"Kita udah jalan sejauh ini. Berenti sama aja bunuh diri."
Jeno terpaku menatap Haechan yang kini sudah tak bergerak lagi di lantai. Tidak ada yang berani untuk mengecek apakah haechan masih hidup atau malah sebaliknya.
"Nggak. Gua nggak sanggup lagi." Ucap Renjun, lelaki itu lalu mengambil ponselnya dengan tangan bergetar. "Gua bakal telepon polisi."
"Bangsat." Jisung merebut paksa ponsel Renjun dan membantingnya ke sembarang arah hingga layarnya retak.
"Kita udah nggak punya jalan lain, Sung!" bentak Renjun. "Mau lu bunuh puluhan orang lagi tetep nggak akan bisa nyelamatin kita! Gua kesiksa sama rasa bersalah kayak gini!"
Jisung menggeretakan giginya kesal lalu meraih kerah baju Renjun. Nancy berlari untuk menahan Jisung namun lelaki itu sudah lebih dulu mendorong Nancy kebelakang hingga terjatuh ke lantai.
"Gua bakal nyerahin diri." Ucap Renjun. Jisung memukul wajah Renjun lagi hingga darah keluar dari hidunganya. Namun Renjun malah tergelak sinis. "Hidup kita udah berakhir. Percuma usaha sekeras apa pun buat kabur, semuanya sia-sia."
"Lu mau jadi parasit disini, hah?" desak Jisung. "Gua nggak akan segan buat bunuh lu kalo emang lu ganggu, Jun."
Renjun kini menatap Jeno yang masih berdiri di ambang pintu tanpa mempedulikan ucapan Jisung. "Jen, Haechan mati." Lirih Renjun.
"Kita nggak punya pilihan lagi." Ucap Jeno akhirnya yang membuat Renjun terkejut. Ia berusaha memalingkan pandangannya dari tubuh Haechan yang sudah digenangi darahnya sendiri.
Nancy diam-diam mengambil ransel Jisung yang ada di sofa ruangan tersebut dan mengambil sebuah pistol dari dalamnya. Pistol milik ayah Jeno yang dicuri lelaki itu tiga hari lalu. Kemarin mereka sepakat menyimpannya untuk keadaan darurat seperti ini. Namun, pada akhirnya, Nancy tidak bisa terus melanjutkan rencana gila ini lagi.
"Nancy?" panggil Jeno. "Nan, lu ngapain?"
Jeno hendak menghentikan Nancy, namun gadis itu segera mengarahkan pistol tersebut pada jeno. "Oke kalau gitu, kita emang udah kepalang jadi pembunuh."
"Nancy, lu ada dipihak kita!" bentak Jeno.
Di saat Jisung lengah, Renjun memukul wajah lelaki itu dengan sisa tenaganya. Cengkraman tangan Jisung terlepas, namun lelaki itu kembali mengambil pisau yang tadi tergeletak di lantai.
"Jisung, berenti atau gua bunuh lu juga!" bentak Nancy.
Jisung mendecih. "Lu bahkan nggak akan berani narik pelatuknya, bodoh."
Jisung kembali memukul Renjun hingga lelaki itu tersungkur di lantai dan menendangnya beberapa kali. Tenaga Renjun sudah habis akibat darah yang terus keluar dari luka tusuknya.
"Bunuh gua!" bentak renjun akhirnya. "Cepet, bunuh gua aja! Kita udah nggak punya jalan keluar lagi! Nggak ada gunanya lu semua hidup!"
"Jun-"
"Gua nyesel." Tukas lelaki itu sebelum Jeno bicara.
"Kacau." Ucap Jeno kesal. "Semuanya kacau!"
"Jen, kita harus kabur." Ucap Jisung yang mulai panik. "Nancy, Renjun, gua tanya sekali lagi, lu berdua mau ikut kabur atau... Mati disini?"
"Gua gak mau mati!"
Nancy sudah menangis ketakutan sambil menggenggam pistol yang ada di tangannya tanpa bisa berkutik. Jeno merebut paksa pistol yang ada di tangan Nancy.
"Jeno, please... Gak ada gunanya lu bunuh orang lain lagi." Ucap Nancy sambil terisak.
Jeno menggenggam pistol tersebut tanpa mempedulikan Nancy lalu menatap Renjun yang tengah memegangi luka di perutnya.