Revenge: Seven

1K 272 24
                                    

Setelah membanting gagang telepon, Siyeon dengan cepat berlari menuju kamarnya di lantai dua. Ia mengunci rapat pintu dan seluruh jendela di dalamnya.

Siyeon baru menyadari jendela ruang tengah rumahnya masih terbuka lebar. Hal itu pasti memungkinkan orang yang ada di luar dapat memperhatikannya dengan jelas.

Setidaknya kalau orang itu ada di luar rumah, ia bisa aman di kamar selama ia tidak keluar.

Drrtt... Drrtt...

Ponsel Siyeon bergetar menandakan panggilan masuk dari Nancy. Cewek itu menghela napas lega dan langsung mengangkat teleponnya.

"Nancy! Tolongin gue!" pekik Siyeon.

"Yeon? Ada apa?!" balas Nancy panik.

"Ada orang yang merhatiin gue disini." Ucap Siyeon dengan suara bergetar. "Orang yang telepon gue tadi, dia ada di rumah sekarang. Kayaknya dia di luar. Merhatiin gue."

"Sekarang lo dimana?! Siyeon, gue balik kesana sekarang!" pekik Nancy.

"Gue aman di kamar, tapi dia tau kalo gue lagi pake baju apa dan ngapain di dalem rumah." Jelas Siyeon dengan suara bergetar. "Nan, coba cari tau nomor yang telepon gue tadi."

"Gue bakal lapor polisi! Lo diem disana, gue panggilin polisi, oke?" sahut Nancy. "Jangan matiin sambungan telepon gue."

"Iya—"

Tap! Tap! Tap!

Siyeon berhenti bicara saat ia tiba-tiba mendengar suara langkah seseorang di luar kamarnya. Tangannya bergetar dan ponsel yang ia pegang langsung jatuh ke lantai.

Dugaannya salah. Orang itu ada di dalam rumahnya.

Tap! Tap!

Perlahan ia berjalan mundur dengan napas memburu. Mendengarkan langkah yang anehnya kian mengecil suaranya.

Ia melirik ponselnya yang masih tersambung dengan panggilan telepon Nancy. Siyeon kembali mengambil benda pipih itu dengan cepat.

"Siyeon! Lo bisa denger gue?!" pekik Nancy saat Siyeon kembali menempelkan ponselnya pada telinga.

Tok! Tok!

Siyeon langsung membekap mulutnya. Kali ini suara itu terdengar dari ketukan di pintu kamarnya. Seperti hentakan pelan dari jari seseorang, yang entah sengaja mengetes dirinya di dalam kamar atau memang tak sengaja.

"Park Siyeon! Jawab gue!" Nancy masih bicara disambungan telepon.

Kini Siyeon sudah jatuh terduduk di lantai, cairan bening mulai keluar dari mata indahnya. Ia menangis dalam diam, mencoba untuk tidak menimbulkan suara sedikit pun.

"Siyeon! Tolong jawab gue!" Nancy masih berteriak semakin kencang di ujung sambungan telepon.

Siyeon langsung memutuskan panggilan Nancy dan beralih ke chatroom cewek itu.

Siyeon
org itu ads di dlm rmh gue

Masa bodoh dengan typo. Tangan Siyeon sudah bergetar karena ketakutan.

Nancy
gue udah telepon polisi
pokoknya tetep disitu
gue kesana
jgn takut
jgn keluar kamar

Siyeon
takut

Nancy
polisi bakal sampai 15 menit lagi oke?
lo harus bertahan disana!

Siyeon
013465783
itu nmr orh yg telp gue tafi
tlg cek

Nancy
gue ga nyimpen kontak dgn nomor itu yeon
gue bakal cari tau atau lacak nomornya
gue jg udah ngehubungin temen2 lain yg ada deket rumah lo
skrg lo dimana?

Siyeon mencoba mengatur napasnya. Setelah suara ketukan pelan tadi, ia nggak mendengar suara apa pun lagi.

Tenang, polisi bakal datang sebentar lagi. Batin Siyeon.

Gadis itu bahkan bisa mendengar suara detak jantungnya sendiri di keheningan malam ini.

Mencoba mencari tempat yang lebih aman, perlahan, Siyeon masuk ke bawah tempat tidurnya. Ia berbaring memeluk kakinya sendiri. Ia sudah tak peduli lagi kalau rambut dan badannya dipenuhi oleh debu lantai.

Nancy
SIYEON JAWAB CHAT GUE

Siyeon
gue dikolong kasur
nan
gue mau telepon lo
telp polisi juga
telp mama papa
tp gue ga bisa bersuara

Nancy
gue hubungin bokap nyokap lo sekarang

Siyeon
nancy
tolong

Nancy
pls lo harus bertahan
ambil apa pun yang bisa dibuat untuk senjata

Siyeon kembali memutar otak. Nancy benar, ia harus mengambil benda yang sekiranya bisa dijadikan senjata.

Drrtt... Drrtt...

Ponsel Siyeon lagi-lagi bergetar. Kali ini, nomor tak dikenal itu kembali menghubungi dirinya.

Siyeon memekik tertahan.

Tanpa berpikir, ia langsung menolak panggilan tersebut.

Namun, seakan tidak ada kapoknya, orang itu kembali menghubungi dirinya.

"Fuck,"

Drrtt... Drrttt...

Panggilan berikutnya muncul lagi. Siyeon sudah tak tahan berada disini. Ia juga merasa kalau dirinya tidak akan bisa terus berada di bawah kasur sedengankan si peneror ini tahu kalau dirinya ada di dalam kamar.

Siyeon keluar dari tempat persembunyiannya dan mengambil sebuah stik golf milik ayahnya.

Drrtt... Drrtt...

Siyeon menatap layar ponselnya yang terus bergetar dan menampilkan nomor yang sama. Selain itu, ada notifikasi lain dari Nancy yang masih terus mengiriminya chat tanpa henti.

Cewek itu menghirup napas panjang dan mengembuskannya perlahan. Akhirnya ia mengangkat panggilan telepon itu.

"Kenapa ngumpet?"

Suara orang itu langsung terdengar, membuat Siyeon ingin menangis ketakutan saat itu juga.

"Lo... Siapa pun itu diri lo. Tolong, jangan ganggu gue." Lirih Siyeon sambil menggenggam erat stik golf di tangannya. "Gue minta maaf kalo gue salah."

"Keluar dari sana." Ucap orang itu.

"Maaf, gue minta maaf!"

"Nurut sama gue kalau mau selamat."

Samar-samar, gaya bicara orang di telepon itu mulai berubah menjadi lebih natural dan tak dibuat-buat.

Siyeon hampir-hampir semakin merasa tidak asing dengan suara itu.

"Nggak..."

"KELUAR!" bentak orang itu.

Siyeon kembali menangis.

"Apa mau lo?" tanya cewek itu dengan suara parau.

"Gue mau membuat dunia ini lebih adil. Bukannya gue udah bilang? Lo tolol atau bego, sih?"

Siyeon kembali memekik tertahan, menahan tangisnya. Ia sudah ketakutan setengah mati.

"Keluar atau gue paksa lo buat keluar?"

















DAREDEVIL:
revenge






DaredevilTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang