Revenge: Nine

965 285 52
                                    

"LEPAS!" Siyeon mendorong lelaki itu dengan sekuat tenaganya. "Hyunjin, gue mohon..."

Ia sudah tak peduli dengan rasa sakit di sekujur tubuhnya, Siyeon langsung menghantamkan kursi kayu pada lelaki itu, yang untungnya membuatnya jatuh tersungkur.

Berkali-kali Siyeon ditahan, namun gadis itu tetap melawan dengan melemparkan berbagai macam barang-barang yang ia temukan.

Ponsel yang masih terhubung dengan panggilan telepon Nancy masih terus ia genggam setelah berhasil direbut dari lelaki itu. Disaat seperti ini, alat komunikasi harus terus selalu bersamanya.

Siyeon membanting pintu dan mengunci orang itu di dalam kamar orang tuanya lalu menyeret sebuah rak buku yang terdapat di samping pintu untuk menahan pintu agar tidak terbuka.

Pintu terus di dorong-dorong, Siyeon yang panik tak mau membuang kesempatan dengan berlari menjauh dari kamar dan kembali menuruni tangga ke lantai bawah.

"Siyeon?! Lo denger gue?!" teriak Nancy di sambungan telepon. Siyeon segera menonaktifkan mode speakernya.

"Nan, gue bisa keluar." Ucap Siyeon dengan suara bergetar.

"Keluar dari rumah! Polisi udah mau dateng, gue juga udah ngehubungin anak-anak supaya ke rumah lo." Ucap Nancy. "Gue bentar lagi sampe sana."

Gadis itu sampai di ruang tengah, rasanya ia sudah tak sanggup lagi berjalan. Kakinya terasa sangat sakit seakan panas terbakar. Siyeon yakin kakinya pasti terluka parah akibat banyaknya hantaman tadi. Darah dari luka tusuk di lengan kanannya pun mengalir makin banyak.

Setelah melakukan perlawanan dengan sisa tenaganya, semua rasa sakit di sekujur tubuh Siyeon baru terasa sekarang. Ia ambruk ke lantai.

"Yeon, gue telepon polisi lagi. Lo tunggu disana." Ucap Nancy.

Siyeon mengangguk walaupun Nancy tak akan bisa melihatnya, lalu sambungan telepon Nancy terputus.

Siyeon menyeret tubuhnya ke tempat yang lebih aman, di balik sofa ruang tamunya, berharap agar lelaki itu tak menemukan dirinya disini. Ia hanya harus bertahan sampai bantuan datang.

"Sial!" pekiknya tertahan saat ia merasakan darah yang mulai mengalir dari lubang hidungnya.

Dengan keadaan seperti ini, Siyeon benar-benar sudah tidak kuat lagi untuk melarikan diri. Tubuhnya bergetar hebat.

"Jangan lemah, Siyeon." Gumamnya pada diri sendiri.

Cewek itu dengan susah payah merangkak perlahan menuju ambang pintu depan yang sepertinya telah dijebol terbuka oleh lelaki tadi. Pandangannya sudah mengabur karena air mata dan pening yang terasa semakin menjadi di kepalanya.

Tiba-tiba, samar terlihat, ada kaki seseorang yang masuk ke dalam pintu. Siyeon sudah tak bisa fokus untuk melihat siapa itu dengan posisinya yang masih merangkak di lantai.

Greb!

Sebuah tangan menyentuh pundak Siyeon.

"AAAAAAAH!" Siyeon berteriak dengan sisa tenaganya. "L-lepasin gue. Pergi!" erangnya.

"Siyeon!" pekik orang itu sambil mengguncang pelan bahunya. "Ini gue, Renjun. Tenang dulu!"

Siyeon perlahan mendongak dan kini mendapati teman satu kelasnya itu berdiri di hadapannya dengan wajah khawatir. Gadis itu tak tahu harus bereaksi apa selain menggenggam lengan Renjun dengan kuat. Ia benar-benar butuh pertolongan.

"Yeon, lo berdarah..." Ucap Renjun panik. Lelaki itu membantu Siyeon berdiri secara perlahan.

"Jun, ada Hyunjin. Dia mau bunuh gue. Kita harus keluar." Ujar Siyeon sambil menangis.

"Tenang dulu, Yeon." Ucap Renjun. "Ada gue disini, tenang. Nancy tadi ngehubungin anak-anak ngasih tau tentang lo. Rumah gue kan paling deket kesini."

"Jun, kita harus lari." Lirih Siyeon. "Tolong... Tangan gue sakit."

Renjun membantu Siyeon untuk duduk bersandar pada meja ruang tamu. Dengan sigap, lelaki itu mengambil taplak meja bahan dan melilitkan di lengan Siyeon dengan kuat.

"Nancy udah telepon polisi. Tadi terakhir kasih kabar petugasnya udah hampir sampai." Ucap Renjun. Lelaki itu mengedarkan pandangannya pada sekeliling rumah sambil memegangi pundak Siyeon.

"Gue takut..." Siyeon mulai menangis.

"Dimana dia sekarang?" tanya Renjun.

"Di kamar atas." Balas Siyeon di tengah isakan tangisnya. "Jun, ayo pergi..."

"Lo bisa berdiri nggak? Duh, susah gue gendong lo, Yeon."

Siyeon menggeleng sambil menangis, sementara Renjun mencari cara untuk membawa Siyeon keluar.

Tiba-tiba, dengan pandangan buramnya, Siyeon melihat seseorang yang masuk ke dalam rumah melalui pintu. Renjun yang berjongkok menghadap dirinya, membelakangi pintu depan, tentu nggak melihat orang yang masuk itu karena langkahnya terlalu hati-hati dan tenang.

"Jun... Di belakang lo..." Ucap Siyeon dengan lemah sambil menunjuk pintu rumah.

Renjun sontak berbalik.

Seorang lelaki berpakaian serba hitam masuk ke dalam rumah dan kini berdiri diambang pintu sambil memegang sebuah tongkat besi. Namun, Siyeon bisa langsung mengetahui bahwa orang itu bukanlah Hyunjin. Baju yang dipakainya berbeda. Orang itu memakai masker, topi dan juga jaket yang berbeda.

Pelaku dari semua ini ada dua orang? Batin Siyeon.

Braaak!

Belum sempat Siyeon dan Renjun bereaksi, suara debuman keras dari lantai dua terdengar.

Tap! Tap! Tap!

Siyeon memekik tertahan, lelaki bertopeng merah itu lagi baru saja berhasil keluar dari kamar dan berjalan melalui tangga untuk turun ke bawah dengan langkah pincang.

Siyeon menahan tangisnya dengan membekap mulutnya sendiri. Sedangkan Renjun kini mulai berjalan mundur dengan hati-hati menutupi tubuh Siyeon yang ada di belakangnya. Siyeon menggenggam kuat tangan Renjun dengan mata terpejam.

Kedua orang itu membawa senjata yang bisa digunakan untuk melukai mereka.

Siyeon hanya pasrah, ia dan Renjun terjebak disini.












DAREDEVIL:
revenge

DaredevilTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang