sudah untung-untungan. Apalagi memiliki bayi, pasti aku tiap jam harus cek popok. Ataupun saat menangis, itu membuatku jarang untuk tidur.

"Ramdan kan masih kecil mas, masa kamu cemburu? dia juga belum bisa ngomong. Masih umur enam bulan, pasti aku lebih perhatian ke dia. Dia gak bisa ngadu sakit cuma bisa nangis. Kalau kamu? Kamu bisa ngadu sakit"

Jelasku sabar.

"aku ngadu juga gak kamu gubris. Udahlah, aku berangkat"
Ujarnya dingin dan kembali ke sifatnya yang paling ku benci.

Yaitu menghindar.

aku menyeretnya kembali keranjang dengan keras.

"jangan suka drama, terus pergi"

"aku mau berangkat kerja"
Ujarnya bersikeras akan bangkit tapi ku tahan sekuat tenaga agar tetap di ranjang.

"hatchiiii"

"hatchiiii"

Dia bersin dan aku mengambil tisu di nakas dengan cepat dan mengusap hidungnya yang mengeluarkan cairan.

"kamu pilek?"
Tanyaku masih mengusap hidungnya dan tanganku satunya menahan leher belakangnya.

"tuh kan, aku sakit aja kamu gak tau. Udah lima hari aku pilek, kamu gak tau"
Protesnya. Dan ku lihat hidungnya merah.

"Bukan gituuu. Kamu gak bilang"
Ujarku membela diri.

"harusnya kamu peka dong"
Ucapnya jengkel dan melihat jam di pergelangan tangan.

"aku berangkat. Kamu urusin yang baik Zea sama Ramdan, gak usah ngurusin aku lagi"
Ujarnya yang terdengar panas di telingaku.

Aku menarik kunci yang ada di pintu dan ku lempar entah kemana.

"kamu apa-apaan sih Lan?"
Ujarnya dengan membentak.

Ku rasa dia dari tadi sudah memendam kekesalan, dan sekarang puncaknya.

Tukang Pijatku • 2✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang