"Halo, Siyeon."
Lelaki berpakaian serba hitam itu akhirnya angkat bicara. Suasananya begitu hening. Bahkan lelaki berjaket garis-garis tadi malah terdiam juga di tempatnya berdiri.
"Gak kenal gue, ya?" orang itu kembali bicara.
Seketika Siyeon langsung mematung di tempat. Tentu saja, ia mengenal suara itu, sangat-sangat mengenalnya. Suara yang biasa memberinya kata-kata gombal di sekolah, kini terdengar dingin dan mengerikan baginya.
"J-Jisung?!" pekik Siyeon.
lelaki berhoodie hitam itu langsung membuka masker dan topinya lalu membuangnya ke sembarang arah. Ia tersenyum.
Benar-benar senyum khas seorang Han Jisung, tidak sama sekali terlihat seperti seseorang yang jahat.
Lelaki itu berjalan mendekat ke arah Siyeon dan Renjun.
"Psikopat!" teriak Siyeon. "Jangan deket-deket gue!"
Seakan menuruti perintah cewek itu, Jisung langsung menghentikan langkahnya. Ia tersenyum miring.
Siyeon mencoba untuk menahan rasa sakitnya, ia menarik lengan Renjun agar segera berlari bersamanya.
Namun, tanpa diduga Renjun tak merespon apa pun. Langkahnya masih tetap berdiri di tempatnya, tak merespon ajakan Siyeon, membuat ia juga berhenti melangkah.
Siyeon menoleh pada Renjun. "Jun, lari..." Bisiknya sambil menangis.
Renjun masih belum merespon dan tiba-tiba mencengkram lengan Siyeon, membuat gadis itu benar-benar terkejut.
Siyeon tersadar, kenapa Renjun memakai sarung tangan?
"Jun..." Lirih Siyeon. Renjun menatap Siyeon dengan wajah datarnya.
"Apa gue bilang," ucap Renjun. "Gue bakal membuat dunia ini jadi lebih adil, Siyeon. Gue yang bakal merubahnya. Lo nggak inget?" lanjutnya dengan suara rendah.
Suara itu... Siyeon membulatkan bola matanya, terkejut. Ia hanya bisa menatap Renjun tak percaya. Jelas-jelas suara penelepon itu adalah suara milik lelaki yang tengah mencengkram kuat lengannya ini.
Memang tak persis sama karena suara dalam sambungan telepon bisa berubah, namun cara bicaranya benar-benar terdengar mirip.
Mendengar itu, Siyeon mencoba melepaskan diri dari Renjun, namun lelaki itu dengan kuat mendorong tubuh Siyeon hingga jatuh ke lantai.
"R-Renjun?" gumam Siyeon sambil menangis. "Kenapa lo juga kayak gini?"
Renjun masih mempertahankan wajah dinginnya lalu berjalan menjauh dari Siyeon ke ambang pintu. Bergantian dengan Jisung yang tertawa sambil mendekati cewek itu.
"Gue gak pernah ganggu lo, Jun! Please, jangan kayak gini. Gue gak punya salah apa-apa kan sama lo?!"
Jisung berjongkok di sebelah Siyeon, memiringkan kepalanya, menatap cewek itu.
"Lo semua psikopat!" teriak Siyeon. "Apa mau kalian, hah?!"
Jisung meraih dagu Siyeon sambil tersenyum miring. "Kan kalo udah gini lo tetep aja lemah, nggak bisa apa-apa." Ucapnya.
"Pergi, bangsat!"
"Makanya kalo masih lemah gini nggak usah sombong, dong." Ujar Jisung.
Siyeon memejamkan matanya dan terus menangis, tubuhnya sudah lemah tak berdaya. Ia sudah tidak kuat untuk menatap wajah-wajah yang sangat dikenalnya namun kini terlihat seperti iblis baginya.
"Jun, urus hapenya Hyunjin." Ucap Jisung.
Renjun mengeluarkan ponsel dari sakunya lalu memungut juga ponsel Siyeon yang tergeletak di lantai. Entah apa yang sedang di lakukannya, Siyeon sudah pasrah dan tak ingin tahu.