Aku meremas tanganku di atas pangkuanku, merasa lembab karena tanganku berkeringat padahal AC di dalam mobil Axel sudah dinyalakan. Akhir-akhir ini Axel memang lebih sering memakai mobilnya jika sedang pergi bersamaku, katanya agar aku merasa lebih nyaman, padahal aku sama sekali tidak masalah jika harus naik motor.
"Kenapa sih?" tanya Axel yang masih fokus menyetir. Aku hanya menggeleng pelan.
"Kenapa sih, hm?"
"Nggak tau." Aku masih bergerak-gerak gelisah. Aku hanya gugup.
"Tenang." Tangan kiri Axel meraih tanganku kemudian menggenggamnya. "Sampe keringetan gini." Axel mengusap-usap tanganku lembut sambil terkekeh.
"Aku takut... Aku malu ketemu Mama kamu."
"Kenapa harus malu sih?" Axel menoleh untuk melihatku. "Aku nggak yakin sih kalau nanti Mama dateng." Suara Axel berubah lirih. Perasaanku saja atau memang benar jika ekspresi Axel langsung berubah sendu.
"Maaf." lirihku. Aku tidak tahu penyebab perubahan Axel, mungkin karena ucapanku, jadi aku memutuskan untuk meminta maaf.
"Apasih minta maaf segala." Axel tertawa sambil mengelus kepalaku lembut.
Aku masih tertegun ketika melihat wajah sendu Axel, ekspresi yang belum pernah kulihat. Walau tak lebih dari lima detik ekspresi itu sudah Axel ubah menjadi seperti biasanya.
Sesampainya di sebuah rumah yang nampak begitu besar, Axel membukakan pintu mobil untukku. Dia menggandeng tanganku, sesekali meremasnya seperti memberitahu agar aku tenang, tak lupa senyumannya yang selalu bisa membuatku ikut tersenyum.
"Jangan gugup. Cukup senyum aja nanti. Oma pasti suka senyuman kamu."
Kakiku melangkah memasuki rumah yang begitu megah, di sini ramai dan tidak ada yang kukenal kecuali Axel, laki-laki yang sedang menggandeng tanganku sekarang.
"Oma." sapa Axel pada wanita paruh baya yang sedang duduk di kursi roda.
"Cucu Oma sudah datang." Axel mencium tangan Oma kemudian langsung memeluknya. Oma mencium pipi Axel secara bergantian. Aku tersenyum melihatnya, Axel terlihat sangat menikmati kecupan sayang dari Oma nya.
Axel menarik tanganku lembut untuk lebih mendekat dan aku juga menyalimi dan mencium tangan Oma.
"Ini siapa?" tanya Oma sambil tersenyum ramah. Meskipun kerutan-kerutan sudah terlihat disana-sini namun kecantikannya masih terlihat.
"Ini Shafaa Oma. Pacar Ax." tutur Axel yang sepertinya membuat senyum Oma semakin lebar.
"Shafaa, ini Oma aku."
"Shafaa Oma." Aku memperkenalkan diri dan disambut pelukan hangat oleh Oma.
"Cucu Oma pintar banget sih nyari pacar."
"Harus dong Oma."
Aku menyukai Oma, Beliau banyak bertanya padaku, membuatku yang sulit mencari topik menjadi tidak canggung.
"Hai Ax." sapa perempuan yang aku akui sangat cantik, sepertinya kami seumuran karena tingginya hampir sama dengan Axel. For your information tinggiku itu cuma sepundak Axel.
"Eh, hai Bell." balas Axel. Aku memerhatikan perempuan itu. Dress selututnya dengan model sabrina dari kain satin membuatnya terlihat sangat anggun. Rambutnya yang panjang dicurly dan diwarnai sedikit pirang, polesan make up yang flawless membuatku membandingkan dengan diriku sendiri. Aku hanya memakai baju berwarna hitam dan rok selutut bermotif bunga sedangkan wajahku hanya memakai pelembab dan bedak tabur serta sedikit liptint. Hanya itu, tanpa eyeshadow, blush on, dan lain sebagainya. Kupandangi kulitnya yang benar-benar putih dan mulus seperti tanpa cacat. Aku ini kenapa sih? Jelas saja semua perempuan yang melihatnya akan merasa iri, apalagi melihat berat dan tinggi badan yang proporsional bak seorang model.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cracked [Completed]
Teen FictionAku memang bukan perempuan paling cantik. Bukan. Aku hanya aku. Perempuan biasa dengan sedikit kawan. Tapi kamu... Terimakasih sudah merubah hidupku. Membuat masa SMA menjadi lebih berwarna. "Selama lo bisa senyum dan gue masih bisa lihat, itu semu...